Bertengkar lagi

603 Kata
Sepanjang perjalanan Mas Ikbal tak banyak bicara hanya sesekali menanggapi ocehan putrinya dan tertawa bersamanya, sedangkan aku hanya didiamkannya saja. Pintu gerbang otomatis bergeser dan mobil memasuki pekarangan, Mas Ikbal membunyikan klakson dan sesaat kemudian Soraya keluar untuk menyambut Mas Ikbal, ia terlihat cantik dengan home dress bunga warna peach serta jilbab senada. "Assalamualaikum," ucap Mas Ikbal. "Walaikum salam, Mas," balasnya sambil mengulurkan tangan untuk menyalami suamiku dan membawakan tasnya ke dalam. "Tante ... Kok Tante gak pulang-pulang?" Wanita itu terlihat terkejut dengam pertanyaan polos putriku. "Raisa ... Ayo masuk Nak," jawab mas Ikbal menyelanya. "Ayo Raisa," kataku sambil menggandeng tangannya ke dalam kamar. Sedang sibuk mengganti pakaian putriku ketika Mas Ikbal masuk ke kamar lalu menutup pintu. Aku mengernyit melihatnya namun aku diam saja ketika ia mulai mengambil handuk sambil melepaskan kancing kemejanya. "Mas, mau mandi di kamarku?" "Iya, kenapa?" "Gak usah di sini, nanti pengantinmu cemburu," ucapku sambil merapikan rambut putriku. "Dia tidak akan marah, Jannah," ucap Mas Ikbal sambil melepas bawahannya. "Oh ya, Mas tahu sekali tentang dia?" Aku mulai emosi karena suamiku terang-terangan tentang wanita itu. "Bagaimana aku tidak tahu, aku telah hidup serumah dengannya selama bertahun tahun, Ayahnya memungutku dari jalan memberiku makan dan pendidikan seperti anak sendiri, sehari-hari aku bergaul dengannya bagaimana aku tidak tahu?!" Suamiku mendadak emosi sekali hingga wajahnya ikut merah padam. Aku hanya diam menahan napas mendengarkan sambil meresapi rasa perih yang kian bertambah-tambah. Ia mendengkus pelan lalu berkata, "Aku sudah sangat lapar, tolong siapkan makanan." "Mas tidak punya perasaan." "Jangan menguji kesabaranku lagi, Jannah." "Lihat apa yang terjadi, tadi di depan Bapak Mas begitu mengalah dan sekarang Mas begitu kasar padaku, aku ini kau anggap apa Mas?" Dia tak menanggapi dan masuk ke dalam kamar mandi. Setelah selesai membereskan Raisa aku beralih ke dapur menyiapkan makan malam. Kubuka lemari es dan mengeluarkan sayur dan ikan. Meski aku sakit hati, tanggung jawabku tak bisa kulepaskan begitu saja, jika aku tak masak maka suamiku akan semakin geram dan Soraya akan mengambil keuntungan dari hal ini. * "Mbak, aku udah masak," ucap Soraya yang tiba-tiba mendatangiku ketika mencuci sayur di wastafel. "Masak apa?" "Sayur asam dan ikan goreng kecap." "Oh ya?" Aku masih sibuk memotong sayur. "Mas ikbal suka kok, Mbak, dia lahap kalo makan dengan lauk itu," jawabnya sedikit dengan nada antusias. "Kamu tahu semuanya tentang mas Ikbal ya," tanyaku dengan hati berdesir sedih. "Iya, Mbak," jawabnya lirih. "Tapi ... Ada hal yang sangat aku sayangkan, kenapa kamu tidak jadi istri pertama suamiku, kenapa kamu harus jadi yang kedua? Harusnya jika suamiku sudah berjanji pada Ayahmu, harusnya ia tidak menikahiku, dan lihat apa yang terjadi padaku saat ini?" "Maaf Mbak, tapi aku ga maksa Mas Ikbal buat menikahiku," bantahnya. "Tapi kamu bisa menolak ketika dia melamarmu." Ia tidak menanggapiku tetap menunduk dan meremas jari jemarinya. Aku hanya menggeleng melihat ekspresinya, "Pergilah dari sini, karena aku sungguh tak tahan melihatmu." "Maafkan aku mbak," katanya sambil berlalu. "Oh ya, kamu dulu sekolahnya sampai di mana?" "Sarjana, Mbak." "16 tahun belajar dan kamu hanya jadi pelakor?" "Aku bukan pelakor Mbak." "Lantas apa sebutan elegan untuk perebut suami orang?" Ia seketika berlalu dengan air mata yang sudah menderas di pipinya. "Oh ya, beritahu Suamimu sana, kalo aku memarahimu!" Aku sudah tak peduli meski di sisi lain aku memang mencintainya tapi gejolak cemburu dan dendam berkobar begitu saja kala melihat Soraya. Sungguh, mungkin aku telah menjelma menjadi begitu kejam namun aku harus bagaimana untuk menghilangkan semua sesak yang menghimpit ini, aku ragu aku bisa bertahan dalam rumah ini. Namun jika aku meninggalkannya begitu saja, alangkah mudahnya Soraya memenangkan segalanya, aku tak rela, minimal ia harus membayar rasa sakit yang sama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN