Aisyah Azzahra

1492 Kata
"Manusia itu kadang lupa akan tempat asalnya, yaitu tanah. Namun, berperilaku seakan mereka jijik dengan tempat terakhirnya kelak," Aisyah Azzahra *** Adzan shubuh berkumandang merdu ditelinga membangunkan hamba-hamba Allah yang mendengarnya. Para pejuang shubuh pun dengan sigap melangkahkan kakinya kerumah sang pemilik Dunia melawan rasa kantuk yang menyelimuti. Dikamarnya Aisyah terlihat merapikan tempat tidurnya dengan sesekali mengulang hafalan qur'annya. Setelah selesai ia pun berwudhu kemudian melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah. Seusai ia sholat, Aisyah pun mengeluarkan sesuatu dari dalam lemari esnya. Roti tawar dengan s**u coklat menjadi santapannya tiap pagi. Gadis itu terdiam sembari mengunyah perlahan rotinya, ia mengedarkan pandangannya menatap rumahnya yang sepi tak berpenghuni. Kedua orang tuanya meninggal setelah kecelakaan naas yang menimpanya, dan satu-satunya keluarganya ialah Ali, sang kakak yang sekarang menimba ilmu di pondok yang tidak jauh dari kediamannya. Berbeda dengan sang kakak, Aisyah lebih memilih sekolah formal. Gadis bermulu mata lentik itu bukan tidak beralasan kenapa ia memilih sekolah itu. Ia hanya saja ingin banyak bersosialisasi, mengingat ia adalah gadis yang sukar berinteraksi dengan orang-orang sekitar. ** Aisyah memandangi pantulan dirinya di depan cermin dengan seragam putih abu-abu yang melekat pada tubuhnya. Tidak lupa kain putih yang menutupi kepalanya, menandakan ia adalah gadis yang berhak dihormati. Ia pun bergegas memasukan keperluan sekolahnya ke dalam tas. Tangannya dengan lihai menata rapi buku dan benda-benda kecil itu ke dalam ransel cokelatnya. Terik matahari yang mulai menyinari bumi membuat siswa-siswi ogah-ogahan mengikuti apel tiap pagi. Rutinitas yang sangat ingin dihindari oleh para siswa, mengingat bagaimana melelahkannya berdiri dibawah cahaya yang menyilaukan mata dan mengundang keringat itu. "Gue masih cantik kan? " tanya gadis pemilik rambut hitam sebahu itu. Teman cowoknya hanya memutar mata malas. "Masih cantik kok Ca" jawab teman sebelahnya dengan tak minat, membuat gadis bernama Eca tersenyum tenang sambil mengibas-ngibas tangannya ditengah lapangan yang mulai ramai. "Muka aja yang lu mikirin, tugas kimia udah lu kerjain belum? " ucapan pria jangkung itu sukses membuatnya menganga dan menghentikan aktifitas mengibasnya. "Lah b**o, emang ada tugas? kok gue gak tau? " ujarnya panik sendiri, pria jangkung itu hanya melongos dengan mendelik kecil. "Tenang Ca, ntar nyontek Sama Rama" ujar Asha santai, gadis berpipi bulat itu mengerjap-ngerjap pelan. "Tunggu, Rama yang mukanya lempeng kayak batu nisan itu?" Tanyanya, bukan lebih tepat mengejeknya. "Gitu-gitu dia berguna di kelas, bisa bantuin kita ngerjain tugas. Emang lo, ngitung dua tambah empat aja harus pakai kalkulator," ledek Faris dengan muka tanpa dosa. "s****n lo," umpatnya membuat kedua temannya terbahak begitu saja. *** Aisyah melenggak masuk ke dalam kelas dengan gontai, ia melangkah pelan mendekati mejanya yang bersebelahan dengan cowok yang selama ini mungkin membencinya. Bukan tepatnya sangat membencinya, entah apa yang Aisyah lakukan sehingga cowok berahang tajam itu selalu melemparkan tatapan tak bersahabat padanya. Seperti sekarang ini Aisyah baru saja mendaratkan bokongnya pada kursi miliknya, matanya tidak sengaja bertemu dengan iris mata cokelat milik Abbas. Tatapan yang selalu mengintimidasi cewek itu. Dengan cepat Aisyah menjatuhkan pandangannya pada meja di hadapannya, tidak ingin berlama-lama melihat mata jahat cowok itu. "Abbas, dipanggil Pak Firman ke ruang BK!!" Suara cempreng Rama membuat cowok yang sedang mengobrol dengan Kevin itu menoleh, Abbas menautkan kedua alisnya seakan mengisyaratkan kenapa? Rama yang sudah mengerti bahasa tubuh cowok berahang kokoh itu menghela pelan, "Katanya lo ketahuan ngerokok kemarin, makanya dipanggil," Anak-anak kelas memekik kaget terutama anak-anak cewek yang tidak menyangka cowok dingin itu merokok juga. Abbas berdecak lirik semari menolehkan kepalanya pada Aisyah di sebelahnya yang seakan pura-pura tuli dengan suasana sekitar. Gadis itu hanya sibuk menorehkan tinta di atas kertas putihnya. BRAKKKKK Gebrakan keras pada meja di hadapannya membuat Aisyah terlonjak kaget mengakibatkan tulisannya tercoret tanpa sengaja, ia mendongak melihat siapa pelaku yang kurang ajar itu. Ck. Abbas lagi. Sekarang apalagi kesalahannya? "Lo mau nyari mati?" Kata Abbas dingin seakan menusuk setiap telinga yang mendengarnya, "Maksud lo apa?" Tutur Aisyah tidak mengerti, Abbas menggeram kesal dengan menendang kasar meja gadis itu membuat anak-anak lain memekik lagi. Anak-anak cowok pun dengan sigap berusaha memegang tubuh cowok jangkung itu agar tidak kebablasan. "Lepasin gue anjing!" umpatnya kasar sembari menepis tangan teman-temannya yang berusaha melerainya. "Gue mau kasih pelajaran dulu sama si munafik ini," tambahnya membuat Aisyah hanya meneguk salivanya takut. "Kenapa lo marah sama Aisyah, dia gak tahu apa-apa b**o," Abbas hampir saja menonjok muka tampan Kevin yang berbicara asal itu. "Dia yang udah laporin gue ke Pak Firman, si munafik ini yang udah ngadu. Lo cari muka hah?" Sentaknya lagi sudah ingin menghancurkan apa saja di depannya. "Lo jangan nuduh sembarangan, gak ada buktinya," tambah Kevin lagi, Aisyah meremas pinggiran roknya erat. Jujur ia ketakutan sekarang, apalagi anak-anak kelas melihat kearah mereka. Bukan anak kelas saja, tapi anak kelas sebelah juga sudah melihat di luar kaca. Kevin sudah lelah menahan tubuh Abbas yang lebih kuat darinya, satu hempasan tangan Abbas membuat ia terjengkang ke meja di depannya. "Lo kenapa diam?" Sentak Abbas lagi dengan melangkah maju. "Bukan gue pelakunya," kata Aisyah berusaha terdengar tenang walau suaranya terdengar bergetar. "Cuma lo yang lihat gue sama Kevin kemarin di belakang perpus, kalau bukan lo siapa lagi hah? Gak usah munafik jadi cewek, sok suci. Apa gunanya kain busuk di kepala lo itu?" Katanya kejam, Aisyah berkaca-kaca sudah ingin menangis tapi ia menahannya. "Gue sama sekali gak tahu soal itu, gue juga gak punya hak buat ngelaporin lo ke guru karena gue tahu sekolah kita ini banyak CCTV nya, bukan cuma di kelas, tapi di semua ruangan. Bahkan di semua sudutpun ada," Abbas mendadak bungkam, apa yang gadis itu katakan benar. Mungkin saja guru-guru tahu lewat benda kecil itu. Tapi bukan Abbas namanya kalau harus menerima itu semua, "Kalau gue sampe dihukum, lihat aja apa yang bakalan gue lakuin ke lo," ancamnya kemudian berlalu pergi, Aisyah menggigit bibirnya sejenak lalu mendudukan diri lagi. Merasa takut dengan apa yang cowok itu katakan. Anak-anak sudah membubarkan diri merasa tontonannya berakhir begitu saja. Begitulah manusia, hanya ingin melihat kesalahan orang lain. Tanpa tahu kesalahan sudah menumpuk dihadapannya yang akan siap meruntuhkannya kalau ia tidak siap. *** Bel istrahat berbunyi membuat anak-anak berhamburan keluar kelas dan melenggak ke kantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan. Aisyah tidak berniat ikut, ia hanya duduk dengan menatap keluar jendela anak-anak cowok yang sedang bermain bola. Memperebutkan benda bulat itu yang akan membuat mereka keringatan dan ngos-ngosan. Seseorang tengah melangkah kecil mendekatinya mejanya membuat ia menolehkan kepala, "Lo gakpapa?" Tanya gadis berambut sebahu itu, Aisyah menggeleng pelan sembari menarik sudut bibirnya pelan. "Gak usah didengarin omongannya Abbas, tapi gue kaget pas tahu dia ngerokok. Ternyata dia gak sepolos yang gue kira," ujarnya beropini, Aisyah hanya terkekeh pelan. "Eh lo itu jangan terlalu pendiem, sekali-kali tuh gabung sama kita," ajaknya tulus, Cewek di depannya hanya mengangguk pelan. Bel masuk pun membuat ia berlari kecil ke mejanya, anak-anak lain berhamburan masuk dengan wajah kesal karena merasa belum puas untuk istrahat. Abbas terlihat berjalan masuk dengan keringat di pelipisnya mendadakan cowok itu selesai melakukan kerja berat yang menguras tenaga. Kevin yang melihat itu terkekeh, "Lo habis ngapain keringatan gitu?" Abbas berdecak hanya sibuk mengusap pelipisnya dengan lengan baju seragamnya, "Gue lari, sepuluh putaran," Kata Abbas membuat Kevin terbahak. Anak-anak lain pun ikut menahan tawa, takut-takut sampai ketahuan cowok itu. Aisyah tak menanggapi hanya diam menatap buku tebalnya, ia sama sekali tidak ingin berurusan dengan Abbas. Ibu Naya melangkah masuk ke dalam kelas dengan santai, ia pun dengan lantang menyuruh semua murid mengumpulkan tugas yang kemarin. Aisyah pun dengan sigap beranjak dari duduknya lalu meyodorkan buku bersampul hitam itu pada wanita paruhbaya itu. Anak-anak lainpun dengan cepat mengumpulkan tugasnya, jangan sampai Ibu Naya mengamuk. Setelah hampir satu jam lebih Ibu Naya menjelaskan di depan, membuat Eca, Asha dan juga Faris menguap sedari tadi. Aisyah melirik jam dinding di depan sana, waktunya untuk melaksanakan sholat dzuhur. Gadis berkerudung itu pun melangkang mendekati meja Ibu Naya hendak meminta ijin untuk melaksanakan sholat empat rakaat itu. Abbas yang sedari tadi memperhatikan ulah gadis itu mendadak kesal setengah mati, "Bu, kenapa ibu ijinin dia buat keluar pas jam pelajaran ibu?" Tanyanya lantang membuat Kevin di sebelahnya terlonjak kaget, begitu pun dengan yang lain. "Dia mau sholat," kata Ibu Naya menggubris, "Sholat disaat jam pelajaran ibu, apa gak kurang ajar?" Ibu Naya terdiam dengan ucapan Abbas yang dingin, Aisyah hanya menghela kasar. Lelah berurusan dengan sosok menakutkan itu. "Sholat itu bisa nanti aja, tunda dikit gakapap kan? Kenapa dia harus mendahulukan hak yang gak penting daripada mengikuti pelajarannya ibu?" Kata Abbas bermain dengan logika, teman-temannya mulai menggangguk setuju. "Maaf sebelumnya, sholat itu bukan hal yang bisa kalian tunda seenaknya. Sholat itu salah satu sarana untuk berdialog dengan Allah. Sholat itu harusnya tepat waktu, bukan diakhir waktu," Abbas tersenyum miring, "Basi," katanya. "Kalaupun gue tunda, apa lo ngejamin umur gue kedepan? Emangnya lo siapa? Lo bukan Tuhan kan?" Kata Aisyah mulai berani, "Dahulukan Allah, Prioritaskan Allah dan Utamakan Allah. Karena apa?" Tanya Aisyah membuat anak-anak lain masih menatap kearahnya. "Kita hambanya ALLAH," tambah gadis itu lagi, Abbas bungkam begitupun yang lain. Ibu Naya terlihat menarik kedua sudut bibirnya mendengar penuturan Aisyah yang bijak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN