Chapter ↪1↩

682 Kata
My stalker Vampire 1. Aku kembali ke mall yang sering aku kunjungi. Di sini ada sebuah toko yang menjual barang atau miniatur vampire dan tentu saja aku yang menyukai segalanya tentang vampire tertarik untuk datang ke sana bukan hanya untuk melihat-lihat tapi juga membeli. Poster vampire pria yang sedang menggigit leher seorang wanita menarik perhatianku. "Aku ingin membeli poster itu," tunjukku pada pelayan wanita yang melihat ke arah yang kutunjuk. "Baik, ada yang lain?" tanya pelayan itu setelah mengambil pesananku dan aku menanggapinya dengan menggeleng. Pelayan itu membungkus pesananku dan membawanya ke kasir, harganya lumayan mahal karena toko ini satu-satunya toko yang menjual hal-hal berbau vampire. Setelah membeli barang yang aku mau, aku berjalan melewati kios-kios mall mencari sesuatu yang menarik. Tidak ada yang bisa menarik perhatianku, aku lalu duduk di salah satu bangku panjang untuk istirahat yang disediakan mall ini. "Permisi nona, bolehkah aku duduk disampingmu?" pinta seorang pria yang berkulit pucat, memakai pakaian serba hitam dan ada sedikit noda merah di sekitar bibirnya. "Silahkan," jawabku dengan pelan karena aku tidak terlalu ingin berinteraksi, itu karena aku introvert atau memang tidak suka bersosialisasi. Pria itu tersenyum padaku, wajahnya yang lumayan membuat ia pasti disukai oleh wanita tapi aku tidak tertarik karena aku tahu jika tidak memungkinkan menyukai hal yang tidak bisa kuraih, pria ini contohnya. Aku balas tersenyum namun noda merah di sekitar bibirnya membuatku tidak nyaman. "Kenapa?" tanya pria itu sembari memegang sekitar dagunya yang mungkin menyadariku melihat bibirnya. "Ada noda merah di bibirmu," jawabku dan ia langsung mengelap bibirnya namun karena noda itu sudah terlalu kering, kurasa jadi susah untuk dibersihkan. "Kalau boleh, biar aku bantu bersihkan," tawarku padanya yang ia jawab dengan anggukan. Jariku menuju bibirnya. lembut, itulah yang aku rasakan, namun aku tidak terlena dengan bibir lembut itu dan segera membersihkan noda merah itu. "Sudah bersih," ujarku. "Terima kasih," balas pria itu dan kembali tersenyum. "Sama-sama." "Apa yang Nona beli?" tanya pria itu dan melihat tas berisi barang yang kubeli. "Hanya poster," jawabku singkat. "Poster apa?" tanyanya lagi dan itu membuatku kesal karena aku sedang tidak suka untuk ditanya-tanya apalagi ini merupakan hal sensitif bagiku. "Vampire," jawabku seadanya. "Kenapa Nona menyukai hal semacam itu?" tanyanya lagi dan aku hanya menatapnya datar tanda aku tidak ingin membahas apapun. "Maaf," ujarnya dengan wajah tidak enak dan membuatku merasa bersalah. "Tidak apa. Tidak usah formal, aku Mika," ujarku memperkenalkan diriku padanya dan disambut baik olehnya. "Aku--" "Hai, bisakah kita foto bersama?" tanya beberapa wanita pada pria itu yang kurasa tadinya sudah mengawasi pria itu seperti ingin menerkamnya, aku juga tidak akan menyangkal jika tidak ada yang tahan melihat pria setampan itu. Ucapannya yang terpotong tadi tidakku pedulikan dan segera pergi dari tempat itu, aku tidak suka keramaian dan pria tadi membuat keramaian yang aku benci maka lebih baik aku segera pulang dan menonton film vampire yang belum aku selesaikan. • 'Vampire diaries' adalah tontonan yang sangat menarik minatku saat ini, apalagi para pemainnya yang benar-benar membuatku merasa ikut memainkan peran, aku begitu mudah jatuh cinta saat pertama kali menonton serial ini. Jam menunjukkan angka 00.56, namun saat ini bahkan rasa kantuk pun tidak terasa karena aku sangat menikmati film ini. Dengan lampu kamar yang aku matikan dan hanya gorden kaca balkon yang kubuka itu sudah cukup menerangiku, apalagi hari ini bulan purnama, kamarku yang berada di lantai atas sangat bagus untuk menerima cahaya rembulan. Knock! Knock! "Aaaaa!" Aku kaget karena suara ketukan itu, jika itu berasal dari pintu maka aku tidak akan sekaget ini tetapi ketukan itu berasal dari pintu kaca balkon kamarku yang berada di lantai atas. Aku berdiri dari dari kasur menuju pintu kaca kamarku. Yakinlah saat ini aku seperti sedang bermain film horror, aku paling tidak suka dengan jumpscare yang kerap kali menakutiku. Aku dengan napas yang berat melihat pintu kaca itu dan pastinya TIDAK, tidak akan membukanya. 'Tidak ada siapa-siapa' batinku. Aku segera menutup gorden pintu itu, aku juga merutuki mengapa harus kaca kenapa tidak pintu kayu saja yang di letakkan di sana. Sesudah itu aku kembali ke kasurku dan kembali menonton walau rasanya tidak senikmat tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN