10.55
“Woi, mau kemana lo, Daf ?” ucap Gala begitu melihat gue yang beranjak dari kursi.
“Mau ke perpus. Ngerjain tugas.”
“Ya elah, terus lo ninggalin gue sendirian gitu ? Tega lo ?”
“Ck, ntar lagi Bara juga kelar. Yah, kalo lo nggak mau sendirian sih, ngikut aja ke perpus.”
“Ah, anti banget gue sama tu tempat. Tapi ya udahlah, dari pada kayak jones banget sendirian.” kata Gala akhirnya sambil menyampirkan tasnya dibahu kiri. Akhirnya kami berdua pergi meninggalkan kantin dan berjalan menuju perpustakaan.
Sesampainya di sana, gue langsung menaruh tas di salah satu kursi yang kosong lalu berjalan menelusuri rak-rak buku.
Setelah mendapatkan buku buku yang dicari, gue berjalan menuju kursi tadi dan menggeleng tidak percaya saat menemukan Gala yang malah asik bermain game.
“Ya elah, sama aja ke perpus isinya maen game.” ucap gue dengan suara yang pelan.
“Yah lo kan tahu ndiri, gue alergi sama buku-buku.” balas Gala dengan volume suara yang sama. Gue pun menyerah dengan Gala dan memilih untuk fokus kepada kumpulan buku yang hendak gue baca.
Gue masih berkutat dengan buku-buku yang gue ambil tadi, sampai suara bisik-bisik dibelakang gue terdengar. Gue mau cuek aja sebenernya, cuma lama kelamaan, suara itu makin mendekati gue.
Karena tidak tahan lagi, akhirnya gue menengokkan kepala ke belakang, hendak melihat siapa yang menimbulkan suara-suara itu.
“Hm, sorry, baru selesai kelas.” ucap cewek yang sekelompok dengan gue. Di belakang cewek itu tampak dua temannya yang semakin ribut.
“It’s ok. Duduk, gue udah ngerangkum beberapa materi.” sahut gue yang langsung dipatuhi oleh cewek itu.
“Woi, Daf, lo nggak bilang kalo tugasnya kelompokan sama dedek cantik.” bisik Gala dengan volume yang masih bisa didengar oleh cewek itu.
“Ck, berisik lo, anoa. Udah sana main game aja.” Namun, bukannya kembali fokus dengan hpnya, Gala malah menjulurkan badan dan mengajak salaman cewek itu.
“Kenalin, Galaksi, panggil aja Gala. Temennya Dafa yang lebih ganteng dari dia, masih single kok.” ucapan Gala barusan membuat gue mendecih dan sebelum cewek itu membalas, gue sudah menyodok perut Gala dengan siku.
“Diem, kue cucur. Gangguinnya ntar aja kalo udah selesai, ntar tugas gue kagak selesai selesai.” kata gue yang dibalas dengan desahan kesal oleh Gala. Namun, sobat gue itu menuruti perkataan gue barusan dan memilih diam melanjutkan game nya.
“Ret Ret, gue cari buku dulu ya sama si Jasmine.” kali ini teman dari cewek itu yang berbicara. Partner gue hanya mengangguk sebagai jawaban lalu mengalihkan pandangannya ke rangkuman didepannya.
“Lo ngerangkum 2 buku itu aja, yang bab tugas kita. Gue udah ngerangkum yang lain.” perintah gue kepada cewek disamping gue yang dibalas dengan anggukan.
Btw, kalian tahu kenapa dari tadi gue nyebut dia ‘cewek itu’ ? Sebenernya, gue lupa namanya haha.
Yang gue denger cuma Ret doang, apaan dong namanya ?
Reti ?
Iret ?
Retina ?
Atau mungkin Karet kali ya ?
Ah bodo lah, ntar aja tanyanya. Gue nyelesaiin tugas gue dulu.
~~~~~~~~~~
“Eh Ret Ret, dibuku itu ada nggak yang nyambung sama ini ?” tanya Flora yang sudah duduk disampingku. Aku pun menoleh ke arahnya dan membaca tulisan yang dia tunjuk.
“Hm, nggak ada, Flo. Eh bentar, kayaknya itu ada di rangkuman yang satu. Wait.” balasku yang kemudian mengulurkan tangan untuk mengambil rangkuman yang berada di samping Dafa. Karena posisi rangkuman itu, mau nggak mau aku melihat Dafa juga.
Dia tampak serius, well seperti biasa karena ekspresi itulah yang sering aku lihat. Kecuali tadi saat dia berinteraksi dengan temannya. Saat itulah, untuk pertama kalinya aku melihat ekspresi yang berbeda darinya.
Meskipun hanya sebentar, tapi jelas terlihat jika Dafa tampak begitu asik dan santai bersama temannya itu. Benar kata Flora, sikap Dafa bersama temannya sangat asik. Aku jadi menerka-nerka, apa interaksiku dengan Dafa bisa seperti itu juga nantinya ?
“Woi, cepetan.” bisikan Flora membuatku tersadar dari lamunan sesaat tadi. Aku pun segera membalikan badan ke arah Flora dan mencari bagian rangkuman yang bersangkutan dengan materi Flora.
Begitu menemukan materi yang dimaksud, aku langsung menggeser rangkuman itu dan memberikannya kepada Flora. Setelahnya, aku kembali momfokuskan diri ke buku yang harus aku rangkum.
“Ada angin apa lo, Gal, nyampe ke perpus ?” ucap sebuah suara yang berasal dari belakang Dafa.
“OMG, duh lengkap udah tiga sekawan nan menawan.” bisik Flora dengan riang.
Aku mengernyitkan dahi sebelum menengokan kepalaku ke belakang dan menemukan seorang cowok yang aku yakini sebagai teman Dafa.
“Alhamdulilah, penyelamat gue dateng. Cabut yuk, Bar.” kata Gala yang langsung bangkit begitu melihat cowok yang dia panggil Bara tadi datang.
“Ah kagak deh, gue juga mau cari referensi buat bikin tugas.” tolak Bara yang malah duduk di samping Gala. Ekspresi Gala langsung berubah lesu dan mau tak mau dia kembali duduk di tempatnya.
“Set dah, lama lama gue bakar juga ni perpus.” sungut Gala yang masih terdengar dan membuatku serta yang lain menahan tawa.
Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul empat sore. Tugasku sudah hampir selesai, sedangkan Flora dan Jasmine sudah menyelesaikan tugasnya setengah jam yang lalu. Begitu pula dengan kedua teman Dafa yang sudah meninggalkan perpus satu jam yang lalu.
Jadi, sekarang aku hanya berduaan dengan Dafa. Untung saja kami berdua sibuk dengan rangkuman yang sedang kami buat ini. Kalau tidak, aku tidak tahu harus melakukan apa.
“Gue udah selesai, nih.” ucap Dafa yang langsung membuatku menoleh. Dafa meregangkan badannya yang pasti sudah kaku sama sepertiku.
“Punya gue masih dikit lagi, nih. Lo kalo mau duluan nggakpapa, Daf.” ucapku yang hanya dibalas dengan alisnya yang dinaikkan sebelah.
“Yakin mau gue tinggal sendirian ? Ni perpus isinya tinggal kita berdua doang, lho.” balasnya setelah melihat sekeliling perpustakaan. Aku memastikan perkataan Dafa barusan dan benar saja, setelah memperhatikan sekeliling, hanya kami berdua yang tersisa.
“Udah nggakpapa, gue tungguin. Tinggal dikit kan ?” tanyanya yang langsung aku balas dengan anggukan cepat. Lalu, aku segera kembali menghadap buku dan melanjutkan rangkuman tadi.
Lima belas menit kemudian, rangkumanku selesai. Aku langsung menutup buku-buku yang terbuka dan menumpuknya.
“Udah ?” tanya Dafa tiba-tiba yang membuatku berjengit kaget.
“Haha, sorry sorry, lo kaget. Sini bukunya, gue kembaliin sekalian, lo beresin aja barang-barang lo sama rangkuman kita.” Dafa segera mengambil tumpukan buku di meja sebelum aku sempat menolaknya.
Well, gentle juga ya dia. Nggak cuma menang tampang doang.
Sepeninggal Dafa, aku langsung melakukan apa yang Dafa tadi sebutkan. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, aku beranjak dari dudukku dan meregangkan badan yang terasa kaku.
“Rangkumannya lo yang bawa aja, ya.” ucap Dafa saat kembali.
“Ok.”
“Yuk balik.” ajaknya yang sudah menyampirkan tas ranselnya di bahu kanan. Aku pun mengangguk dan mengikuti langkah Dafa yang sudah terlebih dahulu berjalan.
Sesampainya di luar kampus, Dafa menghentikan langkahnya dan menghadapkan badannya ke arahku.
“Lo baliknya ke arah sana atau sini ?” tanyanya sambil menunjuk dua arah jalan yang berlawanan.
“Ke sana.” jawabku dengan menunjuk arah jalan menuju tempat aku tinggal.
“Beda arah. Ya udah, gue pulang ya.”
“Ok, becareful.” balasku yang dibalas dengan acungan jempol.
“Eh tunggu.” ucap Dafa yang otomatis menghentikan langkahku dan berbalik lagi menghadapnya.
“Nama lo siapa, Ret ? Gue lupa.” katanya yang membuatku mengerutkan kening. Bukannya barusan dia memanggil namaku ? Dia bercanda ya ?
“Ehm, bukannya tadi lo manggil nama gue ?” tanyaku yang membuat Dafa menggaruk kepalanya sebelum menjawab.
“Actually, gue tahu ‘Ret’ gara gara temen lo tadi manggil lo kayak gitu. Tapi gue sama sekali nggak bisa inget nama lo. Gue udah mikir sih kemungkinan kemungkinan nama lo. Bisa aja nama lo Retina kalo nggak Karet, tapi kayaknya nggak mungkin.” jelas Dafa panjang lebar yang membuatku ternganga kaget.
“Ok, sepertinya pemikiran lo luar biasa sekali. Nama gue Aretha, bukan Retina atau Karet. Inget, Aretha.”
“Aaa ya bener, Aretha. Tapi enak juga kali ya kalo manggil lo Karet haha.” balas Dafa yang membuatku terdiam tidak percaya.
“Ok ok, gue balik dulu ya, Ret. See you, Karet.” ucap Dafa yang langsung membalikan badannya tanpa menunggu balasanku.
Wah, dasar senior gila.
Sepertinya tadi aku salah sempat mengaguminya di perpustakaan. Ah ya sudahlah, lebih baik aku segera pulang dan istirahat.
~~~~~~~~~~
“Daf, lo masih punya tugas Mr.Andrew nggak yang suruh bikin paper ?” tanya Gala saat kami bertiga sudah memasuki kampus.
“Masih kayaknya.”
“Nice, minta dong. Males banget gue ke perpus cari bahan referensi.”
“Enak banget kayaknya idup lo, Gal.” ucap Bara setelah mendaratkan pukulan ringan di kepala Gala.
“Punya temen otak tokcer dimanfaatin makanya. Lo aja yang kurang memanfaatkan temen makanya kemarin bikin tugas ampe begadang.” balas Gala yang dibalas dengan pelototan Bara.
“Gue mau menikmati masa masa akhir di Cambridge dengan bener, uler keket. Makanya gue bikin bener bener dah tu tugas.” sahut Bara yang membuat gue terkekeh.
“Anjir, Bar. Lo bikin gue ngakak. Kesambet apa lo ?” ucap gue yang dibalas dengan tindakan yang sama kepada Gala tadi.
“Sama aja lo berdua. Udah ah, abang Bara mau masuk kelas dulu.” kata Bara yang kemudian berjalan mendahului kami berdua menuju kelasnya.
Gue dan Gala saling berpandangan lalu mengedikan bahu secara bersamaan.
“Udah ye, gue masuk kelas juga.” pamit Gala saat kami berdua sudah berada di depan kelasnya. Gue mengangguk sebagai balasan lalu melanjutkan perjalanan menuju kelas Mr.Taylor.
Begitu memasuki kelas, gue memilih untuk duduk di bangku atas yang sama sekali belum terisi. Gue mau bikin tatanan kelas ini berubah haha. Mahasiswa yang biasanya duduk di deretan ini pasti bakal pindah karena ada gue.
Bener aja, beberapa mahasiswa yang hendak menduduki kursi deretan ini, langsung berpindah arah dan memilih deretan kursi lain.
Gue langsung menunduk menahan tawa lalu kembali berpura-pura fokus dengan hp di tangan gue. Namun, kesenangan gue itu hanya bertahan sesaat. Karena setelahnya, segerombolan cewek yang gue tahu sering banget ngikutin gue berjalan mendekati deretan bangku yang gue duduki.
“Excuse me, can we sit here ?” tanya salah satu dari mereka.
Sialan, gue harus mikir alesan buat nolak mereka. Pandangan gue menelusuri kelas lalu mendapati si Karet sudah datang dan duduk di deretan kursi depan gue.
“Aretha.” panggil gue agak keras, sehingga cewek itu langsung menghadap ke belakang.
Dia bertanya lewat ekspresi wajahnya yang tampak kebingungan.
“We must discuss our assignment right ? Come here, you must sit beside me and talk about that.” Aretha makin nampak kebingungan lalu seolah baru ingat jika gue dan dia satu kewarganegaraan, gue langsung menambahi, “Bantuin gue, duduk sini biar mereka nggak duduk di sebelah gue.”
Segerombolan cewek tadi nampak kebingungan dengan perkataan gue barusan yang menggunakan bahasa Indonesia.
“Sorry, i want to talk with her. So, all of you can’t sit here.” tolak gue yang langsung dibalas dengan helaan napas panjang dari mereka.
Aretha menuruti perkataan gue dan sekarang dia sudah berdiri di samping meja, siap untuk duduk.
Gue melirik sekilas ke arah gerombolan cewek tadi dan nampak jelas jika mereka memberikan tatapan yang tidak menyenangkan ke arah si Karet. Tapi untungnya, si Karet tidak melihatnya karena dia sedang menunduk menaruh buku.
“You want to talk something with me ?” tanya gue kepada mereka yang belum beranjak pergi. Mereka semua kompak menggeleng sambil memberikan senyum yang menurut gue sok manis.
Damn it, i hate that.
“So, why are you still standing here ?” tanya gue dengan wajah yang serius.
Mereka pun akhirnya segera berbalik dan menyingkir menuju deretan bangku yang lain.
“Jahat banget sama fans.”
“Diem lo, Karet.” ucap gue yang membuat cewek itu menolehkan kepalanya ke arah gue dengan cepat.
“Nama gue Aretha, A-re-tha. Bukan Karet.” tegasnya dengan menekankan setiap suku katanya.
“Ya ya, Aretha. Ok, thanks for helping me.”
Aretha hanya mengangguk sekilas lalu saat melihat temannya datang, dia langsung melambaikan tangan memanggil temannya itu.
“Lo kok bisa duduk di sampingnya Dafa sih ?” bisik temannya yang masih bisa gue dengar.
“Nggak punya temen dia, makanya nyuruh gue duduk disini.”
“Jadi orang jangan suka boong, dosa ntar.” sahut gue begitu Aretha menyelesaikan perkataannya.
“Perasaan ada yang barusan boong, ke orang banyak lagi.” balas cewek itu yang kali ini hanya gue balas dengan decihan. Dan selanjutnya gue memilih untuk mengabaikan kedua cewek yang duduk di deretan bangku ini.
~~~~~~~~~~
“Eh eh tunggu, mau kemana lo ?” panggil Dafa saat aku hendak melangkahkan kaki.
“Pulang.”
“Tugas kita kan belom selesai, Karet. Sini bentar.” ucapnya lagi yang membuatku mendesah karena mau tak mau harus menuruti perintah orang itu.
“Gue udah ngerangkum buku lain. Sisanya lo yang bikin, tinggal susun.” perintah Dafa yang membuatku menganga.
“Terus lo ngapain ?”
“Kan gue udah ngelengkapin materi.”
“Gue ngerjain sendirian dan lo nggak ngebantuin sama sekali gitu ?” balasku dengan nada yang naik satu oktaf karena jengkel.
Astaga, andai saja para penggemarnya mengetahui sikap cowok ini yang sungguh menyebalkan. Apa mereka masih mau mengagumi cowok seperti ini.
“Tinggal nyusun doang, Karet.” sahutnya santai yang membuatku semakin jengkel.
“Nggak bisa, pokoknya lo kudu bantuin gue.” bantahku sengit.
“Ck, ya udah. Ntar gue yang ngedit, deh. Mau ngerjain dimana ?”
“Besok Sabtu di Double R Cafe, jam 10 pagi. Jangan telat.” ucapku mengakhiri pembicaraan lalu segera berdiri dan berjalan meninggalkan Dafa.
~~~~~~~~~~
Jam tangan di pergelangan kiriku sudah menunjukkan pukul sebelas. Sudah tak terhitung aku mengumpat di dalam hati karena senior menjengkelkan itu yang belum juga datang.
Kalau dipikir pikir, kenapa aku bodoh sekali ya tidak meminta kontaknya.
Ck, kalau sudah begini mau bagaimana lagi. Ya sudahlah, aku lanjutkan saja dulu pekerjaanku.
Suara lonceng berbunyi, menandakan ada tamu yang datang. Lagi lagi aku mendongakkan kepala untuk melihat siapa tamu yang baru memasuki kafe ini.
Aku langsung mendesah lega sekaligus jengkel begitu melihat Dafa yang sekarang berjalan mendekat menuju mejaku.
“Lo masih nyusun paper nya kan ?” tanyanya santai dengan posisi berdiri.
“Ya, udah mau selesai saking lamanya nunggu lo.” balasku sengit.
Lalu tindakan Dafa selanjutnya membuatku refleks menahan napas. Dia membungkuk begitu dekat di sampingku untuk melihat layar laptop yang sedang menampilkan tugas kami.
“Ya elah, kan kemarin gue udah bilang jangan suka boong. Masih separo juga.” ucapnya seraya kembali menegakkan badan.
“Kerjain dulu, kalo udah selesai panggil gue. Gue mau baca buku.” kata Dafa yang kemudian segera berbalik dan berjalan menuju rak-rak berisi buku yang memang disediakan oleh cafe ini.
Astaga, ucapan Flora mengenai aku yang hoki karena sekelompok dengan Dafa benar-benar salah besar. Hoki apanya, jika orang itu malah menyuruhku untuk menyusun semua tugas kami.
Akhirnya, aku pun kembali mengerjakan paper meski masih merasa dongkol.
Tepat satu jam kemudian, aku selesai mengerjakan tugas dari Mr.Taylor. Aku meregangkan tubuhku yang terasa kaku karena terus membungkuk menghadap laptop. Setelah merasa rileks, aku segera berdiri dan mencari keberadaan Dafa untuk mengedit tugas kami.
Aku berjalan menelusuri rak-rak buku, mengelilingi lorong-lorong yang ada. Namun, setelahnya aku mengernyit bingung karena tidak menemukan keberadaan Dafa.
Aku mulai mengumpat lagi.
Kemana cowok itu pergi ? Sepertinya tidak mungkin jika dia pergi keluar dari cafe. Aku pasti melihatnya.
Aku sudah hampir berbalik lagi untuk mengedit tugas, namun pandanganku berhenti pada sepasang kaki yang tampak menjulur di belakang rak pojok kanan.
Dengan langkah pelan, aku berjalan mendekati sudut ruangan tersebut. Lalu setelah berada di balik rak, aku berdecak kagum tak percaya melihat pemandangan yang tersaji.
Dafa tertidur dengan sebuah buku yang menutupi wajahnya.
Ckck, aku menggeleng takjub. Bagaimana bisa dia tidur di tempat seramai ini.
Aku mendekatinya dan mulai menepuk-nepuk lengan pria itu. Untung saja, sepertinya Dafa tipe orang yang mudah dibangunkan, dilihat dari tubuhnya yang langsung bereaksi terbangun.
Dengan sigap aku langsung mengambil buku yang tadi menutupi wajah Dafa ketika buku itu bergerak turun karena pergerakan seniorku. Dafa yang baru terbangun masih tampak mengantuk dan mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mengusir kantuk.
“Cepetan edit sana.” ucapku saat melihat Dafa yang terlihat enggan untuk beranjak dari kursi.
Dia pun mengangguk dengan ogah-ogahan dan berdiri. Aku yang berada di belakang pria itu mulai mengikuti langkahnya saat dia sudah mulai berjalan.
Begitu sampai di meja, dia langsung duduk di hadapan laptop. Dafa tampak begitu santai dan cekatan di saat yang bersamaan. Mungkin karena dia sudah terbiasa mengerjakan tugas seperti ini, mengingat dia adalah senior 3 tahun di atasku.
Sembari menunggu Dafa mengedit, aku mengambil minumanku yang ada di atas meja dan menenggaknya sampai habis. Setelahnya, aku menyandarkan diri di sandaran kursi dan memejamkan mata sejenak.
Suara ketikan dari laptop masih terdengar, menandakan Dafa yang masih setia melakukan pengeditannya. Aku membuka mata dan masih dengan posisi yang sama aku memandangi orang yang ada dihadapanku itu.
Dafa tampak serius. Yah, kalau diam seperti itu, dia tidak nampak menyebalkan. Wajahnya yang mau tak mau harus aku akui ganteng itu semakin menarik.
Wajar saja, kalau banyak mahasiswi yang naksir dengan Dafa. Wajah asianya pasti menambah nilai plus bagi pria itu karena tidak banyak mahasiswa asia dengan tampang ok seperti Dafa. Dia mampu bersaing dengan para mahasiswa berdarah barat lainnya.
“Nggak usah ngiler gitu ngelihatin gue, Karet.” ucap Dafa yang membuatku gelagapan dan refleks memeriksa daerah sekitar mulutku.
Dafa terkekeh dan saat itu juga aku tahu jika dia menjahiliku.
“Sialan, lo.” ucapku sambil melemparkan tissu yang sudah pasti tidak akan sampai mengenainya.
“Udah nih. Coba cek.” kata Dafa sambil menghadapkan laptop ke arahku. Aku segera membungkuk dan mengscroll halaman per halaman untuk mengecek.
Aku mengangguk puas saat sudah selesai memeriksa keseluruhan.
“Jago juga lo ngeditnya.” pujiku yang hanya dibalas dengan gerakan alis Dafa yang naik turun.
“Lo yang nyetak tugasnya. Gue mau balik, kasian dua anoa gue di apart pasti udah nungguin.” ucap Dafa tanpa memberikan kesempatan bagiku untuk membalasnya.
Sepertinya dia jago sekali membuatku kaget sampe ternganga.
Aku mendesah lesu lalu dengan cepat membereskan barang-barangku dan memasukkannya ke dalam tas. Setelah beres, aku langsung berdiri dan berjalan menuju kasir untuk membayar.
“Your bill has been paid, Miss.” ucap sang kasir yang membuatku mengernyit bingung. Pasalnya, aku ingat betul kalau aku belum membayarnya.
“Your friend who paid it earlier, Miss.” tambah sang kasir seolah mengerti kebingunganku.
Dafa ?
“Oh ok then, thankyou.”
“You are welcome, Miss.” sahut sang kasir sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya sekilas lalu segera berbalik dan keluar dari kafe itu.
Untuk apa Dafa membayar pesananku ? Mungkin dia merasa bersalah karena terlambat atau karena apa ya ?
Ah ya sudahlah, yang penting aku untung karena tidak usah mengeluarkan uang.
Kebingunganku masih belum hilang, namun tindakan Dafa barusan tak ayal membuat senyum kecil muncul dibibirku.
Ah sial, kalau begini, sikap menyebalkannya jadi berkurang, kan.
~~~~~~~~~~