Kelas hari ini sangat membosankan. Sepanjang hari Woojin mengedarkan pandangannya sepanjang hari untuk menebak-nebak yang mana gadis bernama Heejoo itu. Ya, dia masih penasaran. Mengapa Seungwan terlihat gelisah saat sang pemilik toko kemarin menyebut nama Heejoo?
"Yo!" Jaehoon menepuk pundak Woojin dan mengejutkan pria itu.
"Untuk apa kau ke sini? Bukankah sudah kukatakan padamu untuk tidak datang lagi?" omel Woojin.
"Bukankah kukatakan kemarin? Di sini banyak gadis-gadis cantik! Dan kau tentu tahu, dimana banyak gadis cantik maka disitulah aku berada." canda Jaehoon.
Woojin mendengus saat Jaehoon merangkul pundaknya. Ia sadar sejak tadi para gadis cekikikan melihat mereka. Tapi Jaehoon malah memperparah keadaan dengan mengeratkan rangkulannya pada Woojin.
"Hei, kau sepertinya senang sekali bila dikira pasangan gay denganku!" gerutu Woojin.
Jaehoon tertawa, "Menurutku itu lucu. Jangan terlalu dibawa serius, kawan."
Woojin tertawa sinis, "Haha, aku heran mengapa para gadis masih menempel padamu setelah kabar itu beredar."
"Karena aku tampan mungkin?" Jaehoon mengelus dagunya sambil menaik-naikkan alisnya.
Woojin terkekeh. Jaehoon memang paling bisa memperbaiki suasana hatinya. Dulu Yebinlah yang selalu melakukan hal itu. Bicara tentang gadis itu ... Dimana sahabatnya itu berada sekarang? Apa ia makan dengan baik? Bagaimana keadaannya?
"Ah lihat itu! Lihat itu!" Jaehoon mengarahkan wajah Woojin ke arah koridor. Membuyarkan lamunannya.
Woojin menatap ke arah yang ditunjukkan Jaehoon. Ah ternyata itu Seungwan. Gadis itu sedang sibuk bersenda gurau bersama seorang gadis lain. Woojin akui gadis yang ada di sebelah Seungwan sangat cantik. Tapi tetap saja menurutnya Seungwan yang tercantik dari yang tercantik.
"Wuaaa, dua primadona kampus memang pemandangan yang menyegarkan di siang hari yang terik ini." puji Jaehoon.
"Siapa gadis yang ada di sebelah Seungwan?" tanya Woojin.
"Kau tak tahu? Kau kuliah di sini tapi kau tak tahu? Dia bahkan satu jurusan denganmu! Apa yang kau tahu sebenarnya Park Woojin! Buku memang membawa dampak buruk padamu!" cibir Jaehoon.
Woojin berdecak. Memang apa salahnya bila tak mengenal para gadis terkenal di kampus mereka? Lagipula gadis-gadis itu tak memiliki manfaat apapun untuknya. Seungwan pengecualian tentunya.
"Dia Park Heejoo, sahabat Son Seungwan. Seharusnya kau mendekati sahabatnya juga bila ingin mendekati Seungwan!" cibir Jaehoon.
Tunggu! Sahabat Seungwan? Lalu mengapa Seungwan kemarin ... Astaga mengapa semuanya membingungkan?
***
Yeonsoo tetap bekerja di toko buku Jungwoon. Setelah perdebatan panjang dengan Woojin kemarin, Yeonsoo berhasil membujuk pria itu. Dengan catatan Yeonsoo tidak boleh bolos sekolah. Dan saat jam pulang Yeonsoo harus menelpon Woojin agar Woojin bisa menjemputnya.
Sejujurnya Yeonsoo terharu dengan sikap Woojin. Dia jadi merasa benar-benar memiliki kakak laki-laki. Selama ini ia dan Yebin tak terlalu dekat. Jadi mereka hanya seperti orang asing yang kebetulan berasal dari rahim yang sama. Yebin mengurus kehidupannya sendiri dan Yeonsoo pun begitu. Lagipula Yebin memiliki apartemen sendiri jadi kakaknya itu jarang pulang ke rumah. Karena itu, Yeonsoo selalu kesepian. Ayah dan ibunya pun begitu, sibuk dengan urusan masing-masing. Baru kali ini ada orang yang peduli padanya seperti ini.
"Ini minum." seorang pemuda menaruh minuman di mejanya.
Yeonsoo terkekeh dan mengambil minuman itu. gadis itu mulai meminum minumannya sambil bersenandung riang. Pemuda tadi hanya berdecak karena Seulgi bersikap seperti tak ada sesuatu yang terjadi.
"Hei! Bukankah sudah kukatakan padamu untuk menelponku bila terjadi sesuatu?" marah pemuda itu.
"Minkyu-ya aku tak apa-apa! Mengapa kau berlebihan begitu." ucap Yeonsoo.
"Tidak apa-apa kau bilang? Lihat rambutmu itu! Jangan sok kuat begitu!" ucap Minkyu kesal.
Yeonsoo hanya tertawa. Ia tidak pura-pura kuat, ia hanya mencoba mengabaikan apa yang terjadi padanya.
"Cobalah membuka diri pada orang lain. Bila sakit katakan sakit. Kang Yeonsoo, mengapa kau bersikeras menahannya sendiri? Lalu apa gunanya aku di sini sebagai sahabatmu bila kau tak ingin membagi penderitaanmu padaku?" marah Minkyu.
Yeonsoo terdiam. Bila ia membagi penderitaannya lalu apa? Walau ia memberitahu Minkyu apa yang ia rasakan, penderitaannya juga takkan berkurang.
"Aku harus segera pulang. Soal rambutku kau tenang saja, ada Kak Heejoo yang akan mengurusnya." ucap Yeonsoo.
"Baguslah, ayo kuantar kau ke tempat kerjamu."
"Tidak mau."
"Apa kau bilang?!"
"Baiklah, baiklah ayo!"
***
Woojin menjemput Yeonsoo di tempat kerjanya. Sebenarnya ini sangat merepotkan. Apalagi tempat kerja Yeonsoo sangat jauh. Jika saja bukan demi Yebin, Woojin takkan mau merepotkan diri seperti ini.
Disanalah Woojin bertemu dengan gadis itu, Heejoo.
"Kak Heejoo, supirku sudah datang! Aku pulang dulu!" pamit Yeonsoo.
"Siapa yang kau panggil supir hah? Siapa?" Woojin memiting kepala Yeonsoo.
"Sakit! Sakit! Kak Woojin lepaskan!"
Heejoo terlihat terkejut melihat Woojin. Tapi gadis itu menutupinya dengan senyuman.
"Woojin-ssi? Jadi wali yang Yeonsoo ceritakan itu kau?" ucap Heejoo.
"Pria ini tak mengenalmu, Kak. Dia pasti heran darimana kau tahu namanya." ejek Yeonsoo pada Woojin.
"Hei, aku tahu! Park Heejoo bukan? Primadona kampus jurusan hukum?" ucap Woojin mengulang perkataan Jaehoon.
Yeonsoo memutar bola matanya sambil berpura-pura muntah. Heejoo tertawa geli.
"Yeonsoo sudah menceritakannya padaku. Ternyata kau benar-benar pasangannya Jaehoon." ucap Heejoo sambil terkekeh.
Woojin melotot pada Yeonsoo.
"Jangan menyebarkan kabar-kabar aneh kau dasar anak nakal!" Woojin menjitak kepala Yeonsoo, ia beralih pada Heejoo, "Apapun yang dikatakan anak ini mengenai diriku itu bohong. Jangan percaya padanya!"
"Siapa yang mmmbfffttt!" Woojin membungkam mulut Yeonsoo dengan tangannya. Inginnya sih dengan tumpukan buku yang ada di sebelahnya. Pasti lucu kalau Yeonsoo mati karena tersedak buku. Sayangnya ada Heejoo di depan mereka jadi Woojin tak bisa melaksanakan niatnya.
"Kami pulang dulu Heejoo-ssi!" Woojin segera menyeret Yeonsoo ke mobilnya.
***
Woojin marah, ia tak mengatakan apapun selama mereka ada di mobil. Yeonsoo meringis, sekarang suasananya sangat mencekam. Kalian tentu tahu bagaimana canggungnya berada satu mobil dengan orang yang sedang marah pada kalian. Yeonsoo terus mengacau dengan membuang-buang tisu dan melemparkannya ke seluruh bagian mobil sambil membaca mantra-mantra aneh.
"Apa yang kau lakukan!" marah Woojin.
Yeonsoo menyeringai, akhirnya bicara juga.
"Aku sedang melakukan ritual menghilangkan aura gay yang sedang marah di mobil ini. Disini penuh dengan aura-aura negatif, harus segera dibersihkan! Hamhumhamsamhumm!" ucap Yeonsoo sambil masih membaca mantranya.
"Berhenti melakukan itu atau kuantar kau ke rumah sakit jiwa sekarang juga!" ancam Woojin
Bibir Yeonsoo mengerucut. Ia menaruh kembali tisu yang dipegangnya.
"Kak Woojin, ini bukan jalan pulang ke apartemenmu! Jangan-jangan kau benar-benar akan membawaku ke rumah sakit jiwa?" Yeonsoo menatap Woojin horor.
"Diamlah!"
"Bagaimana aku bisa diam? Kau akan membawaku ke rumah sakit jiwa!" Yeonsoo menjerit histeris.
"Kita makan malam diluar. Aku terlalu lelah untuk memasak. Sekarang diamlah!" perintah Woojin.
Yeonsoo menghela nafas lega. Ia tak tahu saja kalau Woojin menahan diri untuk tidak tertawa sejak tadi. Bagaimana bisa ia marah kalau Yeonsoo lucu begini.
Woojin melirik ke arah Yeonsoo. Tunggu! Ada yang berbeda dari gadis ini.
"Kau apakan rambutmu?" tanya Woojin.
"H-ha?"
"Tadi pagi tidak sependek ini. Kau apakan rambutmu?"
Yeonsoo menggaruk tengkuknya sambil menyengir.
"I-itu aku memotongnya. Keren bukan?" Yeonsoo tertawa.
"Tidak, aku lebih suka yang sebelumnya." ucap Woojin sambil memalingkan wajahnya.
"Aku juga," lirih Yeonsoo.
Woojin menoleh padanya dengan heran. Yeonsoo yang tersadar kembali menyengir canggung.
"Kita sudah sampai, Kak! Aku lapar! Cepat parkirkan mobilnya!" rengek Yeonsoo.
Woojin mengangguk dan memarkirkan mobilnya. Walau ia bingung, bila Yeonsoo lebih suka rambutnya yang biasa mengapa gadis itu memotongnya?
***
"Ah kenyangnya!"
"Kau itu monster yah? Makanmu banyak sekali!" gerutu Woojin.
"Jangan salahkan aku! Salahkan semua daging itu! Mereka memanggil-manggilku terus! 'Yeonsoo-ya makan aku~ Jangan malu-malu, uang Kakak tampan di sebelahmu itu banyak. Jadi jangan sungkan-sungkan untuk menghabiskannya'." ucap Yeonsoo dengan suara yang imut.
Woojin tertawa. Yeonsoo membelalak melihat untuk pertama kalinya Woojin tertawa bersamanya.
"Nah itu! Tertawalah yang banyak agar banyak laki-laki yang menyukaimu, Kak. Jangan terjebak pada Kak Jaeohoon saja. Dengan tawamu itu kau bahkan bisa membuat pria straight jadi gay. Tampan sekali!"
Sebenarnya itu pujian yang menyenangkan. Apalagi kata 'tampan'nya. Sayangnya Yeonsoo mengatakan tawanya memikat laki-laki bukannya memikat perempuan.
"Yeonsoo-ya!" panggil seseorang.
Seulgi menoleh. Matanya membelalak melihat siapa yang memanggilnya.
"Senior!"
Woojin menatap pemuda yang dipanggil senior oleh Yeonsoo. Mungkinkah pemuda itu kekasih Yeonsoo? Pemuda itu kini menghampirinya dan Yeonsoo.
"Lama tak bertemu. Bagaimana kabar Kak Yebin?" tanya Jongchan.
"Entahlah, aku tak tahu ia dimana. Kau tahu bukan, Senior? Mengenai keluargaku sekarang." ucap Yeonsoo.
"Kau gadis yang kuat. Aku tahu kau tak suka dihibur dan dikasihani jadi aku akan diam saja," Ia menyadari bahwa Yeonsoo tidak sendirian, "Wuoo, apa kakak yang di sebelahmu itu kekasihmu?"
Bila ia bertanya begitu berarti bukan kekasihnya Yeonsoo, ya? Habis sudah kesempatan Woojin untuk bisa terbebas dari Yeonsoo.
"Bukan, ini Kakakku. Sahabat Kak Yebin, Kak Woojin." Yeonsoo memperkenalkan Woojin pada Jongchan. Woojin hanya mengangguk pada pemuda itu.
"Ah kukira kekasihmu. Baiklah aku pergi dulu. Sampai jumpa Yeonsoo-ya, Kak Woojin!"
Setelah pemuda itu pergi, Woojin melirik Yeonsoo. Terlihat sekali gadis itu sangat bahagia sekarang ini.
"Seleramu lumayan. Kau menyukainya bukan?" tanya Woojin.
Yeonsoo mengangguk dengan penuh semangat. Tak berniat menyembunyikan apapun.
"Dia tampan, ramah, tubuhnya tinggi dan kulitnya putih. Senyumnya juga hangat, bahkan sepertinya senyumnya bisa melelehkan es manapun." ucap Yeonsoo mendamba.
Woojin meringis. Bahkan ia bisa merasakan di belakang Yeonsoo banyak bunga-bunga bermekaran dan juga cahaya merah muda. Khas sekali aura orang yang sedang jatuh cinta.
"Jika yang seperti itu adalah tipemu, bukankah aku juga memenuhi syarat sebagai pria idamanmu?" ejek Woojin.
Yeonsoo menatap Woojin dari atas sampai bawah. Yeonsoo mengangguk mengiyakan.
"Kau memang tipeku, Kak," Yeonsoo tersenyum manis, "Sayangnya kau itu gay."
Yeonsoo kembali berjalan ke parkiran tanpa rasa bersalah sedikit pun. Woojin menghela nafas lelah. Ujung-ujungnya sakit hati~. Nasib ya nasib~
****
Makassar, 03 Agustus 2016