Ranjang Sempit

1544 Kata
Jeje mengikuti suaminya kembali saat pintu lift sudah terbuka. Jeje menenteng paper bag yang begitu banyak. Tak ada satu pun yang dibawakan oleh Jacob. Dan suaminya justru malah dengan santai mendorong koper miliknya. Jacob menghentikan langkahnya dan Jeje yang berada dibelakangnya langsung menabrak punggung kekar suaminya karena berhenti secara tiba-tiba. “Aaawww,” ucap Jeje sambil mengusap keningnya. “Kalau jalan lihat ke depan bukan ke bawah,” ucap Jacob kesal. “Ya mana aku tahu kalau kamu berhenti.” “Makanya kalau punya mata dipakai!” Jacob langsung meninggalkan istrinya dan Jeje yang melihatnya langsung mengejarnya kembali. “Kenapa sudah seperti pembantunya saja si!” gerutu Jeje tapi ia masih mengikuti suaminya dengan cepat. Jacob memasukan kopernya ke dalam bagasi mobilnya dan baru saja Jacob mau menutup pintu bagasinya Jeje datang. Jeje diam mematung sejenak. Ia memandangi mobil suaminya yang benar-benar mewah sekali. Jeje berpikir apa ia bisa mengumpulkan banyak uang agar dapat membeli mobil mewah seperti ini. Rasanya Jeje ingin sekali mengajak ayahnya berkeliling bersama dengan dirinya menggunakan mobil yang sangat bagus. Jeje membuyarkan lamunannya saat melihat wajah suaminya yang sudah terlihat kecut seperti jeruk lemon. “Tunggu dulu,” ucap Jeje sambil mengatur nafasnya. “Lama sekali. Kenapa wanita itu selalu menyusahkan,” gerutu Jacob lalu ia masuk ke dalam mobil dan Jeje bergegas memasukan paper bag miliknya lalu ia langsung masuk ke dalam mobil mewah milik suaminya. Jacob melihat istrinya yang hanya duduk dengan santai. Jacob langsung mendekati tubuh istrinya. Sangat dekat sekali jarak mereka dan jika Jacob menoleh sedikit saja maka bibir mereka berdua bisa saling bersentuhan. Jeje memejamkan kedua matanya, ia sangat kaget dan semua perlakuan suaminya yang mendadak ini membuat dirinya gugup. Jeje bisa merasakan sentuhan tangan suaminya yang menyentuh pinggangnya. “Ka-kamu mau apa?” Jacob menggelengkan kepalanya sambil menatap sinis istrinya. “Biasakan pakai ini kalau naik mobil,” ucap Jacob sambil memasangkan seat belt. “Ooohhh.” Jacob langsung mengemudikan mobilnya dengan cepat. Jeje kembali memejamkan kedua matanya. Ia merasa takut dan kepalanya sudah mulai sedikit pusing sekali. “Kamu kok malah merem sih? Gimana mau kasih tahu jalannya?” “Ba-bawa mobilnya bisa pelan-pelan tidak?” “Kenapa? Ini biar cepat sampai juga, mumpung jalanannya sepi.” “Aku takut kalau kamu bawanya kencang seperti ini.” Jacob membuang nafasnya panjang dan ia memperlambat laju mobilnya lalu perlahan-lahan Jeje mulai membuka kedua matanya. “Ini ke mana lagi arahnya?” “Belok ke kanan saja nanti pertigaan belok kiri. Rumahnya yang paling ujung.” Jacob mengikuti ucapan istrinya sampai akhirnya ia tiba di depan rumah Jeje. Rumah sederhana yang memiliki halaman yang luas. Ayah Jeje langsung menyambut kedatangan anak dan menantunya. Ia sudah pulang lebih dulu untuk membersihkan rumahnya. “Papa,” ucap Jeje yang langsung memeluk sang Ayah. “Baru juga satu malam tidak bertemu sudah manja sekali. Nak Jacob silahkan masuk. Maaf kalau rumahnya berantakan,” ujar Robert. “Tidak apa-apa kok Pa,” jawab Jacob sopan. Jeje melirik suaminya yang bisa-bisanya bermuka dua. Jika dihadapannya dia akan sangat cuek, dingin, menyebalkan dan galak seperti singa. Tapi jika di depan orang tuanya akan sangat manis sekali. “Mau minum apa Nak Jacob?” tanya Robert. “Apa saja Pa,” jawab Jacob lembut. “Je, buatkan suami kamu minum. Sama tadi Papa ada beli kue juga, nanti kamu keluarkan sekalian ya,” ucap Robert. “Iya Papa,” jawab Jeje malas lalu ia menuju dapur. “Jeje itu masih terlalu muda. Jadi saya harap kamu bisa memakluminya. Ia sama sekali tidak pernah pergi bermain untuk bersenang-senang, bahkan dia juga tidak pernah membawa teman laki-laki pulang ke rumah. Sejak Jeje masih Sekolah hidupnya sudah disibukan dengan membantu saya berjualan ayam. Sebelum berangkat ke Sekolah Jeje pasti akan selalu menyempatkan untuk mencuci ayam-ayamnya. Dia wanita yang baik. Jadi kalau dia sedikit manja atau tidak mengerti tolong diberitahu saja pelan-pelan,” ucap Robert sambil menatap putir kecilnya. “Iya Pa.” Jadi Jeje benar-benar masih perawan? Pantas saja rasa bibirnya beda sekali. Lalu apa yang membuat dia menginginkan pernikahan ini? Aku lihat dia bukan tipe wanita yang menginginkan banyak uang, batin Jacob. “Ini diminum dulu, kamu suka kan es teh manis? Terus ini namanya combro,” ucap Jeje. “Combro?” tanya Jacob. “Iya coba saja, enak kok,” ucap Jeje. Jacob menatapnya sejenak. Ia memikirkan makanan apa ini? Apa makanan ini layak untuk dimakan? Jacob terus bertanya-tanya. Tapi jika tidak memakannya itu sama saja dengan dirinya tak menghargai mertuanya. Selama ini Jacob biasa tinggal di Amerika, jelas ia meras asing dengan semua ini. Jacob lahir dan dibesarkan di Amerika. Kedua orang tua Jacob pergi ke Jakarta karena mengurus bisnis yang ada di sini. Dan Jacob di sana besar bersama dengan para pelayan yang sudah dipekerjakan James untuk merawat putra kesayangannya. Siapa sangka jauh dari kedua orang tuanya membuat Jacob menjadi pria b******k! Jacob yang sejak tadi memandangi makanan aneh itu pun akhirnya mengambilnya dan memakannya. Wajahnya seketika langsung memerah. “Lho Nak Jacob kenapa?” tanya Robert cemas. “Pedas, hah …, hah …” Jacob mengambil minumnya lalu meminumnya hingga tak tersisa. “Je, buatkan lagi minuman untuk suami kamu,” ucap Robert. “Apa kamu tidak menyukainya?” tanya Robert. “Saya baru mencobanya,” ucap Jacob lalu ia langsung mengambil minum lagi yang baru saja dibawakan oleh istrinya. “Waduh, saya minta maaf Nak, saya benar-benar tidak tahu kalau kamu tidak menyukai combro,” ucap Robert cemas. “Tidak apa-apa kok Pa,” jawab Jacob sambil menahan pedasnya yang tidak hilang-hilang juga sejak tadi. “Ya sudah, kalian istirahat saja dulu. Saya mau istirahat juga. Maklum sudah tua Nak Jacob,” ucap Robert dengan suara seraknya. “Iya Pa,” jawab Jacob. “Kamar Jeje yang di sana ya. Kamu masuk saja,” ucap Robert dan Jacob mengangguk. “Je, antarkan suami kamu ke kamar ya,” ucap Robert. Jeje diam mematung, ia membayangkan jika dirinya harus satu kamar dengan suaminya. Apa yang akan terjadi nanti? Jacob berdiri dan ia melewati istrinya begitu saja. Rumah Jeje sudah seperti rumahnya sendiri saja. Jeje yang melihatnya langsung mengejar suaminya dan melewati Jacob dengan cepat. “Jangan masuk dulu,” ucap Jeje dari depan pintu kamarnya. Ia sengaja menghalanginya karena seingatnya terakhir meninggalkan kamarnya itu masih berantakan. “Kenapa?” “Aku bersihkan dulu sebentar. Kamu tunggu di sini dulu,” ucap Jeje yang langsung masuk ke dalam kamar lalu ia membereskan pakaian kotor yang ada di atas ranjang tidurnya dan menaruhnya ke dalam keranjang baju kotornya lalu Jeje juga merapihkan boneka-bonekanya yang ada di atas ranjang tidurnya yang berukuran single ini. “Mana muat tidur berdua. Di Hotel saja aku tidur di sofa,” gumam Jeje. Jeje mengerjap kaget saat melihat suaminya yang sudah membuka pintu kamarnya. Jacob langsung menyingkirkan tubuh kecil istrinya hingga Jeje hampir terjatuh dan Jacob dengan santainya menaruh koper miliknya di dekat lemari pakaian Jeje. Jacob membuka jaket dan kaos yang ia kenakan. Ia merasa sedikit kepanasan karena kamar Jeje cukup sempit dan suhu pendingin udaranya juga tidak terlalu dingin. “Kamu suka sekali tidak memakai baju,” ucap Jeje yang langsung memunggungi suaminya. “Tidur itu lebih nyaman seperti ini biar dingin,” ucap Jacob sambil melepaskan celana jeansnya dan Jeje yang melihatnya langsung kembali berteriak kaget. “Aaaaaa …” Jacob langsung menutup mulut Jeje. “Jangan teriak-teriak, nanti Papa kamu dengar disangkanya aku ngapa-ngapain kamu. Biasakan saja untuk seperti ini,” ucap Jacob dan Jeje mengangguk. “Istri pintar,” ucap Jacob lagi lalu ia melepaskan dekapannya dan langsung naik ke atas ranjang sempit milik Jeje. “A-aku tidur di mana?” tanya Jeje yang kembali melihat suaminya menguasai tempat tidurnya. “Tidur saja di lantai. Aku masih mengantuk. Kamu jangan ganggu ya,” ucap Jacob yang sudah memunggungi istrinya. “Ini kan kamar aku kenapa harus aku yang tidur di lantai?” Tubuh besar Jacob membuat ranjang sempit milik Jeje ini dikuasai oleh suaminya. Sebenarnya bisa saja mereka tidur berdua, tapi pasti tempatnya sangat terbatas juga. “Aku juga mau tidur,” ucap Jeje yang langsung menggeser tubuh besar Jacob. “Sempit Je …” “Makanya geseran JACOB!” ucap Jeje kesal. “Kamu tidur di bawah saja.” “Ini kamar aku.” “Aku suami kamu!” “Jacoooooobbbbb!!!” “Jejeeeeeee!!!” Jacob yang memunggungi istrinya langsung membalikan tubuhnya hingga membuat Jeje hampir saja terjatuh jika Jacob tidak dengan cepat memeluk tubuh mungil istrinya. Jeje kaget dan gerakan cepat Jacob membuat Jeje terjatuh ke dalam pelukannya lalu tanpa disengaja bibir mereka berdua saling menyatu. Jeje membulatkan kedua matanya dan Jacob semakin menekan ciuman itu lalu memeluk tubuh Jeje lebih erat lagi. Jeje tidak bisa berkutik sama sekali. Ia diam mematung dan mencoba merasakan hangatnya sentuhan bibir suaminya. Entah kenapa sentuhan bibir ini membuat Jeje tidak berdaya sama sekali. Batinnya ingin meronta tapi tubuhnya ingin meminta lebih. Jeje mencoba memejamkan kedua matanya lalu ia mengikuti pergerakan bibir suaminya. Merasakan hangatnya sentuhan bibir yang diberikan Jacob untuknya. Jeje tidak tahu apa rasa ini. Perasaan apa yang ia alami untuk saat ini. Saat Jacob menyadarkan dirinya sendiri dengan apa yang telah dilakukannya ia langsung mendorong Jeje hingga terjatuh dari ranjang sempitnya. “Aaaaahhhh, kamu jahat sekali,” ucap Jeje sambil menitikan air matanya. Ia menatap nanar suaminya yang sudah memunggunginya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN