"Sebagai janda seharusnya kamu bisa menjaga harga diri kamu, sudah tau kamu pernah gagal dalam berumah tangga, kenapa kamu malah dengan mudahnya menyerahkan tubuhmu pada lelaki yang belum menjadi suamimu ?" Kubalas pesan dari Rosa dengan tegas.
Aku sebenarnya tidak ingin merendahkan status dia sebagai seorang janda, tapi karena dia sudah mulai menerorku aku mau tidak mau harus mengatakan itu padanya. Aku tak ingin memperlihatkan kesedihan dan kekecewaanku padanya, cukup aku sendiri yang tau. dia pasti akan tertawa jika aku terlihat lemah di hadapannya setelah pengakuan cerita darinya.
"Kamu gak tau kalau dia kena HIV ? Nanti kamu ketularan, pasti kamu akan mati bersama dia!"
"Mungkin kamu duluan, bukannya kamu yang terlebih dulu tidur dengannya daripada aku ?"
Pertanyaan terakhir dariku yang tidak pernah mendapat balasan lagi darinya sampai sekarang, mungkin dia sudah memblokirku. Biarkanlah, itu lebih baik.
Kutarik nafasku panjang, aku merasa duniaku hancur, aku merasa tertipu dengan suamiku, bagaimana bisa aku menyerahkan kesucianku kepada seorang pria yang tidak menjaga kesuciannya. Aku mengambil air wudu, aku mengadu pada Tuhan pemilik dunia beserta isinya, maha membolakbalikkan hati manusia, aku ingin meminta jawaban darinya haruskah aku menanyakan tentang kebenaran ini pada suamiku sementara dia sudah menutup rapat yang mungkin menjadi aib untuk dirinya.
"Assalamualaikum dek." Sapa suamiku saat dia baru pulang kerja.
"Walaikumsalam mas." Jawabku sambil melepas mukena dan mencium tangannya.
"Sudah makan mas ?"
"Sudah tadi siang. Aku mau mandi dulu dek, gerah banget ini."
"Yaudah aku siapin teh hangat ya sementara kamu mandi."
Aku mengurungkan niatku untuk bertanya pada suamiku, karena sepertinya itu hanyalah akan membuka luka masa lalunya, biarlah dia menutup aib masa lalunya, bukankah orang itu harus melihat masa depan bukan masa lalu ?
Aku selalu menanamkan untuk pillow talk sebelum kita tidur, buatku komunikasi itu sangat penting walau kita tinggal satu atap. Karena waktu suamiku diluar lebih banyak daripada di dalam rumah bersamaku. Aku ingin membuat dia nyaman berada disisiku dan aku sendiri juga merasa nyaman bersama dia, kami hanyalah dua insan manusia yang tidak mengenal satu sama lain tapi harus tinggal satu atap dan menjadi sebuah keluarga. Pernikahan itu seumur hidup, bukan hanya satu atau dua tahun saja, setidaknya kita melakukan pacaran dalam pernnikahan, mempelajari dan memahami karakter masing-masing itu sangat penting agar di kemudian hari tidak ada kesalahpahaman diantara kita.
Malam ini entah sudah berapa kali kami melakukan hubungan suami istri, suamiku memang pria penyuka seks, jadi aku yang baru pertama berusaha untuk mengimbangi permainannya meskipun kadang aku masih merasakan perih luar biasa di area kewanitaanku. Mas Dimas mencium bibirku, melumatnya, lidah kami saling beradu, kami saling bertukar saliva, sesekali dia melepas bibirku memberikan aku kesempatan untuk mengambil nafas lalu kembali meraup bibirku. Tangannya bermain di kedua payudaraku sesekali memilik putingku membuatku bersesis dan semakin ingin meraup bibir milik mas Dimas. Kejantanan mas Dimas dia dorong kedalam kewanitaanku, pelan dan semakin dalam hingga membuatku mengeratkan pelukanku pada suamiku, desahan demi desahan terus keluar dari mulutku jika mas Dimas melepas bibirnya dari bibirku, tubuhnya terus mendorong memompa kejanatannya pada kewanitaanku hingga aku merasakan tubuhku bergetar hebat tanda aku telah mencapai puncaknya, dan disusul dia yang mempercepat gerakannya lalu limbung kesampingku dan menarikku ke dalam pelukannya.
Drrtt Drtttt Drttttt getar ponsel membangunkan tidurku, aku melirik ke aras mas Dimas masih tertidur dengan nyenyaknya, mungkin dia lelah habis bercinta denganku, bahkan tubuhnya masih telanjang tak tertutup kain sehelaipun. Aku menarik selimut menutupi tubuhnya, lalu duduk mengambil ponsel di atas nakas, ada nomer yang tak bernama melakukan panggilan berkali-kali pada suamiku. Sebenarnya bisa saja aku mengangkatnya karena aku punya hak juga, tapi kupikir biarkan saja suamiku yang mengangkatnya, siapa tau memang penting urusan kantor atau keluarga.
"Mas, ada telpon." Kubangunkan suamiku.
"Siapa ?" Tanyanya dengan mata yang masih berat tapi dia mengambil ponsel dan mengangkatnya.
"Halo.." Sapanya pada seseorang diujung telpon.
Selanjutnya aku tidak mendengar suamiku berbicara lagi, sejujurnya aku penasaran dengan apa yang dikatakan orang di ujung telpon itu, tapi aku tidak berani bertanya, kuputuskan untuk merebahkan diriku disamping suamiku, aku tidur membelakanginya agar dia tidak merasa sungkan menerima telpon di dekatku.
"Aku tidak akan menceraikannya." Kata suamiku yang membuatku membuka mataku lebar.
"Kita sudahi saja hubungan kita. Aku minta maaf kalau selama ini aku ada salah, aku doakan kamu mendapat jodoh yang terbaik." Setelah itu aku tidak mendengar apa-apa lagi, mungkin teleponnya sudah di matikan. Aku hanya mendengar suara hembusan nafas suamiku yang terdengar sedikit memburu.
"Dek." Mas Dimas memanggilku.
Aku memilih memejamkan mataku pura-pura tidur. Aku tidak bergerak sedikitpun meskipun dia meraih lenganku.
"Aku tau kamu tidak tidur, bisakah kamu berbalik dan melihatku ?" Pintanya sambil terus berusaha menarik tubuhku agar aku memutar menghadapnya.
"Aku bisa jelaskan semuanya padamu, aku ... "
"Ternyata percuma ya aku mematahkan nomor ponselmu waktu itu." Kataku tegas tanpa membalikkan badan.
Mas Dimas tidak berkata apa-apa lagi, dia langsung melepaskan tangannya dari lenganku, lalu meninggalkanku ke balkon kamar sambil menyalakan rokok, sedangkan aku memutar tubuhku membelakanginya kembali. Apa yang telah mereka bicarakan hingga dia bisa menyebut kata perceraian di depanku. Bahkan manisnya pernikahanpun belum aku raih, tapi rasa sakitnya sudah bertubi-tubi seperti ini.
****
"I love you sayang."
"I love you too. Sayang kenapa ke restonya sore banget ?"
"Iya sayang, maaf ya tadi si dia rewel banget."
"Iya sayang. Yaudah g pa-pa aku ngerti kok."
Bayu, pria yang ku kenal lewat aplikasi dating berwarna hijau muda. Awalnya aku sama sekali tidak pernah membayangkan jika akan sejauh ini berhubungan dengan dia. Awalnya aku hanya iseng karena di ponsel suamiku ada aplikasi hijau ini, aku ingin mengerjai suamiku, aku ingin menjadi orang lain dan mencoba merayu suamiku, tapi nyatanya aku sendiri yang tidak sanggup, akhirnya aku merasa kecewa karena suamiku ingkar janji. Jadi begini, suamiku itu tidak bisa hidup dengan satu perempuan, nanti aku bisa ceritakan lagi hingga akhirnya aku mengijinkan dia bermain aplikasi dating dengan syarat jangan pernah ada yang di hapus, tapi nyatanya bersama denganku dia menghapus pesan itu, setiap kutanya kenapa dihapus alasannya karena kepencet. Oke aku menjadi pura-pura bodoh, hanya demi aku tidak ingin bertengkar dengan dia. Darisitu aku kecewa berat dan akhirnya memilih membalas chat dari beberapa orang, dan entah kenapa pilihanku jatuh pada pria bernama Bayu. Seorang pria pemilik resto ayam goreng yang bertempat tinggal tak jauh dari rumahku.