Bab 6 : Ayla ke Malang

1041 Kata
Hari adalah hari dimana Maya--Ibu Ayla akan menjalani operasi. Operasi akan dilakukan kurang lebih tiga hingga empat jam lamanya. Maya dan pendonor sudah masuk ruangan sejak 5 menit yang lalu. Sedangkan Ayla, ia menunggu di kursi tunggu depan kamar operasi sendiri. Tak lama, dokter berjalan memasuki ruang operasi. Ayla hanya bisa berdoa supaya operasi yang dijalani ibunya dapat berjalan lancar tanpa suatu halangan. Di dunia ini Ayla sudah tak memiliki siapapun lagi, hanya ibunya yang ia miliki. Bapaknya sudah tiada sejak dia kelas 2 SD. Dan sebenarnya Ibunya memiliki adik. Namanya Mirna. Tapi sejak ia menjadi TKW dan malah kecantol orang Malaysia, Mirna tak pernah menelefon untuk sekedar menanyakan kabar kakak nya itu. Sejak kemarin ia tak mengambil cucian laundry dulu dan tadi pagi ia izin tidak masuk kerja di cafe dulu. Setelah, Ayla menyetujui pernikahan itu malamnya Ita dan Arya langsung datang ke rumah sakit untuk melunasi segala tanggungan, seperti biaya operasi dan juga biaya rawat inap Maya. "Udah lama, Dek?" mendengar suara dari samping kanan nya Ayla segera menoleh. Didapatinya Ita yang tengah tersenyum menatap nya. "Lumayan, Bu." Ayla menengadahkan pandangannya merasa ada orang lain yang datang bersama Ita. Dan benar saja, Satria berdiri di seberang Ita dan Ayla yang tengah duduk, dengan kemeja warna putih ditekuk sampai siku dan ditambah celana bahan warna hitam. Mereka saling menatap dengan raut wajah datar. Sebelum akhirnya Ayla memutuskan kontak mata itu. "Udah makan belum?" Ayla menggeleng dengan senyum samar. Memang tadi siang ia tak sempat makan. "Yaudah, makan gih sama putra Ibu. Dia juga belum makan katanya. Waktu Ibu ajak kesini dia gerutu terus." ucap Ita dengan menatap sebal anaknya. Sedangkan Satria yang ditatap hanya mendengus sebal. "Eh nggak usah bu. Nanti saja." tolak Ayla halus. "Kok nggak usah, calon suami kamu laper lho. Masa kalo udah nikah suaminya lapar suruh ambilin, kamu bilang nya nanti aja. Ya nggak boleh gitu, Dek," mata Ayla membola pipi dan telinganya memerah karena malu. "Mas, ajakin gih calon istri kamu." tambahnya. Satria membuang nafas, "Ayo," tanpa menunggu jawaban Ayla, Satria melangkah pergi. **** "2 hari lagi, kamu ke Malang dulu. Nanti besoknya saya berangkat dengan Ayah dan Bunda." tutur Satria di bangku tunggu ruang inap Maya. Maya telah selesai menjalani operasi dengan lancar dan sekarang dipindahkan ke ruang inap. Untuk menjenguk masih harus satu persatu. "Kenapa saya tidak 3 hari sekalian bareng sama Mas dan Ibu Bapak?" tanya Ayla. "Kamu harus berbaur dulu dengan lingkungan disana. Supaya mereka kenal dengan kamu, masa tiba-tiba mengadakan pernikahan sedangkan tetangga belum tau siapa yang akan dinikahkan," "Loh terus, Mas kenapa nggak sekalian ikut bareng saya?" "Kamu mau kita serumah?" Ayla gelagapan mendengar penuturan itu, bukan itu yang ia maksud, "Maksudnya kenapa Mas nggak berbaur juga dengan tetangga?" "Mereka sudah kenal dengan saya. Biasanya saya kalo ada project di Malang tinggal disana." "Terus Ibu saya nanti siapa yang jagain?" Satria menghembuskan nafas kesal, "Kenapa banyak tanya sih? Nanti kalo Ibu kamu sudah sadar ya ikut bareng saya. Dan kalo belum, ART di rumah saya siap untuk menjaga Ibu kamu." ucap Satria jengkel. Ayla hanya bisa mengerucut kan bibir nya. **** Hari ini, hari setelah percakapan Satria dan Ayla, gadis itu tengah duduk menatap sang Ibu yang masih belum sadarkan diri. Tangannya menggenggam jemari Maya, tas besar sudah di letakkan di lantai dekat sofa. "Doakan semua lancar ya bu," Ayla menatap sendu wajah keriput Maya, "Maaf, kalo Ayla mau nikah nggak izin dulu sama ibu. Dan untuk nanti siang sampai besok maaf juga Ayla tidak bisa menemani Ibu di sini." lanjutnya diakhiri senyum nanar. Ceklek! "Assalamualaikum.." Ayla menoleh menatap ke arah pintu disana terlihat Ita baru saja menutup pintu. "Waalaikumsalam, Bu." "Sudah siap kan semuanya?" Ayla mengangguk. "Berangkat gih, calon suami kamu udah nunggu di luar." ucap Ita mengelus surai hitam Ayla. Ayla bangkit dari duduknya, "Tolong jaga Ibu saya, ya Bu." "Pasti." mendengar ucapan itu, Ayla mengangguk lagi. Gadis itu seperti tak rela meninggalkan Ibu nya. Tapi, ini adalah keputusannya, jadi apapun yang terjadi Ayla harus bertanggung jawab, dengan berat hati Ayla pergi meninggalkan Ita dan Maya. **** Disini lah Ayla sekarang, di kota Malang, kota yang belum pernah ia kunjungi. Dan sekarang Ayla tengah duduk di bangku tunggu Terminal Arjosari. Kata Satria, Ayla akan di jemput oleh teman pria itu dan nanti akan diantarkan sampai tujuan. 30 menit sudah gadis itu menunggu, akhirnya teman Satria datang. "Dengan Mbak Ayla, kan?" Ayla yang semulanya menatap sekitar pun mengalihkan atensi nya, "Eh? Iya. Mas Andre?" "Iya bener, yuk saya anter." Andre membungkuk kan tubuhnya meraih tas milik Ayla. "Eh biar saya aja Mas." pinta Ayla tak enak. "Udah nggak apa-apa." Andre segera berlalu dari sana meninggalkan Ayla. Kurang lebih 30 menit mereka menempuh perjalanan dari terminal ke rumah milik Satria, akhirnya mereka pun tiba. Ternyata setiba disana ada wanita diperkirakan berumur 45 tahun yang menunggu di depan pintu masuk. "Kenalin Mbak, ini Mbak Rini. Dan Mbak Rini, ini Ayla, calon istri Satria," ucap Andre memperkenalkan wanita itu. "Saya Mbak Rini asisten di rumah ini, Bu Ayla. Senang bisa bertemu dengan Bu Ayla." "Eh? Oh Iya, senang bisa bertemu juga Mbak Rini. Tolong jangan panggil Ibu ya, Mbak. Saya ini masih umur 20 an lho. Mas Andre juga jangan panggil Mbak, saya yang nggak enak." "Yaudah tak panggil Mbak saja ya, Mabk Ayla." "Iya," **** Setelah perkenalan di depan pintu tadi, Ayla dan Mbak Rini masuk ke dalam rumah. Sedangkan, Andre memilih untuk langsung pulang karena anak dan istri nya sudah menunggu. Mbak Rini membantu Ayla untuk membereskan baju-baju yang Ayla bawa, "Lho Mbak, ini bajunya siapa?" "Baju nya Pak Satria, Mbak." Mata Ayla melotot mendengar itu, "Lah kok? Terus kamar saya dimana?" "Kata Pak Satria, Mbak Ayla langsung tidur di kamar ini saja. Karena pernikahan kurang 2 hari lagi dari pada harus bolak-balik." Setelah selesai membereskan baju-baju milik Ayla, Mbak Rini pamit untuk pulang. Mbak Rini ini hanya bekerja dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore, dan untuk sabtu dan minggu libur. "Lho Mbak kok pulang? Saya sendiri dong disini, saya masih takut. Mbak nginap disini dulu aja ya," pinta Ayla yang sekarang sedang membujuk Mbak Rini agar mau menginap menemaninya. "Tapi saya nggak bawa baju. Nanti saya sehabis maghrib kesini lagi aja ya, Mbak." "Beneran?" "Iya Mbak." Akhirnya Ayla pun mengizinkan Mbak Rini untuk pulang. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN