**
***
Jika kalian mengetahui Ted Bundy pembunuh berantai di tahun 1970-an yang paling banyak di cari FBI di AS karena telah membunuh sekitar 30 wanita hanya untuk kesenangannya saja, anggaplah aku ini adalah sebelas dua belas dengannya. Bahkan aku bisa menggesernya dari sejarah criminal dunia. Dan bukankah aku lebih baik darinya, setidaknya aku memilih siapa saja wanita yang habis di tanganku, jalang para pelakor menjijikan. Kalian harus berterimakasih padaku, karena aku bisa saja membunuh satu wanita yang mungkin saja nanti bisa menjadi selingkuhan suami atau kekasihmu.
“Sstt… Kenapa sudah larut begini dia masih belum sampai rumah?”
Kulihat dari teropong pengintaiku, kamarnya masih sepi bahkan lampunya mati. Perhatianku kemudian kuarahkan pada Ayahnya yang menampilkan wajah cemasnya, berdiri didepan gerbang rumah tak bisa diam, berjalan bulak balik, memainkan handphonenya kemudian diarahkannya ke telinganya seperti mencoba menghubungi seseorang, matanya awas melihat jalanan rumahnya.
Aku sampai pada kesimpulan Pak George menunggu Ill yang belum juga pulang dan masih coba ia hubungi kini.
Aku harus keluar untuk mencarinya. Terpikir olehku bagaimana jika Ill juga ternyata sedang berada di hotel dan bersama pria beristri seperti para korban-korbanku.
Bukankah itu akan jadi jack pot untukku malam ini?
Tapi itu sungguh tak mungkin terjadi. Tak mungkin ia sampai melenceng dan melakukan hal hina seperti itu. Untuk mampir ke pergi club malam atau berkencanpun, ia tak begitu tertarik. Ill bahkan menolak beberapa pria yang mencoba mendekatinya dalam satu bulan ini. Dari hasil pemantauanku kemungkinan bahwa ia tak bisa memiliki kekasih dalam satu tahun kedepan, jika Ill hanya terus di sibukan mengurusi idolanya Si BANGTAN BOYS itu.
Tanpa pikir panjang, aku langsung memakai masker dan topiku hitamku. Berjalan lewat pintu belakang. Jalanan memang sudah sepi, ini sudah pukul 11.02 malam, minggu lalu adalah korban ke 21-ku karenanya warga sekitar menjadi lebih ketakutan dan memilih untuk tetap tinggal di jam-jam malam seperti ini.
“Ah!”
“Aahhhh lepasss…Kalian b******n! Lepasiin aku!”
“Shut the F*ck upppp!! b***h!”
“b***h? Aku bukan bitc-”
Plakkkk
“Aww… Aku bakal-”
“DIEM! atau gue sayat wajah mulus lo!!”
Kudengar pembicaraan yang tak biasa itu di ujung gang jalan. Naluriku membuatku mengikuti suara itu, dan apa yang kulihat disana adalah seorang wanita tengah di ikat duduk membelakangiku dan bajunya sedang di buka paksa oleh dua orang pria. Keduanya memegang botol miras yang hampir habis ditangannya.
‘Mereka k*****t yang mabuk’
Batinku
Plakkk
Tamparan keras mendarat di wajah wanita itu, hasilnya wanita malang itu terjatuh bersama kursi yang terikat pada tubuhnya dan sudah tak sadarkan diri kini. Tubuhnya jadi terkulai lemas tak bersuara ataupun memberontak lagi.
Salah satu pria itu mencoba mengangkat tubuh wanita itu, membuatnya terduduk kembali, tapi kini ia merubah arah duduknya berbeda dari posisi awal tadi sampai wanita terkena sedikit cahaya jadi aku bisa sedikit melihat wajahnya.
“Ill…”
Wanita itu adalah Illana Kim.
Tanganku reflex mengepal. Kakiku langsung berlari cepat menghampiri mereka, siap mengahajar para k*****t itu. tak ragu untuk ku layangkan tinjuku di wajah mereka.
“Siapa-“
“Akhhh!!!”
Bukkkk
Bukk
Bukkkkkk
Kulayangkan banyak pukulan, tendangan, hingga bantingan. Tak butuh waktu lama dan cukup cepat kuhabisi mereka, sampai dua tikus itu kini habis tersungkur sudah di tanah.
“Ampunn...”
“Akh!!!!”
Pekik satu dari dua b******n itu, kesakitan mungkin, karena kini sedang ku injakan kakiku di wajahnya.
“Uhukkk.. Am- ammpun bang!!”
Teman dari pria yang kini sedang kuinjaki wajahnya sudah memuntahkan darahnya menggusur tubuhnya mudur menjauh dariku, jelas sekali kalau dirinya ketakutan setelah kupukuli habis tadi di perutnya. Kutatap manusia yang sedang ketakutan itu lalu kutempelkan wajah menjijikannya di otakku untuk menerima pembalasan dariku nanti.
“Beraninya anj*ng kaya lo sentuh calon ibu dari anak gue, hah?’’
Bisikku ditelinga pria yang kutahu bahwa dia lah pemilik tangan yang telah menampar keras wajah cantik Ill.
“Ampun... lepasin kitaa...”
Mereka memohonkan ampun dariku.
“Ampun bang ampun!!”
Perhatianku kini tertuju pada Ill yang kulihat tengah pingsan tak berdaya. Wajahnya memar dan beberapa luka di kakinya, karena mungkin ia sempat berusaha melarikan diri sebelumnya. Bahkan ia sudah tak beralaskan sepatunya sekarang ini.
Tahu aku sedang lengah karena fokusku kini hanya tertuju pada Ill, mereka jelas harus memanfaatkan situasi ini. Keduanya langsung bangun dan berusaha berlari kencang meski sambil terpincang-pincang.
Untuk sekarang mereka memang bisa pergi dariku, tapi kupastikan itu tak akan lama. Setelah ini aku akan membalas apa yang telah mereka lakukan pada Ill.
Tak ingin membiarkannya tergelatak di tanah dingin lebih lama, segera kuangkat tubuh Ill dan membawanya pulang kerumahnya.
Kutatapi wajahnya, matanya yang terpejam, wajah cantiknya jadi terluka seperti itu. Hingga jadilah emosiku kini mulai mendidih dan mungkin sudah membakar diri ini
‘Aku akan membalas mereka untukmu baby..’
Jika kalian pikir psikopat tidak memiliki empati sama sekali, kalian harus sedikit tahu soal diriku. Empatiku memang tak bereaksi pada sesuatu yang harus di kasihani atau karena keadaan yang tak adil dan menyedihkan. Tapi empatiku bisa muncul dan hidup begitu saja, ketika aku sangat menginginkan sesuatu. Termasuk dalam keadaan seperti sekarang ini, aku sangat inginkan Ill untuk menjadi wanitaku tapi ia malah dilukai oleh anj*ng-anj*ng itu, jelas mereka harus mendapat balasan dariku kerena ulah mereka yang telah lancang menyentuh milikku.
….
Sampai.
“Ill… Ada apa? Apa yang terjadi dengannya??”
Tanya ayah Ill sambil berteriak histeris, saat melihat tubuh anaknya yang sedang ku pangku dalam kondisi yang sedikit mengenaskan kini.
Kubuka maskerku lebih dulu sebelum menyapa ayah dari wanita yang akan kujadikan istriku ini.
“Selamat malam Pak, saya Boy Julian Park tetangga anda, anak bapak tadi tergeletak di ujung gang selagi saya lewat”
“O-ohoo.. bagaimana ini..oh anakuuu..Ill bangun nak”
“Nak bisa bantu bawa Ill kedalam”
Pintanya padaku. Aku akhirnya membawanya masuk kedalam rumahnya.
……
Aku berkata pada ayah Ill kalau aku ini seorang dokter, jadi aku langsung mengobati semua luka Ill. Untuk pertama kalinya malam ini aku bisa memasuki rumah calon ibu dari anakku. meski aku sudah tahu setiap sudut ruangan di rumah ini dari pantauan yang kulakukan, tetap saja hari ini menjadi hari pertama, aku bahkan bisa memasuki kamar calon wanitaku.
“Iakan bangun sebentar lagi, kalau begitu saya permisi”
Pamitku pada Ayah Ill.
“Terimakasih banyak dokter... Sekali lagi terimakasih sudah menyelamatkan anakku, aku sudah takut kalau pembunuh berantai itu mungkin telah mengahabisi Ill tadi”
Ucapnya.
“itu tak akan terjadi dan anak anda pasti akan baik-baik saja”
Ucapku.
‘Benar itu kupastikan tak akan terjadi, karena si pembunuh berantai itu akan menikahi anakmu Pak’
Batinku.
“sekali lagi terimakasih, terimakasih banyak”
Ayah Ill tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih padaku sampai di depan gerbang rumahnya. Akhirnya aku pergi dan benar-benar sudah jauh dari rumah Ill.
Dan yang harus kulakukan kini adalah menyingkirkan dua k*****t yang berani menyentuh wanitaku tadi. Dalam kepalaku semua kemungkinan tergambar jelas. Memiliki IQ 170, aku mencetak rekor yang lebih tinggi dari pada Einstain yang hanya 160. Hanya satu orang yang sama sepertiku soal ini, dia adalah Rodney Alcala yang juga seorang pembunuh berdarah dingin asal AS. Mungkin karena kegeniusanku inilah, aku bisa menjadi seorang pembunuh berantai pula yang tak pernah terungkap pada dunia. Memiliki kecerdasan seperti itu memudahkanku untuk melakukan semua pembunuhan itu dengan rapi.
Dengan kemampuan analisaku yang diatas rata-rata, kini bahkan sudah bisa kuterka dengan jelas dimana dua manusia itu kini berada. Aku membantingnya satu pria tadi hingga mengalami pendarahan di sisi kiri kepalanya, ku pukul pula dengan balok kayu bahu kanannya sampai berdarah-darah.
Mereka akan pergi ke UGD atau jika tak sempat apotik 24 jam terdekat. Tapi untuk sampai ke UGD rumah sakit akan sangat tak mungkin butuh 20 menit bagi mereka sampai di sana, jadi mungkin mereka akan pergi ke apotik terdekat di utara jalan ini. Aku mulai menelusuri jalanan yang kutebak tadi sempat dilewati dua k*****t itu.
“Cih.. dasar k*****t berotak anj*ng”
Mereka meninggalkan jejak, tetesan darahnya berceceran kulihat di sepanjang jalan, dan itu memudahkanku untuk menemukan mangsaku. Dan benar dugaanku, jejak mereka berhenti di salah satu apotik. Aku masuk kedalamnya.
Sebelum itu ku siapkan lencana polisi palsu di dompetku yang kumiliki sejak tahun lalu, dan ini sangat membantuku. Tak ada satupun yang pernah menaruh curiga dan hanya langsung saja percaya padaku yang selalu menyamar sebagai polisi detektif untuk mencari informasi seperti sekarang ini.
“Selamat malam, saya detektif yang sedang bertugas sedang mencari buron di sekitar sini... saya harap anda bisa bekerja sama dengan memberi informasi yang mungkin akan sangat berguna dalam pencarian malam ini”
Basa-basiku.
“Ah iya ba-.. baik Pak”
Sedikit ketakutan dirinya, namun bagus, karena dengan begitu ia bisa memberikan semua informasi lengkapnya padaku.
“Apa tadi apa ada dua orang yang membeli obat kesini dengan luka-luka?”
Tanyaku, dan apoteker yang bertugas langsung bereaksi.
“Oh-ooh iya tadi, tadi sekitar 20 menita yang lalu mereka kesini, membeli antibiotic, alcohol dan beberapa obat lainnya untuk menutup luka..”
Cerita laki-laki muda itu.
Aku melihat jalanan sekitar memperkirakan kemana mereka pergi. Dan kulihat cctv yang terpasang di depan, itu mengarah pada persimpangan di kedua ujung jalan.
“Cctv itu berfungsi?”
“Berfungsi, dan yang di sebelah kiri juga berfungsi”
“Baguslah, boleh saya periksa?”
Tanyaku, dan ia langsung menunjukan latar monitor yang beruntungnya bisa memantau jalanan dari banyak sudut.
“Ah, itu mereka..”
Ucapnya, benar kulihat dua orang terpincang-pincang tengah memasuki bangunan konstruksi yang masih belum rampung.
“Baik, terimakasih”
Ucapku langsung pergi menemui mereka.
Sampai ditempat yang sama dengan mereka tuju. Kulihat mereka sedang duduk mengobati luka masing-masing, wajahnya sesekali meringis. Aku kemudian mendekat, sambil memasang sarung tanganku.
Ssstttttt
Suara gelasan tajamku yang ku tarik cepat dari penggulungnya.
“oohh... Dia- dia yang tad-…”
“Kalian sedang melihat hantu hmm? Ahhh… Tapi sayangnya malam ini aku bukan hantu, tapi...”
Aku berjongkok di hadapan mereka. Satu dari dua pria babak belur ini berusaha mejauh mundur menggusur pantatnya, jelas ingin melarikan diri dariku.
Tapi kali ini aku tak memiliki niatan untuk melepaskan mereka, jadi kupegangi kakinya. Dan kutatap tajam mata yang kini tengah bergetar hebat karena ketakutan.
Kutarik kakinya yang sempat akan ia niatkan di pakai untuk berlari itu, hingga dia kini jadi benar-benar berada dekat di hadapanku.
“Aku malam ini adalah...
“Malaikat maut….”
Bisikku tepat di telinganya. Tak mengulur waktu lagi dan… Sssssstttttttttt
“Aa!”
…
********
9.30 pagi
“Hahh”
Trak trak
Suara leherku saat kupatahkan ke kanan dan ke kiri.
“Gara-gara k*****t itu, aku jadi harus bangun telat seperti ini...”
Kunyalakan televisiku untuk melihat berita hari ini.
‘.... Breaking news, pagi ini di temukan kembali dua mayat di sekitar area konstruksi dengan-“
Tok tok tok
Suara pintu rumahku yang sedang di ketuk itu membuatku harus mengambil jeda untuk menyaksikan berita pagi ini.
Kubawa kakiku kini melangkah ke arah pintu dan kubuka itu.
“Selamat pagi, kami dari kepolisian setempat ingin bertanya sesuatu soal kejadian tadi malam”
Itu adalah seorang detektif. Kulihat di sebrangpun, Ill sudah bangun dan tengah sama ditanyai oleh seorang polisi. Aku bertemu mata dengannya.
Sepertinya ia sudah lebih baik. Seperti dugaanku dia memang wanita kuat.
“Tentu”
Akhirnya aku menceritakan semua semua, tentunya tak ada yang benar. Aku hanya mengatakan alibiku saja, itu adalah tentang pembuhan dua anj*ng yang hampir melukai Ill semalam.
‘Mereka cepat juga bergerak’
Batinku,
Tapi seperti biasanya aku bisa menangani itu, mereka tak menaruh curiga padaku, mereka hanya menemukan luka cakar Ill di salah satu pria yang terbunuh, hasilnya mereka tahu Ill bersama mereka semalam dari DNAnya. Hingga mereka menemui Ill dan tentunya Ill menceritakan pada polisi bahwa semalam ia hampir menjadi korban pemerkosaan dari dua korban pembunuhan itu.
Merekap un hanya menanyaiku, bagaimana aku menemukan Ill semalam. Aku mengatakan alasanku, berbohong pada mereka, percayalah psikopat sepertiku ini sangat lihai dalam memanipulasi keadaan, sampai mereka tak bisa bertanya lebih lanjut dan kini sudah pergi dari rumahku.
Waktu menunjukan pukul 10 lewat kini, dan aku baru akan menuju klinikku. Aku kemudian berjalan keluar pintu. Dan tebak siapa yang sudah berdiri di hadapanku.
“Hay..”
Sapanya, dengan senyum canggung di bibir merah yang di olesi lip balm ceri favoritnya.
“Ehm, Sudah baikan? Aku pikir kamu akan butuh lebih banyak istirahat sekarang”
Kataku pada Ill yang sepertinya sudah benar-benar baik-baik saja. Aku pikir ia akan mengalami trauma atau syok seperti kebanyakan wanita setelah hampir saja akan di lecehkan pria jahat semalam.
“Aku.. Udah baikan kok... berkat dokter”
Ucapnya sambil ternyum malu-malu padaku.
“Aku mau bilang makasih banyak, udah selametin aku semalem”
Ucapnya sambil mengetuk-ngetukan ujung sandalnya ke tanah.
“Hmm, sejujurnya bukan saya yang selamatin kamu, kebetulan saya cuma gendong kamu dari ujung gang sampai depan rumah kamu”
“Tapi tetep aja, makasih banyak... Aku jadi bisa pulang dan kata ayah dokter juga udah obatin aku”
”No problem”
Kupikir itu akan menyudahi pembicaraanku dengannya, tapi ia masih disana. berdiri betah menatapku.
“Ada lagi?”
“Ah, itu- ehmm.. dokter bisa datang ke kafe di ujung jalan sana, ini voucher khusus dariku... jadi dokter bisa minum di sana gratis untuk 10 kali pemesanan”
Ucapnya sambil memberikanku voucher gratis itu. Kuterima itu,
“Okey... Ada lagi?”
“Udah..”
Aku langsung saja melangkah berjalan meninggalkannya yang masih berdiri di depan rumahku. Ku intip dirinya dari ujung mataku, ia terlihat malah sedang menggoyang-goyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, sesekali kakinya juga mengetuk-ngetuk tanah, wajahnya jadi merona saat ini.
Seketika terlintas di kepalaku, mungkin ini adalah kesempatanku untuk menarik perhatiannya.
Aku jalan berbalik menuju ke arahnya. Cepat bagai kilat tanganku meraih wajahnya.
Hingga ia jadi menatapku bulat-bulat, jelas tengah kaget dengan diriku yang mendadak berada di dekatnya.
“Ehm, dokter... Ad- ada apa?”
Ukuran wajahnya sangat kecil di tanganku. Dalam diam dan jarak sudah kuhapuskan, dapat kulihat dengan jelas dan seksama bagaimana garis wajahnya yang sempurna itu saat ini.
“Wajahmu... biar aku obati, datanglah ke klinik milikku nanti”
Ucapku sambil kuraih tangannya dan kuletakan kartu namaku di sana.
“O-oh, baik dok”
“Ehmm... dokter Boy... Julian... Park”
Ia membaca nama yang tertera di kartu namaku.
“Ehm, baiklah illana Kim... Aku pergi dulu”
Tutupku lalu berbalik dan kembali melangkah, pergi meninggalkannya.
….