Bab 18. Penyesalan Selalu Datang Terlambat

1389 Kata

"Habib...." Mata kami terpana melihat Anan berdiri di depan panggung. Wajah teduhnya mengguratkan kekecewaan. Para repoter langsung menyorotkan kamera ke wajah Anan. Sepuluh tahun telah berlalu, hati Ayi merasa iba melihat lelaki yang dulu sangat ia cintai kini menjadi sosok tak berdaya. Penampilan Anan sedikit berantakkan dari biasanya. Wajah kusut, mata yang merah serta raut wajahnya yang sendu menggambarkan penyesalan. Matanya yang redup tak bercahaya menatap sayu pada Ayi dan Habib, juga Ustaz Rahman yang berbahagia menerima piala dan piagam dari wakil gubenur. Jelas tergambar dari raut wajah Anan kalau dia kecewa, mengapa bukan namanya yang disebut Habib, saat mendampingi menerima piala penghargaan atas juara perlombaan MTQ sepropinsi. "Ayah," panggil Habib lirih. Suara tepuk ta

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN