Retaknya Sebuah Kepercayaan (FlashBack-Angga)

1734 Kata
Hal yang menyakitkan adalah memberi kepercayaan pada seseorang tapi dengan mudahnya kepercayaan itu dirusak. Kepercayaan bagaikan pondasi dalam kehidupan, maka dari itu penting sekali adanya kepercayaan dalam sebuah hubungan. Malam itu tepatnya pukul tujuh malam, Angga baru selesai ujian praktek. Dari sore sang kekasih sudah menghubunginya untuk datang dengan alasan tidak enak badan dan ingin ditemani olehnya. Namun, Angga memberi pengertian bahwasannya praktek tersebut tak bisa ditinggal sama sekali. Dengan perasaan kesal, kekasihnya itu marah dan menonaktifkan ponselnya. Selesai praktek, Angga bergegas pergi menuju kontrakan kekasihnya itu. Dengan tujuan minta maaf dan membawakan beberapa makanan kesukaannya. Sebelum sampai di kontrakan, Angga mampir terlebih dahulu ke salah satu supermarket, memilih beberapa makanan kesukaan kekasihnya lalu berlalu menuju kontrakan. Selama perjalanan menuju kontrakan, hatinya merasa tak tenang. Detak jantungnya tiba-tiba berdegup lebih kencang dari biasanya. Ia bingung mengapa tiba-tiba merasakan takut yang sangat luar biasa namun lagi, ia menghalau semuanya demi untuk menemui sang kekasih. Sampai di pintu gerbang rumah-rumah kontrakan, detak jantungnya semakin berdegup kencang. Ia melipir sebentar, menahan rasa sakit di dalam dadanya. Berusaha untuk tenang agar terlihat baik-baik. "Ada apa ya? Kenapa hatiku sungguh sangat tidak tenang? Ada rasa sakit, takut dan khawatir yang sangat berlebihan seperti?" "Apa yang terjadi? Atau akan ada kejadian apa? Apakah ini murni karena aku merasakan lelah atau ada hal lain?" "Ya Allah, tenangkan hatiku, pikiranku dan juga jiwaku. Aku belum sanggup merasakan hal buruk dan tak sanggup berpikiran buruk." "Semoga saja ini hanya perasaan biasa tanpa mempunyai maksud tertentu. Jujur, belum siap mendapat berita buruk." "Bismillah, aku harus segera menemui gadisku. Keadaannya sedang tidak baik dan pasti ia kesulitan melakukan sesuatu jika keadaanya sedang tidak baik-baik saja." Angga melanjutkan perjalanannya, ia kembali melajukan mobilnya menuju kontrakan kekasihnya itu. Kontrakan kekasihnya berada di ujung, itu sebabnya membuat dia akan memakan waktu untuk sampai di depan kontrakannya. Ia mengerutkan dahi saat melihat ada sebuah mobil yang terparkir di halaman rumah kontrakan kekasihnya itu. Pikiran buruk mulai menari-nari dan melalang buana di kepala kecilnya. Dengan perasaan tak menentu, ia turun dari mobil dan tak lupa mengambil kunci kontrakan yang juga ia punya. Setelah itu, melangkah dengan sangat perlahan menuju pintu utama. Mencoba memainkan handle pintu namun ternyata di kunci. Dengan tangan bergetar, ia memasukan anak kunci pada lubang pintu tersebut. Klik. Klik. Dua kali membuka pintu, ia membuka pintu dan masuk perlahan ke dalam kontrakan. Sengaja berjalan perlahan agar tidak menimbulkan suara gaduh. Saat membuka pintu, ia melihat ada dua gelas bertengger di atas meja tamu, kunci mobil dan rokok. Rokok? Sejak kapan gadisku merokok? Atau mungkin ini milik orang lain? Tapi milik siapa? Setahu aku tak ada satupun teman-teman wanitanya yang merokok. Tapi, apa mungkin ini teman wanitanya yang berkunjung? Atau jangan-jangan …. Angga melangkah semakin dalam menuju dalam kontrakan tersebut. Mengawasi setiap sudut kontrakan dan dua kamar di depan sudah terlewati namun tak ada apa-apa. Saat ia berjalan menuju kamar belakang, terdengar suara yang menyakitkan. Suara yang benar-benar jelas, itu suara gadisnya. Suara gadisnya yang sedang merasakan nikmatnya dunia. Ia mempercepat langkahnya, pintu itu tidak ditutup rapat. Angga bisa mengintip dari celah tersebut, ia langsung menyiapkan ponselnya untuk merekam kejadian tersebut. Merekam agar gadisnya tak mengelak ketika merasa tersudutkan. Dengan tangan yang bergetar hebat, lutut yang lemas dan d**a yang sakit. Angga tetap berusaha berdiri tegak agar tidak goyah. Air matanya meluncur bebas, rasa sakit di dalam dadanya semakin dalam. Ia tak menyangka, gadis yang selama ini dipercaya olehnya ternyata dengan mudahnya membuang semua kepercayaan yang ditanamkan. Selama ini, Angga benar-benar sangat menjaganya tapi ternyata dirinya sendiri yang berbuat diluar batas wajar. Tak ada lagi waktu untuk seorang pengkhianat dan pendusta. Brakkk. "Menjijikan kau, Sabrina!!" teriakan Angga menggelegar membuat sepasang kekasih yang memadu kasih di atas ranjang itu terkejut dan saling melepaskan diri. "A-angga …." "Menjijikan!" teriaknya lagi. Sabrina menutupi tubuhnya menggunakan selimut dan beringsut turun dari ranjang. "Diam!! Diam di situ!! Jangan mendekat ke arahku!! Jijik rasanya aku melihatmu saat ini!!" "I-ini tak seperti yang kau lihat," lirihnya. "Lalu seperti apa? Hah? Jelas-jelas kau sedang memadu kasih dengan pria ini. Dan sekarang, kau bilang tak seperti apa yang aku lihat? Cuih! Najis!" "Aku, selama ini benar-benar menjagamu tapi lihat kelakuanmu sekarang, layaknya jalang yang haus akan belaian! Kamu gatal? Iya? Sampai-sampai harus melakukan ini? Hahaha!" "Rupanya kau itu sakit karena tak ada pelepasan? Iya? Ha ha ha! Menjijikan, sungguh sangat menjijikan!' "Dengarkan penjelasan aku dulu, Angga! Aku mohon." "Sudah cukup! Tak perlu ada yang dibicarakan lagi! Semuanya sudah terlihat jelas dan aku pun sudah menyaksikan kehebatan dirimu di atas ranjang! Mulai saat ini, pertunangan kita batal!!" "Aku tidak sudi menikah dengan w************n sepertimu!!" Angga melenggang pergi. "Angga! Tunggu!" "Angga jangan tinggalkan aku! Jangan putuskan semua ini secara sepihak!" Sabrina berlari mengejar Angga dan bersimpuh di bawah kakinya. Ia benar-benar tak menginginkan jika pertunangannya batal. Selama ini, susah payah mendapatkan Angga, tak mungkin melepaskannya begitu saja. "Lepas!! Sudah kubilang, jangan sentuh aku!! Aku jijik denganmu!!" "Gak, Angga!! Jangan pergi!! Tolong maafkan aku." "Sayang, sudahlah! Biarkan dia pergi dan kita lanjutkan kembali permainan yang belum tuntas," rayu lelaki itu dan masih terdengar jelas ditelinga Angga. "Tuh, lelaki perkasa mu sudah menunggu di atas ranjang menunggu pelepasan dahaga darimu. Layani dia, dan tuntaskan hasrat kalian!!" "Tidak!! Angga, aku mohon … jangan pergi! Aku sungguh sangat menyayangi dan mencintaimu! Tolong, dengarkan penjelasan aku!" "Kau ingin menjelaskan apalagi? Heum? Sayangnya aku sudah tak ingin mendengar apa-apa lagi! Ah ya, satu lagi, dari saat melihat kau meliuk-liukan tubuh menjijikkan ini di hadapannya lelaki itu, mulai saat itu juga sirna semua rasa sayang, cinta dan peduliku!" "Lepaskan!! Biarkan aku pergi!! Dan selamat melanjutkan nafsu kalian!!" "Angga!! Angga!! Tidaakkkk!!! Jangan pergi!!" teriaknya menangis histeris. "Ah, Sayang. Ayolah, permainanmu tadi sungguh dahsyat. Kita lanjutkan bersama-sama sampai ke puncak," ajaknya lagi. "Diam!! Berhenti omong kosong!!" teriak Sabrina dengan lantang dan tangisnya sedetik kemudian pecah. Ia meninggalkan rumah kontrakan itu dengan penuh kekecewaan, sakit hati dan terluka. Tak menyangka, seorang wanita yang selama ini benar-benar dijaga dan dipuja ternyata berani bermain menjijikan seperti itu. Membanting tubuhnya di atas jok mobil dan memukul beberapa kali setir mobilnya. Rasa sakitnya benar-benar menjalar hingga ke segala relung di hatinya. Entahlah, setelah ini apa yang akan dia jelaskan pada Mamih dan Papihnya dengan keputusannya yang memutuskan pertunangan secara sepihak. Menarik nafas panjang, lalu melenggang pergi meninggalkan rumah yang penuh dengan kekecewaan. *** Di rumah besar itu, terlihat seorang wanita paruh baya sedang mondar-mandir menunggu kedatangan seseorang. Beberapa kali matanya melirik ke arah pintu seakan-akan memastikan seseorang yang ditunggu sudah datang atau belum. Wanita paruh baya itu seakan tak sabar untuk menanyakan kejadian yang sebenarnya. Sebelumnya, Sabrina sudah lebih dulu menghubungi Mami Julia lalu menceritakan sebuah cerita yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Ia mengadukan semua tangisnya pada wanita paruh baya itu. Merasa tak ingin hati calon menantunya itu terluka, ia berjanji akan membuat Angga meminta maaf dan kembali melanjutkan pertunangan mereka. Tanpa wanita itu ketahui, bahwa semua yang diceritakan dan tangis Sabrina itu penuh dusta. Bahkan, ia menceritakan semuanya saat sedang memadu kasih bersama selingkuhannya. Luar biasa sekali, bukan? Menelpon calon mertuanya dengan posisi menjijikan. "Mi, duduklah! Sebentar lagi juga Angga pasti datang." "Aduh, Pi … Mami gak tenang! Kesal juga sama Angga, bisa-bisanya dia menyakiti Sabrina. Kenapa coba? Apa salah Sabrina?" "Mi, jangan terlalu percaya dulu dengan satu pihak! Belum tentu apa yang dikatakan oleh Sabrina itu benar! Kita harus dengar juga penjelasan dari Angga. Kita lebih tahu dia seperti apa dan bagaimana! Jangan sampai terlalu percaya pada gadis itu sampai-sampai menyalahkan Angga yang belum tentu salah." "Tapi, Pi--" "Sudah! Gak ada tapi-tapi! Duduk, sini!" Mami mendengus kesal dan membanting tubuhnya di samping Papi. Keduanya menunggu Angga dengan tidak sabar, sepuluh menit kemudian terdengar suara deru mobil masuk ke dalam pekarangan. Mami bangkit dan ingin menyambut Angga dengan segala macam pertanyaan namun tangannya dicekal oleh Papi. "Diam! Tunggu sampai Angga masuk!" "Huuh!" Suara langkah kaki terdengar semakin dekat, Angga memaksakan diri untuk tersenyum di hadapan kedua orang tuanya. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." "Akhirnya kamu pulang juga, Ngga." "Ada apa, Mi?" "Duduk dulu, Nak," perintah Papi Doni. Angga mengangguk dan langsung duduk di hadapan mereka. "Angga, Mami mau tanya sesuatu." "Boleh, Mih. Tanya apa?" "Apa benar kamu memutuskan pertunangan sepihak?" Angga menghembuskan nafas panjang, menyimpan terlebih dahulu tas dan jasnya di samping. Lalu menyandarkan tubuhnya, dan berkata, "Pasti Sabrina yang mengadu." "Jelaskan, saja! Tak usah menyalahkan Sabrina! Ada apa sebenarnya? Kenapa kau melakukan semua itu? Kalian 'kan akan menikah, jangan seenaknya memutuskan semua dengan sepihak dong, Ngga." "Kalau sampai kalian tak jadi menikah, bagaimana tanggapan orang-orang? Mami malu, Ngga! Apalagi ini semua salah kamu." "Salah aku?" "Iya! Kamu selingkuh, 'kan?" "Haha, selingkuh? Lucu!" "Angga! Jangan ketawa! Mami sedang tidak bercanda!" "Jadi, Mami lebih percaya pada w************n itu daripada anak sendiri?" "Angga! Tutup mulutmu! Jangan bicara omong kosong! Apa pantas bicara seperti itu pada tunangan sendiri?" "Ya, pantas! Karena dia memang w************n!" ucapnya penuh penekanan. "Ngga, sabar! Apa yang sebenarnya terjadi?" "Papi dan Mami mau tahu 'kan? Baik, cek ponsel kalian! Sebentar lagi, ada kejutan untuk kalian! Persembahan dari Sabrina!" Angga mengambil ponselnya dan langsung mengirim video tersebut pada Mami dan Papinya. Kedua orang tuanya bergegas membuka video tersebut dan mata keduanya melebar. "Astaghfirullah … i-ini Sabrina?" "Ya! Dia, Sabrina! w************n yang Mami bela mati-matian bahkan lebih percaya padanya daripada aku!" "So, apa masih layak w************n itu aku pertahankan? Sekarang, aku tanya, Mami lebih baik malu karena pertunangan yang gagal atau anaknya menikah dengan w************n dan setelah itu aibnya akan tersebar luas?" "Tapi sayangnya, aku juga jijik dan tak sudi melanjutkan pertunangan ini! Aku masih punya harga diri, Mi! Kepercayaan yang selama ini aku beri padanya di sia-siakan begitu saja. Aku menjaganya sepenuh hati tapi dia merusaknya sendiri." "Ya Allah … Mami tidak menyangka Sabrina melakukan semua ini. Ia tega memfitnah kamu untuk menyelamatkan diri sendiri." "Aku sebenarnya sudah menduga bahwa ia akan memutar balikkan fakta maka dari itu sebelum memergokinya, aku lebih dulu mereka semua aksi bejatnya itu. Dan, ini kenyataannya!" "Papi tak tahu harus bicara apalagi, Nak. Tapi, Papi dukung apapun keputusanmu." "Maafkan Mami, Nak. Mami juga dukung keputusanmu untuk putus dengannya." "Makasih karena kalian mengerti dan memahami apa yang aku rasakan. Angga ke kamar dulu, Mi, Pi. Capek!" "Capek hati, pikiran dan badan," ucapnya melenggang menuju ke kamar. "Ya Allah, Pi … Mami gak nyangka Sabrina bisa melakukan semua ini." "Sudahlah, Mi. Lain kali, kalau ada masalah kita telusuri terlebih dahulu dari kedua pihak agar tidak ada kesalahpahaman lagi seperti ini." "Iya Pi, Mami minta maaf, ya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN