Her Sadness

1791 Kata
Derap langkah itu kembali terdengar. Bukan langkah kesedihan seperti beberapa bulan yang lalu, melainkan derap langkah kekhawatiran dan ketakutan yang terlihat jelas di wajah cantik keempat wanita ini. Kim Dani, seorang artis pendatang baru paling populer di Korea Selatan berlari tergesa bersama Andini Neva, sahabat sekaligus Managernya yang rela meninggalkan syuting drama Prime Time yang sedang ia jalani. Begitu pula dengan Min Dain dan Meidina yang rela meninggalkan sidang dan rapat penting mereka kembali menyusuri lorong panjang rumah sakit. Bukan ruangan duka seperti kala itu yang mereka datangi, melainkan ruangan UGD yang seakan begitu akrab dengan kehadiran keempat sahabat itu di sana. Lee Dana. Sahabat mereka itu masih tak dapat berpikir secara rasional. Entah sudah beberapa kali ia melakukan percobaan bunuh diri seperti ini. Overdosis obat tidur, gantung diri bahkan yang terakhir ini, ia berani memotong nadi tangannya sendiri. Hari - hari yang mereka lalui selama beberapa buan terakhir ini dipenuhi dengan kecemasan. Seolah takut mengambil handphone mereka dan mendapat telepon dari Kim Eun Hae, ibu Dana yang mengabarkan bahwa Dana kembali melakukan hal yang begitu bodoh. Langkah keempat sahabat ini terhenti saat melihat kedua orang tua Dana terlihat begitu lemah di depan ruang UGD. Ayahnya bersandar di dinding depan ruangan sembari menundukkan kepala, sedangkan ibunya terduduk lemas di kursi tunggu menangisi Dana yang masih terbaring kritis di balik pintu ruangan itu. "Omoni -panggilan ibu untuk orang dekat-," Sapa Dini mendatangi Eun Hae. ia berjongkok di depan orang yang sudah ia anggap sebagai pengganti ibunya sendiri lalu menggenggam tangannya erat. "Aku yakin Dana akan baik - baik saja." Eun Hae mengangkat wajahnya lalu menatap nanar kepada keempat sahabat anaknya yang telah mengelilingi tubuhnya. Dani dan Dain duduk di sampingnya memeluk tubuhnya erat sedangkan Dini dan Dina berada di bawahnya sembari menggenggam erat tangannya mencoba memberi kekuatan yang seharusnya dengan mudah dia dapatkan jika saja anak bungsunya itu tidak melakukan hal yang bodoh seperti ini. "Kenapa ia selalu melakukan hal bodoh seperti ini. Tak sadarkah ia kalau masih banyak orang yang peduli dan tidak ingin kehilangannya?" ucap Eun Hae nanar diselingi tangis sendunya membuat keempat sahabat itu mengeratkan pelukan "Bagaimana jika Dokter bilang ia tidak dapat diselamatkan?" "Omoni, jangan bilang seperti itu. Aku yakin dokter akan menyelamatkan Dana. Kita hanya perlu bersabar dan Omoni harus kuat." Eun Hae mencoba tersenyum melihat keempat sahabat anaknya ini yang telah begitu setia dan sayang kepada Dana layaknya saudara sendiri, Mereka bahkan rela melepaskan apapun untuk kebahagiaan satu sama lain. "Dana beruntung mempunyai teman seperti kalian," ucap Eun Hae memandangi satu persatu sahabat anaknya itu. "Kami yang beruntung mempunyai sahabat seperti Dana," ucap Dini meletakkan kepalanya di paha Eun Hae membuat ibu temannya itu memandang sendu lalu, mengelus kepalanya lembut mengerti dengan kesedihan yang Dini alami selama ini. Tubuh mereka bergerak saat melihat dokter keluar dari ruangan Dana. "Bagaimana keadaan Dana?" ucap Lee Dong Hwan, Ayah Dana bergegas mendatangi dokter itu. Wajahnya terlihat pias takut terjadi sesuatu dengan putri bungsunya yang tak dapat dia tutupi lagi "Beruntung pembuluh nadi utamanya tidak terpotong. Dia akan baik-baik saja." Helaan napas lega menyeruak setelah mendengar ucapan dokter. Eunhae bergerak mendatangi suaminya lalu kembali menangis di pelukan suaminya, begitu pula Dani, Dini, Dina dan Dain yang berpelukan mengucapkan syukur. ***** Dina berjalan mendekati kedua orang tua Dana yang sedari tadi hanya duduk memandang tubuh Dana yang terkulai lemah. Pergelangan tangan kirinya diperban, sedangkan tangan kanannya telah menempel jarum infus membuat hati Dina perih melihat Dana seperti ini. "Omoni Dan abonim -ayah- sebaiknya pulang dulu." Dina tak tega melihat kedua orang tua Dana yang notabene Bosnya terlihat begitu lemah sekarang. "Kalian pulanglah! Aku ingin berada di dekat Dana. Bagaimana mungkin aku pulang dan meninggalkan putriku dalam keadaan seperti ini," tolak Eun Hae lemah tak ingin meninggalkan putrinya seorang diri di rumah sakit sedangkan dia pulang dan bisa beristirahat dengan nyaman "Omoni ..." ucap Dini berusaha membujuk Eun Hae agar beristirahat. "Omoni dan abonim harus beristirahat. Biar kami yang menjaga Dana. Kami tak ingin kalian sakit hanya karena kurang beristirahat. Kami janji tidak akan tidur dan menjaga Dana selama 24 jam penuh, tapi kalian pulang, ya ..." Dini duduk di hadapan Eun hae lalu mengusap tangannya lembut meminta dirinya untuk istirahat. Lee Dong Hwan terlihat menatap Dina dan Dini yang terlihat kekeh membujuk mereka, Ia menghembuskan napas sebelum akhirnya membujuk istrinya agar pulang ke rumah. "Kalian janji akan menghubungi kami jika terjadi sesuatu?" tanya Eun Hae lemah yang dijawab anggukan keempat sahabatnya. "Kami pulang dulu," ucap Eun hae lemah sebelum akhirnya berjalan keluar dengan dipapah suaminya. Keempat sahabat ini mengelilingi tubuh Dana yang masih terkulai lemah di ranjang megah ruang VVIP ini, Hembusan napas berat kembali bersahutan, mata mereka memerah menahan air mata yang ingin kembali keluar melihat Dana seperti ini. Dina bergerak mendekati Dana lalu merapikan helaian rambutnya yang jatuh di wajah pucatnya. Dana terlihat begitu tenang dalam tidurnya sekarang, seolah kesedihan yang ia rasakan selama beberapa bulan terakhir ini hilang tak berbekas tapi, setelah ia membuka mata keempat sahabat itu tak tau hal nekat apa lagi yang akan Dana lakukan. "Kenapa Kau melakukan hal ini Dana – yah? Apa Kau ingin aku merasakan kehilangan lagi, setelah baru setahun yang lalu aku kehilangan seluruh anggota keluargaku," ucap Dini lirih. Air mata sedari tadi ia tahan perlahan keluar membuat Dani yang berada di sampingnya memeluknya dengan begitu erat. **** "Kita sudah sampai!" teriak Dani riang dari balik kemudi. Matanya menatap sedih Dana yang masih terdiam di apit Dina dan Dohee. Ia menghembuskan napas sebelum kemudian menatap Dini yang menggeleng pelan. Setelah dirawat secara intensive di rumah sakit selama lebih dari dua minggu. Hari ini Dana diperbolehkan keluar rumah sakit dan kembali ke rumah, namun Dana berubah, tak ada lagi tawa dan canda yang terdengar darinya, tak ada lagi senyuman manis yang selalu ia berikan kepada keempat sahabatnya yang selalu setia menemaninya. Yang ada hanyalah wajah sendu dan tatapan kosong, seolah ia masuk ke dalam dunianya sendiri. "Hati – hati," tegur Dain saat Dana keluar dari mobil van artis milik Dani Keempat sahabat itu menghembuskan napas pelan, sebelum kemudian merubah wajah sendu mereka menjadi ceria. Mereka tak ingin Dana melihat wajah sedih mereka dan membuatnya terus masuk ke dalam dunia yang ia ciptakan. Mereka ingin Dana melihat keceriaan yang ada di wajah mereka. "Ayo masuk, aku yakin Omoni sudah memasakkan semua makanan kesukaanmu." Dani menarik tangan Dana lalu bercerita semua kejadian lucu yang ia alami. Dana hanya terdiam mendengarkan ucapan riang Da lni. Mereka berjalan memasuki rumah berpagar tinggi ciri khas keluarga konglomerat Korea. Keluarga Dana termasuk keluarga kaya di Korea. Perusahaan-perusahaan besar di bidang komunikasi, Pangan serta jasa berada di kekuasaan LDN group, Termasuk pusat perbelanjaan terbesar di Korea. Sehingga untuk mempunyai rumah super mewah seperti ini tidak sulit untuk mereka. Rumah berdesain percampuran antara Eropa dan Korea ini terlihat begitu nyaman untuk didiami. Rumah yang mengundang decak kagum dari orang yang melihatnya, termasuk keempat sahabat ini yang masih saja terpesona setiap memasuki rumah mewah ini. "Welcome," Sapa Eun hae riang saat kelima gadis itu memasuki ruang keluarga berwarna coklat mewah dengan ukiran kayu yang di import langsung dari Jepara, Indonesia. Bahasa Inggris yang terlihat begitu kagok sehingga membuat keempat sahabat itu terkekeh. "Omoni, Kau tidak perlu mengunakan bahasa Inggris seperti itu untuk menyambut kami, " kekeh Da ni membuat Eun hae merenggutkan bibirnya. "Putri cantikku ..." sapanya menatap Dana lalu tersenyum lebar, "Welcome back," ucapnya riang seraya memeluk erat tubuh Dana yang masih saja tidak bereaksi membuatnya tersenyum sedih. Ia mencoba menghapuskan raut wajah sedihnya lalu kembali menatap kelima gadis di hadapannya dengan senyum ceria. "Mau langsung ke kamar atau makan dulu? Aku sudah memasakkan kesukaan kalian, Samgyetang, Kimbab, Jab cay, Nasi Goreng, soto, dan Samgyeupsal.” kekehnya tertawa membuat Dina dan Dini melotot kepadanya. "Omoni!!" teriak kedua sahabatnya itu mendengar menu perut babi panggang. "Tenang saja aku hanya bercanda,." canda Eun hae membuat semuanya tertawa, Eun hae tertawa melihat wajah merenggut kedua sahabat anaknya yang berasal dari Indonesia. Dengan perbedaan budaya dan kepercayaan, Ia mengerti kenapa Dini dan Dina tidak memakan apapun yang terbuat dari daging babi. Senyum di wajah Eun hae hilang saat melihat wajah putrinya yang masih saja datar dan tanpa ekspresi. Hatinya meringis pedih melihat anak bungsunya berubah menjadi seperti sekarang. "Aku masuk ke kamar dulu," ucap Dana datar menghentikan canda tawa yang tercipta. "O.. Aku mengerti," ucap Eun hae sedih melihat anaknya berjalan meninggalkan dirinya dan keempat sahabatnya. "Ya.. Dana – yah, Tunggu aku!" teriak Dain dan Dina bersamaan berlari mengejar Dana yang berjalan menuju kamarnya "Omoni, kami ke kamar dulu, baru kami makan," ucap Da ni mengecup pipi Eun Hae sehingga membuatnya tersenyum lemah. "Dini – ah, ayo pergi," ucapnya menarik Dini yang sedang menundukkan badan kepada Eun hee. Dini dan Dani berjalan memasuki kamar Dana yang terlihat begitu mewah dengan suasana hijau muda. Kamar yang luasnya hampir satu rumah sederhana di Indonesia ini di desain dengan begitu indah. Sekat-sekat kamar yang berubah menjadi rak-rak buku mulai dari novel percintaan sampai ke ensiklopedia kedokteran. Lemari dari kayu jati dengan rak-rak kaca transparan yang ada di salah satu sudut ruangan digunakan untuk koleksi figura unik dengan foto-foto Dana dan keempat sahabatnya beserta fotonya dengan Almarhum tunangannya. Lalu, di salah satu sudut terlihat pintu kecil yang menghubungkan kamarnya dengan salah satu ruangan super megah yang berisi pakaian dan perhiasan super mahal milik gadis berprofesi sebagai dokter itu. keluarganya kaya raya namun dia tak pernah sombong Ranjang super besar yang berada di tengah ruang terlihat begitu indah dengan kepala ranjang berupa lukisan super besar wajah kelima sahabat itu, di samping lukisan itu terlihat pigura yang berisi foto Dana dan Won yang saling berpelukan memandang matahari terbenam di sungai besar di sudut desa. Tubuh Dani dan Dini terpaku saat melihat Dana kembali menangis tersedu-sedu sembari menatap foto dirinya dan Won yang ada di pinggir nakasnya. Dain dan Dina berusaha menenangkannya. Tangis yang awalnya pelan mulai terdengar begitu memilukan sehingga membuat Dini dan Dani berlari mendekati Dana lalu duduk di pinggir ranjangnya. "Dana - yah!" panggil Da ni pelan, namun Dana masih saja menangis. "Lepaskan Won Oppa, biarkan dia tenang di alam sana," ucap Dini berusaha menenangkan tangisan Dana. "Kenapa dia meninggalkanku? Seharusnya dia tidak bisa pergi secepat ini. Seharusnya dia tidak pergi seperti ini, seharusnya besok ia akan mengucap sumpahnya bersamaku," isaknya membuat Dini memeluk erat tubuh Dana dan membiarkannya menumpahkan tangisnya. "Menangislah kalau itu bisa melegakan semua perasaan mu dan membuatmu tenang, tapi kami mohon jangan lakukan hal seperti itu lagi. Kami takut kehilanganmu." Dana melepas pelukan setelah mendengar ucapan lemah sahabatnya itu. dia menatap keempat sahabatnya satu persatu dengan perasaan bersalah yang terus menghujam jantungnya. "Maafkan aku telah membuat kalian ketakutan dan membuat kalian repot seperti ini. Aku mohon maaf kan aku," bisiknya kembali memeluk keempat sahabatnya yang mengelilinginya. Aku janji mulai besok kalian tak perlu mengkhawatirkan aku lagi, batinnya kembali menatap foto Won yang sedang tersenyum.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN