Bab 4

1390 Kata
Aku mendudukan diriku di atas ranjang, menatap kosong kedepan. Hari ini ... Mungkin hari terburuk untukku, mendengar vonis Dokter, rasanya membuatku ingin mati. Hari ini pula, aku menyadari sesuatu ... sesuatu yang harusnya membuat mataku terbuka. Selama ini, aku terlalu patuh pada suamiku, bahkan aku mematuhi larangannya untuk bertemu ayah. Hari ini aku melihat semuanya di mata ayahku. Kesedihan, luka dan beban. Selama ia di penjara, aku hanya beberapa kali menengoknya dan hanya sebentar, tanpa berbincang tanpa bertanya kabarnya. Tapi hari ini jantungku serasa di tusuk ribuan jarum, saat melihat kondisi ayah. Ia bahkan masih bisa tersenyum dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Ingin aku berteriak, kenapa hidupku menjadi sehancur ini setelah menikah. Aku sadar, ini adalah sebuah karma yang harus aku terima. Karma karena aku merebut suamiku dari kekasihnya, hingga mereka berpisah. Tapi bukankah suamiku juga bersalah karena dulu ia berselingkuh denganku. Tapi kenapa, dia selalu menyudutkanku dan menyalahkanku. Padahal, dia pun turut berperan di sini. Dulu, aku hanya sebatas menyukainya tapi dia meresponku, hingga aku terbawa perasaan. Bahkan, aku tak mengajaknya berpacaran dia sendiri yang memintaku jadi pacarnya. Ia bahkan terang-terangan mengatakan bosan pada kekasihnya yang dulu. Lalu sekarang, dia masih menyalahkanku, bukankah dia yang bertingkah hingga ia kehilangan kekasihnya. Cinta membutakanku, hingga aku mengabaikan semua. Mengabaikan kebahagiaanku, mengabaikan harga diriku, mengabaikan ayah yang selama ini berjuang sendiri untukku, hanya demi lelaki sepertinya. Seandainya, dulu aku tak berbuat nekat menjebaknya di hotel, mungkin hidupku takan sehancur ini. Dia selalu berkata, dia malu mempunyai mertua seorang terpidana korupsi, dia malu mempunyai istri sepertiku, dia selalu berkata ... Seandainya aku tak menggodanya, dia akan bersanding dengan Bunga, yang juga sama- sama dari kalangan kaya raya. Saat awal ayah di penjara, aku selalu memohon padanya agar dia mau membantu dan membebaskan ayah. Setidaknya dia mau menyewakan pengacara agar bisa meringankan hukuman ayah. Tapi, jawabannya sungguh membuatku terpukul. Dia menjawab bahwa itu bukan urusannya. Ya, dia memang memberikan uang bulanan yang sangat besar, hingga aku terpikir untuk menyewa pengacara agar bisa membantu ayah. Tapi, setiap aku berhasil mendapatkan pengacara, tiba-tiba pengacara itu mundur. Hubungan kami semakin merenggang kala ia sudah jarang sekali pulang ke rumah. Setiap kali aku bertanya, dia selalu menjawab dengan kata-kata pedas hingga aku tak berani lagi bertanya, dia dari mana dan bersama siapa dia pergi. Saat hubungan kami semakin buruk, aku harus menerima kenyataan bahwa suamiku berselingkuh. Dan kini, aku menyadari kenapa sikapnya berubah. Satu foto yang di kirimkan oleh wanita itu membuat duniaku hancur. Foto saat suamiku, menggandeng tangannya dan tersenyum hangat padanya. Sesuatu yang belum pernah dia lakukan padaku, dan rasanya sungguh menyayat. Aku pikir, wanita itu takan mengirimkan foto apa pun lagi padaku. Tapi, ternyata aku salah. Dia selalu memamerkan sikap manis suamiku, chat mesra suamiku padanya dan selalu memamerkan bahwa suamiku memberikan apa yang dia mau. Aku tak pernah membalasnya, aku bahkan tak memblokir nomernya. Entahlah, lama kelamaan rasanya sudah biasa melihatnya, walaupun tak di pungkiri hatiku merasa tertercabik-cabik Aku tak pernah mau dan tak pernah berniat mencari tau siapa wanita itu, dari mana wanita itu ... Karena itu akan semakin melukaiku. Aku ingin berteriak, memaki mereka. Menyumpahi mereka dan mengamuk pada mereka. Tapi aku sadar, aku tak bisa melakukan itu. Posisiku sangat lemah, aku takut melihat kenyataan bahwa jika aku mengamuk, suamiku akan lebih membela wanita itu dan akan semakin menyakitkan hatiku. Aku tak pernah mau dan tak pernah berniat mencari tau siapa wanita itu, dari mana wanita itu ... Karena itu akan semakin membuatku hancur. Lalu, aku bisa apa? Aku hanya bisa terdiam, meratapi nasibku, melewati setiap malam dengan tangisan, kesepian dan kehampaan. Hari ini, untuk pertama kalinya aku melawannya. Untuk pertama kalinya aku berani membalas tatapannya. Dulu, aku bertahan karena mencintainya. Tapi sekarang, aku bertahan karena membutuhkan uangnya. Aku ingin bekerja lagi sebagai Dokter, tapi aku rasa gajih yang aka aku dapatkan takan cukup untuk aku melakukan pengobatan dan menyewa pengacara untuk ayahku, hingga sepertinya, aku harus bertahan sebentar. Setidaknya, aku masih bisa mendapat uang untuk mengobati diriku. Bisa saja aku meminta bantuan kepada mertuaku. Mereka cukup baik, pernah mereka akan memberikan bantuan hukum untuk ayah, tapi lagi-lagi suamiku menolak dan berkata bahwa dia yang akan mengurusnya. Tapi, nyatanya ... Ucapannya hanya kebohongan. Untuk berkata yang sebenarnya pun aku cukup segan, mengingat mereka bukan orang yang sembarangan. Hingga akhirnya aku pun hanya memendamnya sendiri. Tak mungkin melibatkan mereka dalam urusanku. Dan hari ini, setelah sekian lama ... Ia menginap lagi di rumah karena esok kakanya akan datang. Dan kami harus berpura-pura menjadi sepasang suami istri. Dulu, aku begitu senang saat akan ada kak Dita kemari, karena kami akan bersandiwara dan aku bisa bebas menyentuh suamiku dan aku bisa melihat suamiku tersenyum padaku, walaupun senyuman itu senyuman palsu. Tapi saat barusan ia mengatakan kakanya akan datang, aku tak merasa senang seperti biasanya, ada rasa aneh, rasa enggan saat harus kembali berpura-pura. ••• Albi membaringkan dirinya di ranjang, ia sama sekali tak bisa memejakan matanya, padahal waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Setiap ia pulang ke rumahnya, ia selalu memakai kamar yang berbeda dengan Iren. Karena kantuk tak kunjung datang, Albi pun memutuskan untuk berenang. Saat ia akan berjalan ke arah kamar kolam renang. rasa haus menderanya ... Hingga ia memutuskan pergi kedapur untuk mengambil air dingin di kulkas. Namun, saat akan berbelok, langkahnya terhenti saat melihat Iren seperti sedang membuat sesuatu. Ia memerhatikan Iren dari jarak yang tak terlalu jauh, Dari lubuk hatinya, ia merasa sedikit iba pada istrinya. Ia sadar, Iren tak sepenuhnya bersalah atas apa yang terjadi dihidupnya. Tapi, jika saat itu Iren tak menjebaknya. Ia takan terperangkap dalam pernikahan ini, ia masih bisa memerjuangkan Bunga, mantan kekasihnya. Jika di tanya, siapa wanita yang saat ini Albi cintai, jawabannya adalah Bunga. Dia masih sangat mencintai Bunga, ia tertarik pada Julia karena wajah Julia sedikit mirip dengan Bunga, hingga rasa rindu Albi pada Bunga bisa terobati saat dirinya melihat Julia. Ia sama sekali tak memiliki perasaan apa-apa untuk Julia, dari gaya hidupnya saja, ia sudah tau tipe wanita seperti apa Julia, hingga Albi rasa, tak ada rasanya jika sedikit bermain-main dengan Julia. Jika pun ia berniat menikahi Julia, itu semua karena wajah Julia sedikit mirip dengan Bunga. Albi tersadar dari lamunannya. Saat ia akan berbalik, sejenak, matanya kembali melihat Iren. Dan ternyata Iren juga sedang melihat ke arahnya. Rupanya, saat Albi sedang sibuk dengan lamunanya, Iren melihat Albi. Bisanya, jantung Iren akan berdetak dua kali lebih cepat saat melihat Albi, dia selalu berharap, Albi akan tersenyum seperti biasanya. Tapi sekarang, ia sama sekali tak merasakan apa-apa. Bahkan cenderung malas melihat suaminya. Iren yang baru saja selesai dari aktivitasnya, memutuskan untuk keluar dari area dapur dan berjalan ke arah yang berbeda. Ia terlalu malas untuk berpapasan dengan suaminya. Dua hari kemudian. Iren menghela napas lega saat kaka iparnya sudah meninggalkan rumah suaminya. Selama dua hari ini, ia dan Albi bersandiwara dengan baik, untuk berpura-pura menjadi suami istri pada umumnya. Dan Iren bersyukur, sandiwaranya dan Albi selesai. Waktu menunjukan pukul 2 siang, Iren berencana untuk pergi ke tempat firma hukum untuk menyewa pengacara. Saat ia akan keluar dari kamarnya, ponselnya berdering, satu pesan masuk kedalam ponselnya. Ia pun membukanya, ternyata kaka iparnya yang mengiriminya pesan. Kaka iparnya meminta Iren untuk ke ruang kerja Albi dan menyimpankan jam milik suaminya. karena semalam suami kaka iparnya dan Albi mengobrol di ruang kerja Albi, dan ia lupa ia telah melapaskan jam tangannya menyimpan jamnya di sofa. Setelah menerima pesan dari kaka iparnya, Iren pun dengan segera keluar dari kamar dan berjalan untuk ke ruang kerja suaminya. Ia membuka pintu, lalu masuk dan melangkah menuju sofa. Saat menemukan jam milik kaka iparnya. Iren pun mengambil jam tersebut, dan kembali berbalik. Saat ia akan keluar, matanya melihat kertas ujung kertas di bawah meja. Ia mengambilnya dan berniat untuk menaruhnya. Saat melihat isi kertas tulisan tersebut. Kening Iren mengernyit, di kertas itu, terlihat banyak sekali tanda tangan yang sama, dan di tulis dengan jarak yang tidak beraturan, seperti seseorang yang baru saja belajar membuat tanda tangan. Iren semakin heran saat melihat tanda tangan di kertas tersebut. Ia merasa pernah melihat tanda tangan tersebut. Namun, tak lama ia menutup mulut saat menyadari bahwa tanda tangan tersebut adalah milik ayahnya, Lutut Iren melemas saat menyadari ada yang meniru tanda tangan ayahnya. Tapi kenapa Iren menemukan kertas berisi tanda tangan itu di ruang kerja suaminya. Tiba-tiba Iren terpikir sesuatu. Ia langsung berjalan ke meja kerja Albi dan mengobrak-ngabriknya. Hingga ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN