Balas Dendam

1221 Kata
Anjani sedang menenangkan hati bersama dengan Vaulia untuk jalan-jalan ke mana saja yang mereka inginkan. Mereka berdua bersahabat sejak lama. Jikalau Vaulia tidak perlu mencari pekerjaan lagi sebab orangtuanya yang terbilang sangat berada. Sayangnya Anjani tidak mau mencoba di perusahaan milik orangtuanya Vaulia. Lebih baik mencari di luar dengan keinginan sendiri dan bisa bekerja sesuai dengan apa yang dia inginkan. Untuk kali ini Vaulia mengajaknya untuk ke salah satu tempat tongkrongan baru yang dikhususkan untuk anak-anak muda dan bernuansa Korea sekali. Mulai dari makanan hingga tempatnya juga punya ciri khas. “Kali ini kita makan pedas gimana? Sama yang lainnya, pokoknya hari ini kita makan sepuasnya. Nggak usah pikirkan gemuk. Kita dari dulu makan banyak nggak gemuk-gemuk.” Anjani mengangguk setuju dan mengangkat jempolnya. “Oke, setuju.” “Hot pot atau grill? Atau keduanya?” “Keduanya, jangan lupa juga makanan yang lain dipesan. Untuk hari ini aku yang traktir. Makan pedas aja semua. Benar-benar bikin emosi sama tuh orang.” Vaulia sudah pasti tahu keadaan hatinya Anjani, sampai wanita it tidak protes sama sekali dengan kelakuan gila Anjani. “Aku yang bayar, kamu kan batal kerja. Jadi sayangi saja uangmu. Setelah ini kita pergi ke klinik. Manja dikit nggak apa-apa, kan. Manja sama diri sendiri gitu.” “Boleh.” Vaulia orang yang sangat peka sekali terhadap apa yang terjadi pada Anjani setelah ditolak kerja, dia yang tadinya berharap untuk tidak jadi beban keluarga. Tapi justru menjadi lebih beban lagi. Sayangnya keinginan papa Anjani tetap sama. Anjani tidak perlu bekerja, dan menikah saja. Entah doa mereka berdua masih tetap sama, yaitu ingin Anjani menikah dibandingkan harus bekerja tapi begitu ditolak justru terlihat seperti orang yang harusnya masuk ke rumah sakit jiwa untuk dibiarkan di sana. Mereka berdua makan dengan cukup lahap sembari bercerita tentang kekesalan masing-masing sampai memilih untuk ke sini. Sedangkan tadi sebelum berangkat ke tempat ini, Anjani diberikan uang lima juta oleh Dewi. Belum lagi diberikan oleh papanya. Memang benar, ibu tiri serasa ibu kandung itu benar-benar ada—atau mungkin karena tidak ada anak perempuan lagi selain dirinya? Yang jelas Anjani merasa beruntung saja untuk hidup sebagai satu-satunya perempuan di keluarga itu. Jadi ratu di dalam keluarganya dengan cara yang sangat baik. Papanya juga sebenarnya tidak mengizinkan Anjani bekerja. Tapi ingin hidup mandiri tidak mau lagi melihat papanya bekerja sangat keras. Kini giliran dia yang harus membahagiakan orang-orang di rumah. Waktu Anjani sedang memegang sumpit dan hendak mengambil makanan. Sorot matanya tertuju pada pasangan yang ada di jarak beberapa meter dari mereka berdua terlihat sangat mesra sekali berpegangan tangan lalu mengobrol. “Yaya, lihat mereka!” Anjani memanggil Vaulia dengan panggilannya sedari kecil bahkan selama mereka bersahabat itu adalah panggilan khusus. Gadis itu juga menoleh ke arah orang yang ditunjuk oleh Anjani. Gadis itu kemudian melirik ke arah Anjani dan kepada pria dan wanita yang sedang pacaran. “Kamu tahu itu siapa?” “Nggak, nggak kenal. Baru lihat di sini. Emang ada apa sih?” Anjani merasa hatinya sangat panas, apa artinya samyang dan juga makanan yang berjejer di sini sekarang sangat banyak sekali setelah melihat pria yang sedang bermesraan dengan wanita. “b******n yang menolakku itu adalah dia,” umpat Anjani ketika dilihatnya Alvaro sedang bersama dengan seorang wanita dan mungkin itu adalah kekasihnya. “Apa yang kamu rencanakan?” kekesalan Anjani tidak bisa ditahan lagi. Sementara Anjani menggigit sumpitnya dan berpikir untuk membalas apa yang sudah dilakukan oleh Alvaro kepadanya. Tidak lama dia kemudian bangun dari tempat duduknya. “Tunggu di sini. Biar dia dapat pelajaran dari Anjani, siapa yang dia buat seperti ini, sih. Lawan dia itu salah.” “Nah ya benar. Kamu harus balas dendam ke dia.” Anjani membersihkan mulutnya dengan tisu dan mengambil cermin dari dalam tas. Untuk bercermin memastikan dirinya cantik. “Oke, cantik udah. Cabai di gigi juga aman, lipstik masih ngejreng. Waktunya balas dendam.” Dia berjalan dengan pelan ke meja tempat Alvaro duduk dengan wanita itu. Braaaak. “Jadi ini kelakuan kamu di luar, Alvaro? Terus kamu sama dia sekarang setelah aku hamil? Kamu nggak mau tanggung jawab sama perbuatan kamu sendiri?” Vaulia ternganga mendengar ucapan Anjani di depan orang banyak tapi malah mengakui dirinya hamil. Oh yang benar saja, di kampus banyak pria yang naksir kepadanya tapi tidak ada yang pernah diterima oleh Anjani. Sekarang melakukan tindakan gilanya. Benar-benar gadis gila ini. Vaulia merasa kewarasan Anjani sudah habis. Sementara itu Alvaro yang menelan salivanya susah payah melihat gadis ini berdiri di depannya. Wanita yang ada di seberangnya juga bangun. “Al, kamu apa-apaan?” “Aku nggak kenal dia.” “Nggak kenal. Tapi dia tahu nama kamu.” “Orang bakalan kenal sama aku karena aku pengusaha.” “Kamu itu korban yang keberapa sih? Aku sama Al sudah pacaran tiga tahun. Kami berantakan waktu aku seperti ini sekarang.” Byuuuur Jus yang di depan wanita itu langsung tumpah di wajahnya Alvaro. “Emang benar, ya. Kamu itu b******n kelas kakap. Kamu nggak akui perempuan yang baru saja bilang dia ini hamil anak kamu. Kamu juga ngeles di depan aku. Kamu nggak usah hubungi aku lagi dari sekarang!” Wanita itu pergi, tapi berusaha ditahan oleh Alvaro. Anjani ke tempat Vaulia lagi dan sekarang malah melihat Vaulia tidak ada di sana. Waktu dia menoleh. “Anjani, bentar aku ke toilet. Perutku langsung sakit dengar kamu ngaku hamil.” Dia melihat pesan dikirimkan oleh Vaulia. Sementara gadis itu tertawa dengan tingkahnya barusan yang sudah membuat Alvaro ketakutan. Dia melanjutkan makannya dengan suasana hati yang baik sekali setelah membuat pria itu marah besar. Anjani sedang makan sendirian sembari menjaga barang-barangnya Vaulia. “Nona Anjani.” Dia mengangkat kepalanya melihat Alvaro ada di sana. “Why? Impas, kan?” “Ini balas dendam? Apa yang kamu lakukan ini sungguh keterlaluan. Kamu pikir siapa yang kamu lawan? Saya waktu itu tertarik karena kamu pintar. Tapi sekarang saya sadar, kamu pintar hancurkan hidup orang lain.” Pria itu bertepuk tangan untuknya. “Apa kamu wanita yang bisa dibayar untuk tidur? Jika memang iya, sebutkan berapa tarifmu untuk satu kali main?” Anjani geram dengan ucapan pria itu dan sekarang malah ingin menyiramnya dengan kuah hot pot. “Apa Anda sedang menghina saya, Pak Alvaro yang terhormat?” “Bagaimana denganmu? Bicara seperti itu kepada calon istri saya? Kamu adalah perempuan paling gila. Jangan anggap urusan kita berdua ini akan selesai sampai di sini. Kamu tidak akan pernah bebas dari saya. Camkan baik-baik, kamu akan menyesal seumur hidup. Dari detik ini juga, kamu akan menderita sampai seterusnya! Jangan lupa sebutkan tarifmu kepada saya. Mungkin saya bisa benar-benar lakukan itu ke kamu. Satu juta? Apa terlalu murah? Atau satu milyar untuk tinggal bersama dengan memberikan pelayanan untuk saya? Saya sanggup bayar kamu satu bulan satu milyar untuk service terbaikmu.” Anjani sudah benar-benar meradang dengan jawaban pria itu. “Apa Anda sadar dengan yang Anda ucapkan sama saja menghina Ibu Anda?” “Tentu tidak. Karena kamu mengaku hamil. Kamu tidak pernah menikah. Daripada kamu main sama hidung belang atau pacar kamu itu. Lebih baik sama saya. Saya bayar kamu mahal. Tidak perlu bekerja di perusahaan saya dengan gaji yang hanya lima jutaan. Satu milyar satu bulan, asal jadi teman tidur saya. Sepakat?” Kali ini justru Anjani yang sudah gila. Dia mendapatkan respons yang tidak bisa dia biarkan. Alvaro harus membayar semua yang sudah dia katakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN