2. Cowok Cabe

1893 Kata
Seketika Liana pun menghentikan aksi usilnya itu. Tetapi sayang, sepatu yang tak bersalah itu pun sudah terburu tersangkut dan bertengger manis di pagar yang tepian atasnya ada kawat berduri. Karena mungkin kekuatan Liana yang tidak seberapa, membuat sepatu yang ia lempar pun hanya berhasil tersangkut di atas pagar berduri tersebut, bukan berhasil melayang ke luar pagar sesuai tantangan yang diberikan oleh Bapak kepala WO itu. Liana hanya menundukkan kepala masih terkejut, tetapi tidak ada sedikit pun untuk berinisiatif buat meminta maaf pada sang pemilik sepatu tersebut. Ia hanya bergeser sedikit ke arah Pak Ucok, kepala bagian WO, seakan meminta perlindungan dan pembelaan dari amukkan Executif Chef muda itu. "Kan udah aku bilang tadi, Na. Bandel sih kamu kalau dibilangin," ucap Hanif dengan suara pelan, saat sudah berada di dekat Liana sambil mengelus rambutnya. Dan hanya dibalas wajah cengiran oleh Liana. "Arkhan itu lumayan galak loh, Na." Sambung Hanif lagi, tetapi sorot matanya tetap menatap awas ke arah gerak geriknya Arkhan. Sedangkan Arkhan, Executif chef muda itu masih sambil bersungut marah, berusaha mengambil sepatunya yang tersangkut karena keusilan seorang Liana. Karena tersangkut di sela duri ranjau pagar, membuatnya lumayan kesulitan untuk melepaskannya. Pak Slamet, salah satu satpam di situ pun berinisiatif membantu mengambilkan sepatu Arkhan. "Sini Mas Arkhan, biar saya ambilkan sepatunya " Kemudian Arkhan pun bergeser ke samping, memberi tempat untuk pak Slamet, agar bisa menyelamatkan sepatu kerjanya itu. "Dasar norak, kampungan!" sungut Arkhan yang masih bisa didengar oleh Pak Slamet. Setelah sepatu berhasil diambil oleh satpam tersebut, Arkhan pun segera menentengnya ke arah rak sepatu, untuk mengambil yang sebelahnya kembali. Saat sudah ada di dekat Liana, tampak wajah Arkhan yang telah memerah karena menahan rasa amarah. Ia pun melihat di sekeliling bocah usil itu, ada beberapa pria yang sepertinya sangat dekat dengan makhluk kecil mungil tersebut yang juga sedang menatap ke arahnya. "Kalau emang enggak bisa berguna di sini, jangan bertingkah buat nyusahin. Ngerti!" seru Arkhan sedikit keras tetapi penuh dengan penekanan. Membuat Liana semakin merapatkan badan ke arah Pak Ucok. Bahkan kata-kata pedas seorang Arkhan pun tidak berhasil membuat Liana untuk meminta maaf padanya. "Eh, anak muda. Calm down, Bung. Perkaranya cuma sepatu kan? Tak perlu lah kau berkata kasar begitu," timpal Pak Ucok santai, tetapi bersiap melindungi Liana, gadis mungil yang memang sudah lama akrab dengannya itu. Arkhan pun tampak berusaha menahan kekesalannya, "ini bukan hanya tentang masalah sepatunya saja, Pak. Tingkah lakunya yang tidak ada kesan sopan santunnya itu yang perlu dipertanyakan lagi. Dan saya kira, jumlah usianya dia sekarang, tidak sependek dengan ukuran badannya kan? Dan itu cukup bisa membuatnya sedikit bersikap dewasa!" ucap Arkhan setengah merendahkan fisik Liana. Liana pun hanya bisa melongo bingung, tidak menyangka Arkhan akan bodyshaming kepadanya. "Sudahlah Arkhan. Sepatu udah ada kan bersama kamu. Urusan selesai." "Urusan saya dengan kamu, belum selesai. Ingat itu." Arkhan pun berkata ketus langsung ditujukan kepada Liana. "Wah. Kamu berani senggol Liana, urusan kamu sama kita, Bung!" sela Pak Ucok masih memonopoli jawaban untuk Arkhan. Tanpa membalas ucapan Pak Ucok, Arkhan pun segera memakai sepatu miliknya, setelah itu berlalu dari hadapan Liana dan para pelindungnya. Namun bisa dipastikan kalau hatinya masih bergejolak menahan rasa marah dan panas. Sungguh sore hari yang membuatnya malu tiada terkira. Hanya karena ulah konyol dan usil dari seorang gadis bernama Liana. "Pak Ucok!" seru Liana, setelah beberapa saat tidak mengeluarkan suara selama ada sosok Arkhan di hadapannya. "Apa? Mau berterimakasih sama saya ya?" tanya Pak Ucok percaya diri, tetapi wajahnya terlihat hanya bercanda. "Besok ice cream masih berlaku kan, Pak?" tanya Liana tanpa rasa sungkan, serta dengan wajah tatapan yang diimut-imutkan. "Liana nih, biar ada bom meledak, asal ada ice cream di hadapannya, mungkin tak akan berpengaruh bom itu untuknya," sahut Rio sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Iya. Dan Arkhan tadi bagai bom buat kamu loh Na. Nggak takut kamu. Bukannya dia termasuk bos kamu?" sambung Hanif menimpali ucapan Rio. "Paling juga dia nggak kenal sama aku Bang. Kalau kenal pasti dah diungkitnya aku tadi. Hehehe ...." kelakar Liana garing, yang padahal sedang berusaha menutupi perasaan was-was juga dalam hatinya. Ia tak menyangka kalau Arkhan bisa semarah itu kepadanya. "Sudah lah. Tak usah dipikir. Besok istirahat kita kumpul di pantry umum ya. Saya belikan ice cream kesukaan kamu besok, satu kotak." "Yes. Makasih Bapak Ucok yang baik hati," sahut Liana berubah semangat dan berbinar. Pak Ucok hanya membalas dengan acungan jari jempolnya. "Udah. Sekarang kamu pulang Na. Dah makin petang ini," potong Hanif kemudian. "Dikawal lah Nif. Cowok tulen tuh harus tanggap, bisa-bisa tuh gebetan kamu disambar Arkhan di tengah jalan," kelakar Wildan juga sambil bersiap-siap untuk pulang. "Tak perlu ya para pangeran-pangeranku yang tampan dan setia. Tuan putri ini sudah terbiasa pulang sendiri kok," sahut Liana kembali sok anggun namun centil dan usil. "Alamaak ... Tuan putri kesasar iya lah kau!" ucap Pak Ucok sambil tertawa pelan. "Iya, Tuan putri sepatu butut," tambah Rio. "Ssttt ... okey gaeesss ... Tuan putri yang cantik dan imut ini pulang dulu ya ... jangan kangen loh kalian." Celetukan Liana yang kelewat centil dan percaya diri itu pun hanya dibalas senyuman dan gelengan kepala oleh para pria-pria single tersebut. "Hati-hati Na. Jangan ngebut!" teriak Hanif, saat Liana sudah akan memasuki tempat parkiran khusus motor. Liana hanya menampilkan senyum manisnya dan tanda ibu jari kanannya ke atas. Sedangkan itu, Arkhan yang sudah berada di dalam mobilnya, tampak sengaja masih awas memandangi gerak gerik Liana. Hingga saat itu, ia tidak pernah menyangka jika gadis semungil itu bisa bertingkah usil pada sepatu kerjanya. "Seperti nggak asing sama wajahnya. Anak mana dia nih?" tanya hatinya bermonolog. Ketika sedang fokus memperhatikan Liana yang sedang memakai helm, suara ponsel pintar Arkhan pun berdering. "Iya. Halo." [Di mana beb?] "Masih di hotel." [Nanti malam jadi?] "Ke mana? [Kok lupa sih beb. Kamu loh yang udah janji semalam.] "Sorry. Lupa. Banyak kerjaan tadi. Pusing capek gue." [Biar nggak capek lagi, gimana kalau nanti aku bikin kamu happy, Sayang.] "Nanti gue jemput." [Oke Beb. See you ....] Dan suara wanita di seberang sana pun menghilang, setelah sambungan telepon itu diputus sepihak oleh Arkhan. Saat ingin melihat ke arah Liana kembali, ternyata gadis itu telah lenyap dari pandangan matanya. "Pulang ke mana itu bocah," gumannya pelan. *** Malam itu, suasana sangat cerah. Bulan pun terlihat sempurna di atas langit sana. Waktu telah menunjukkan pukul tujuh lebih sepuluh menit. Liana sudah bersiap-siap untuk pergi ke kios kebab dan hot dog milik sahabatnya. Ia suka membantu berjualan di sana, jika waktunya serasa luang, atau jam kerjanya tidak padat. "Enggak capek kah, Nak?" tanya Anwar, ayah Liana, ketika melihat putri satu-satunya sedang bersiap memakai sepatu kesayangannya, ingat sepatu akhirnya membuat ia teringat pula pada sosok Arkhan. Yang membuatnya seketika pias, menduga-duga nasibnya besok pagi di hotel tempat ia bekerja. "Enggak, Yah. Udah janji juga sama Bella," jawab Liana sambil salim kepada ayahnya. "Jangan malam-malam ya Lia, pulangnya. Besok kamu masih kerja kan? Jangan capek -capek." Nasehat sang ayah pada Liana. Liana menampilkan senyum manisnya, "siap Yah. Lia berangkat dulu ya" "Iya. Udah pamit sama Ibu kamu?" "Udah Yah. Habis salat tadi." "Hati-hati ya Nak." "Oke Yah." Jalan raya itu tidak begitu ramai. Karena masih hari-hari kerja. Membuat Liana sedikit melajukan lari motornya. "Udah buka dari tadi Bel?" tanya Liana setelah berhasil memarkirkan motor kesayangannya di sebelah motor milik Bella. "Baru juga nih. Tapi dah lumayan yang antri. Makasih ya, dah mau datang lagi." "Aku juga sedang jenuh, lumayan dapat suasana lain di luar sini," ucap Liana sambil memakai celemek ke tubuhnya, lalu mengambil alih tugas Bella membuat kebab pesanan langganan. "Kamu bikin minumannya aja Bel. Biar ini aku kerjain." "Siap Lia. Dari tadi juga banyak yang nanyain tuh, kemana mba yang satunya, aku mau dia yang bikin. Emang kalau dah pro, kalah mah kita," sahut Bella terkekeh riang, lalu menyiapkan beberapa gelas cup untuk wadah jus pesanan pelanggan. "Pulang jam berapa tadi Lia? Kok jam segini udah bisa datang ke sini?" tanya Bella setengah berteriak karena melawan suara blender jus. "Jam lima kurang." "Oh ...." Mereka pun kembali fokus mengerjakan beberapa pesanan. "Mba pesan kebab sama jus alpukat, masing-masing satu ya." "Siap Mba. Silahkan ditunggu dulu ya. Sesuai antrean." "Oke Mba." "Bel. Tambah satu, jus alpukat." "Siap." Tidak menghabiskan waktu lama, semua pesanan sudah terselesaikan, dan sudah dibawa pulang oleh masing-masing pelanggan. Liana pun duduk di kursi depan meja bar kebab, kemudian Bella menyusulnya setelah selesai membersihkan gelas blender jus. "Jam segini, dah lumayan aja pelanggan kamu Bel?" tanya Liana sambil membuka ponselnya. Ia pun asyik masuk di sosial media dunia biru itu. "Iya. Asal kamu yang jadi kokinya mereka suka. Buatan kamu yang dikenali oleh mereka." "Bisa aja kamu Bel." "Gimana kerjaan kamu? Masih betah di sana?" "Oh ya. Ada kabar baru loh Bel. Aku pindah bagian kerjaan. Dah nggak jadi tukang cuci alat masak lagi." Cerita Liana dengan antusias. "Wah, kamu dah berhasil diterima jadi koki pastry?" "Bukan. Bagian itu penuh. Aku ditugaskan bagian tukang potong sayur. Ya lumayan lah, ada peningkatan." "Kalau kamu nyaman ya nggak pa-pa sih. Siapa tahu, itu bisa jadi batu loncatan kamu nantinya." "Iya lah Bel. Apalagi lulusan sekedar SMK seperti kita ini, nggak mungkin kan tahu-tahu jadi koki beneran. Yang benar jadi koki profesional aja perlu sekolah tinggi juga itu." "Semangat ya. Yang penting kan gaji nggak mengecewakan." "Ho oh. Lumayan lah buat beli skincare," seloroh Liana. "Nah, itu yang aku maksud. Biar kerja di dapur, wajah mesti kinclong lah." "Betul itu," "Aku ke toilet bentar ya. Kebelet." "Jangan lupa cuci tangan Bel." "Ya iyalah!" jawab Bella sambil tertawa renyah, dan segera berlalu dari hadapan Liana. Tinggalah Liana duduk sendirian di depan meja bar itu. Liana pun masih asyik dengan dunia biru kadang juga berpindah ke dunia orange. Tidak lupa ia mendengarkan lagu-lagu kesukaannya melalui hadset. Sedang asyik-asyik menscroll beranda di sosmed birunya, pandangan matanya beralih ke tepi jalan yang ada di hadapannya itu. Di sana Liana melihat satu buah motor yang sedang trend masa kini, namun dibonceng oleh tiga orang. Modelan boncengan para cabe-cabean. Yang tak kalah ia tertegun, di tengah di antara dua cewek di boncengan itu ternyata ada sosok Arkhan, orang yang telah ia usilin sepatu kerjanya tadi sore. Liana pun segera melepas hadset-nya. Lalu meletakkan ponsel di meja bar. Dengan seramah mungkin ia menyambut pelanggan barunya. Namun matanya masih awas memperhatikan gerak gerik Arkhan. Dua cewek yang diperkirakan masih berumur di bawah dua puluh limaan itu, tampak mendatangi kios Bella dan Liana. Lalu disusul oleh Arkhan di belakang mereka. "Oh. Si gadis nggak punya sopan santun ini, ternyata tukang kebab?" ucap Arkhan masih ketus. Liana hanya menanggapi dengan senyum tipis. Ia merasa bersalah, maka dari itu tidak berniat membalas ucapan Arkhan. "Kamu kenal Beb?" tanya salah satu cewek itu. "Iya," jawab Arkhan singkat, dan Liana pun masih diam, menunggu pelanggan barunya itu pesan apa. "Di mana?" satu cewek itu masih terus bertanya, mungkin penasaran, mengapa seorang Arkhan bisa kenal dengan gadis yang mungil itu, sangat jauh dari gadis yang selama ini banyak dikenal Arkhan. "Satu kerjaan sama gue." "Oh. Eh, dilihat-lihat manis juga loh dia. Satu kerjaan lagi. Nggak kamu kecengin juga Beb? Lumayan kan?" ucap cewek yang satunya lagi sedikit menggoda Arkhan. "Malas." Cetus Arkhan singkat. "Kenapa emangnya?" "Rata plus datar." Dan jawaban Arkhan itu pun membuat seorang Liana ternganga kaget. Liana bingung mengartikan ucapan singkat Arkhan yang terdengar ambigu. Sepertinya Liana butuh satu buah sepatu kembali, untuk dilempar ke wajahnya Arkhan. . Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN