Hari yang baru dan kamu ku tunggu
Ini adalah hari pertama dalam dalam kalender, bertepatan dengan saat awal proses masuk sekolah.
Aku sedikit kecewa karena Flow ternyata tidak lagi dapat bersama. Akibat pemberlakuan zonasi yang telah ditetapkan oleh dinas terkait.
Memasuki ruang kelas baru, Aku kali ini mencari posisi untuk duduk di tengah ruangan, karena hari masih pagi maka dengan mudah dapat memilih.
Ku keluarkan gawai dalam tas, mataku menatap memandang foto profil Senja, pria yang beberapa hari in membuatku galau tingkat dewa..., ada perasaan kesal terhadap Senja.
“Kamu...., dimana... Senja...!? “, bisikku.
Kekesalan Ku kali sangatlah beralasan, bagaimana tidak coba...., rumah, tidaklah terlalu jauh, setiap hari pun neno melintas depan rumahnya, namun setiap kali aku bertanya atau bertandang kerumah nya selalu saja Senja tak ada. Bahkan semakin jarang untuk pulang kerumah kata Widya dan mbak Sri,.. Tiba-tiba...!!
“Hai..! Masih kosong kan..?!, sebuah suara mengagetkan ku lalu menoleh,
“Iya...! “. Jawab ku singkat.
“Namaku Dhini Ananta...! “,ucapnya kemudian memperkenalkan diri.
“Aku Fajar Retno...panggil neno saja! “. Membalas sambil tersenyum.
**’
Jam istirahat berbunyi, suasana yang semula sepi berubah layaknya sebuah pusat hiburan.
Taman sepanjang pinggir lapangan adalah lokasi yang tentunya sangat ideal untuk ber ekspresi. siswa ataupun siswi melakukan ritual yang bernama, “tebar pesona”,
“Neno, ke kantin yuk!? Ajak Dhini
“Hmm, ngga deh dhien disini aja “, balas ku sambil mulai memainkan gawainya.
“Oke deh, nanti kalo gue dapet gebetan duluan jangan ngiri Yah?! “, canda Dhini.
“Terserah..!”, balas ku cuek, namun mata ini selintas menangkap dari lantai dua tempat ku berdiri, seorang cowok menatap ke arahku dari tengah lapangan sambil bermain basket.
Mata ku kembali menatap gawai, lalu menuliskan pesan, “Senja, kamu kenapa sih...? “. Tak ada balasan.
Sesaat kembali berharap mendapatkan balasan atas pesan pada gawai,seseorang mendekat menghampiri.
Ternyata sang cowok yang tengah bermain basket tadi, “mau apa dia? “.
“Hai, kenalin gue Rendy. “terlihat mengulurkan tangan.
“Neno! “, balas ku singkat.
“Kelas gue disebelah, kalo ada waktu bisa kan sekedar ngobrol? “.
Belum sempat ku menjawab, terdengar bel kembali berbunyi,”sukurlah”,pikirku.
**
Ku tepikan motorku sesaat dhien mencoba menghentikan kendaraan ini dengan rentangan tangannya.
“Neno...., anterin gue pulang Yah? “, tanpa memberikan kesempatan untuk menjawab,duduk manis di belakang.
“Hayuuk....., kita searah kok!? “, ucapnya persis di samping telinga kiriku.
Kendaraan ku lajukan kembali, Biasa lah perempuan sen kanan belok kiri... He he..
Melewati sebuah perumahan, dhien menepuk pundakku, “mampir dulu ya sebentar? Biar tau rumah gue”, Pintanya lagi.
Dhini ananta atau dhien ternyata adalah anak semata wayang, pantas saja sikapnya seperti.
Sepertinya dia memang butuh teman untuk saling bertukar pikiran atau semacamnya, jadi mengingatkan aku saat kak Dewi telah meninggalkan rumah dahulu, jadi sepi.
Setelah beberapa saat mengobrol ternyata seru juga, yaah setidaknya aku jadi lupa akan seseorang yang membuat aku jadi galau.. Hmm...
**’’
Setelah meminta ijin untuk pulang, karena aku memang belum meminta ijin pihak rumah untuk bermain.
Ku lajukan kendaraan menuju rumah, namun saat melewati sebuah hunian yang tepatnya ruma Senja aku berhenti, kulihat motornya ada dan terparkir digarasi, “lebih baik ku temui terlebih dahulu “, pikirku.
Terus terang aku merindunya, karena semenjak kelas dua belas Senja sepertinya menjadi terlalu sibuk.
Mungkin fikirannya terbagi antara sekolah atau kegiatan band yang telah terikat kontrak atau......., entahlah !
Kumasuki motor dan memarkirkan ya di garasi tepat di sebalah Si oren, kemudian masuk kedalam, kulitat mba Sri sedang memasak sesuatu, ku hampiri dann berkata, “lagj masak apa mba Sri? “,
“Ini, cuma bikin ayam goreng sama tumis kangkung pesenan mas Senja. ! “, jawab mba Sri.
Oh !, Senja ada di rumah, tumben?!
“Sini, biar Neno yang buatin aja mba”, ucapku bersemangat.
“Ooh begitu ?, ya udah, mba tinggal ke depan ya?! “
Dengan semangat ku mengolah makanan untuk Senja, setelah selesai memasak segera, “ku bawa ke kamarnya saja, biar sedikit romantis “, pikirku kembali.
Ku taruh terlebih dahulu baki ini di atas kursi lalu mengetuk pintu kamar.
, tidak ada jawaban? “, ku buka pintu kamar, kulihat Senja ternyata sedang tidur
“mungkin kelelahan”, pikirku
sambil membawa baki berisi makanan, ku taruh diatas nakas. Perlahan ku kecup bibir Senja untuk membangunkan dan menawarkan untuk makan.
“Senja, bangun sayang.., ini makan siang “, ucapku lembut sambil membeli rambutnya yang hitam. Ku lihat Senja membuka kedua matanya, menatapku lalu tersenyum.
“Cuci muka dulu ya ?! “, Pinta Senja, lalu bangkit untuk membasuh untuk menyegarkan diri.
Sekembalinya Senja berkata, “berdua kamu ya, kamu makannya “,pinta Senja
Aku pun mulai menyuapinya, hatiku sedikit bahagia saat ini dengan Senja berada dihadapanku.
“Mau bercerita padaku kemana saja Senja beberapa waktu ini? “, tanyaku membuka percakapan.
Tampak sedikit berubah wajah Senja, ada sesuatu yang ingin di utarakannya namun tidak jadi.
“Emm, bagai mana ya ngomongnya?! “, terlihat sedikit bingung sambil meminta untuk disuapkan.
“Ya sudah, ngga apa-apa juga kalo belum ingin bicara “, balas ku sedikit mengalah,lalu memberikan piring padanya karena harus mengisi botol air minum yang telah habis.
Sekembalinya mengambil air yang telah terisi, kembali ku mencoba bertanya padanya.
“maksud kamu., tentang hubungan kita? “, tanya Senja.
“Hmm, Yah.., seperti itu lah”, balas ku.
“Kan, tinggal jalani saja...! “, ucapnya santai.
“maksud kamu...., memangnya setelah kita ini sudah jadian, lantas kamu bersikap seperti ini...?, tidak ada perhatian, tidak ada kabar, atau..., sekedar menghabiskan waktu bersama, juga kamu sepertinya tak terpikirkan...!? “, ucapku mulai kesal.
“Lantas aku harus bagaimana...., aku kan pernah bilang, kalau aku ya..Seperti ini... “. Senja membela diri.
“Senja, kamu tuh seharusnya ngertiin dong perasaan cewek?! “.
“maksudnya?! “, Senja terlihat bingung.
Duh, bingung ngejelasin ke cowok yang satu ini..., sikap cuek ya membuatku mati kutu.
“Sudahlah, aku mau pulang dulu “, sambil kembali ku cium bibirnya untuk bergegas pulang.
“Hai Neno? “, Widya terlihat saat aku baru saja sampai meniti tangga terbawa.
“Hey wid, baru pulang ? ”, tanyaku karena kulihat Widya masih mengenakan seragam serupa denganku.
“Iya nih, tadi ikut try out untuk beasiswa study “.
“Ooh, jawab ku singkat”, Widya memang seorang gadis yang hebat bathin ku.
Remaja yang mengetahui apa keinginan serta berusaha untuk mewujudkannya, lain halnya dengan diriku yang hanya ingin mengikuti arus, menapaki jalan, atau hanya mengiringi kemana arah angin membawaku...,
Ah !..., lagi–lagi suara gawai serta merta menyadarkan aku dari lamunan sesaat ini.
“Kamu memang belum ijin, Neno? “, tanya Senja saat menerima botol dan langsung menang isinya.
“Ya, aku kan Cuma mau mampir sebentar, toh ibu juga ngga masalah kalo aku ada disini “, ucapku lalu berpamitan.
**
Senja,
Aku tak tahu sampai kapan ini berlanjut.
Aku tak pungkiri pabila hati terpaut.
Yang ku rasakan adalah damainya jiwa hadir bersama sang kejora.
Resah meniti diantara berbagai cahaya, hingga nanti terlena pesona aurora.