Bab 1 Pertemuan Pertama

1137 Kata
"Namaku Sutejo Ji. Dan aku datang untuk membunuhmu." Kalimat itu keluar dari bibir merah tipis dan seksi seorang pria berambut hitam panjang, sangat rapi dan seksi. Suaranya sangat merdu dan dalam, tapi tidak ada perasaan di sana. Sangat dingin dan datar seperti ekspresinya. Sebuah kacamata tebal menghiasi wajah tampannya. Hidungnya mancung dan sangat indah bagaikan sebuah pahatan maha karya seni tinggi. Saat ini terjadi, suasana sudah semakin larut. Keadaan di tempat ini nyaris gelap tak ada cahaya, kecuali beberapa lampu mobil yang lewat dari celah-celah samping bangunan, tampak memberikan siluet cahaya yang berlalu begitu cepat. Pria tampan berkacamata tebal ini berbalut dalam sebuah mantel hitam panjang, berdiri angkuh dan mendominasi pada sesosok tubuh meringkuk menyedihkan di dekat sebuah tempat sampah besar. Bau busuk di sana sangat menusuk hidung, tapi pria yang berdiri ini sama sekali tidak terlihat terusik sedikit pun dengan baunya, mata hitam gelapnya fokus pada target di depannya. Sebuah pistol dengan sebuah peredam di ujungnya mengarah pada seorang pria tua mabuk berbalut jas emerald metalik di jalanan beraspal kasar. Pria tua itu tampak kehilangan kata-kata, panik dalam keadaaan mabuk dengan wajah memerah. Kedua tangannya mencoba meraih sisi tempat sampah besar di sisinya, tapi keseimbangannya yang terganggu akibat mabuk, membuatnya susah untuk berdiri di kedua kakinya. Keheningan aneh di sebuah belakang gedung ini tampak menakutkan dengan suara ribut yang dibuat olehnya. “Tu-tunggu! Siapa yang menyuruhmu? Aku bayar 2 kali lipat!” serunya dengan suara takut dan tercekat, tidak fokus dengan apa yang dilakukannya. Berkali-kali jatuh dan tidak bisa mengendalikan diri, tapi paham bahwa dirinya sudah berada di depan maut. Sulit untuk menghindarinya. Namun, pria yang memegang pistol itu terlihat tidak ingin berkompromi apapun, dan dengan tanpa belas kasihan di wajah datar tampannya, peluru segera melesat keluar dari ujung peredam itu, menembusi jas mewah sang pria tua yang mabuk. Seketika suasana di tempat itu jatuh dalam keheningan yang aneh. KLANG! Sebuah suara kaleng ditendang. Kepala pria berkacamata ini segera menoleh ke kanan, melihat seorang wanita yang berdiri di sana dalam balutan dres putih, menatapnya dalam diam. Tangan pria ini masih mengarah pada tubuh di bawah sana, memperlihatkan sebuah benda hitam dan panjang tergenggam di tangannya, penuh aura berbahaya dan membuat hati ciut. Selama beberapa detik, kedua sosok manusia ini saling pandang. Lalu, wanita yang berdiri di seberang sana mulai membuat ekspresi aneh, tertawa dengan wajah mabuknya. “Ah! Aku tahu! Aku tahu apa ini! Kau pasti penagih hutang, kan?” Dengan langkah gontai dan sempoyongan, dia maju ke depan menuju sang pria, tangan kanan terangkat di udara dengan telunjuk seolah-olah tengah ingin memberi ceramah padanya. “Hei, tuan penagih hutang! Aku tahu kau ini juga bekerja sangat keras, tapi jangan begitu kejam kepada kami!” Perempuan bernama Elena ini meraih kedua sisi kerah Sutejo dan menariknya, mendekatkan wajahnya hingga wajah memerahnya terlihat jelas oleh sang pria akibat sinar lampu mobil yang lewat. “Kami juga akan bayar, kok! Kau pikir, kami ini tidak bekerja keras juga? Kami bekerja sangat, sangaaaat keras mencari uang demi membayar hutang sialan itu! Nah, baik-baiklah pada kami!” Kedua tangan Elena mengusap-usap kedua sisi kerah mantel sang pria, seperti sedang menepis debu di sana, bau alkohol menyeruak dari mulut kecilnya yang merah memikat, tapi pria di depannya tampak tidak tertarik sama sekali dengan visual manis dan menggemaskan wanita itu, malah terlihat menahan amarah di mata gelapnya mendengar ucapan Elena berikutnya. “Kita ini sama-sama bekerja keras. Bekerja keras itu tidak mudah, bisa membuat punggung dan pinggangmu encok!” Dengan tawa dan senyum bodohnya, Elena meraih kedua pipi sang pria, memaksanya saling tatap. “Kau tampan, jangan berbuat buruk, oke? Nanti semua wanita lari darimu!” ucapnya dengan nada goyah, lalu tersenyum bego dengan wajah mabuknya, melepas kedua tangannya, dan berbalik memunggungi sang pria, satu tangan melambai di udara. “Hiduplah jadi orang baik! Maka hal-hal baik pasti akan datang padamu juga!’ BLAM. Pintu tertutup. Pria yang memegang senjata ini, memerhatikan gerak-gerik Elena sampai masuk ke dalam gedung, lalu rahangnya mengeras, bola mata hitamnya juga mengeras tanpa perasaan. Segera, senjata diatur sedemikian rupa, disembunyikan di balik mantelnya, lalu melangkah menuju pintu tersebut meninggalkan tubuh yang baru saja dihabisinya. Begitu pintu dibuka, suara hentakan musik dari DJ bermain dengan sangat keras memekakkan telinga, pintu di belakang Sutejo tertutup otomatis. Mata hitam di balik kacamata tebalnya mengawasi lorong panjang menuju lantai dansa itu. Musik penuh energi mengalir di udara, naik-turun dengan irama yang menggoda hati untuk meliukkan badan, tapi pria bermantel hitam ini sangat dingin dan tenang. Tidak menunjukkan ketertarikan apapun seperti saat Elena tadi mendekatinya. Kaki panjangnya mulai melangkah menyusuri lorong tersebut, wajah sangat serius dan waspada, matanya mengerling ke beberapa sudut ruangan sementara di depan sana, beberapa kumpulan orang sibuk melompat dan menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama musik yang semakin membahana mengisi seluruh ruangan yang ada. Tangan Sutejo perlahan membuka beberapa pintu di lorong itu, memeriksa keberadaan Elena, tapi hanya beberapa pria-pria busuk saja yang ditemani oleh beberapa wanita m u r a h a n sembari minum sampai mabuk dan terlihat konyol. Ada kebencian dan rasa jijik melintas di mata pria tampan ini, lalu berlalu menuju lantai dansa utama itu, masih mencari-cari keberadaan Elena. Sosok kecil itu sangat mudah ditemukan di lautan manusia ini. Itu karena pakaian yang dipakainya lebih cocok untuk pergi ke sebuah pesta formal daripada ke sebuah klub malam meriah seperti ini. Tidak lama ia mencari, dari jauh, di depannya, terlihat Elena memutar tubuhnya sambil tertawa bodoh bersama seorang pria. Sutejo berjalan membelah kerumunan yang sibuk berdansa dengan sangat kasar, wajah menunduk menggelap dengan sorot mata ingin membunuh, tangan sudah berada di balik mantel, siap untuk menembak wanita itu meski di dalam kerumunan sekali pun. Elena yang tidak tahu bahaya sedang datang padanya, masih sibuk menggoyangkan tubuhnya dan tertawa-tawa bodoh, gerakannya sangat konyol dan norak, tapi wajahnya sangat bahagia. Seorang pria mencecokinya segelas minuman, dan meski Elena menolaknya, pria itu terus memaksanya untuk minum. Sutejo melihat semuanya, jelas tidak peduli. Untungnya, seorang wanita berpenampilan galak dan dewasa muncul dan memarahi pria yang sepertinya hendak berniat buruk pada wanita bergaun putih itu. Musik terus menghentak, meredam semua suara-suara di lantai dansa. Kerumunan orang-orang semakin menggila, membuat Sutejo terdorong dan bergeser menjauh dari tujuannya. Ketika seorang pengunjung menutupi sekilas pandangannya, sosok Elena sudah menghilang dari tempatnya. Sutejo memasang tampang marah, sorot mata lebih keras dari sebelumnya, tapi pembawaannya masih tenang. Benar-benar khas seorang pembunuh profesional. Pria ini langsung dengan cepat menggeser kerumunan yang hendak menghalangi jalannya lagi, tapi begitu sampai ditujuan, sosok yang dicarinya sudah menghilang bagaikan ditelan bumi. Kepalanya ditolehkan ke segala arah, tapi tidak terlihat di mana pun. Senjata di balik mantelnya kini diubah ke mode aman dan bergegas meninggalkan tempat itu. ----------------- STATUS: HIATUS TANPA BATAS WAKTU YANG TAK DIKETAHUI DEMI ALASAN KESEHATAN AUTHOR. TAPI, AKAN DIUSAHAKAN GRATIS SAMPAI TAMAT JIKA KEMBALI UPDATE. MOHON MAAF BAGI YANG SUDAH MENUNGGU LAMA. AKAN UPDATE SESEKALI JIKA MEMANG ADA KESEMPATAN. ==========================

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN