2. Awal Pertemuan

2208 Kata
SMA Anderson "Lista!" Langkah Lista terhenti. Ia memutar tubuhnya ke belakang dan melihat siapa yang memanggilnya. Lista memang memiliki jarak pandang penglihatan yang cukup minim. Jadi setiap melihat yang jauh, ia akan menyipitkan matanya terlebih dahulu apabila saat itu ia tak mengenakan kacamata. "Umi? Ada apa?" Siswi yang dipanggil Umi itu masih sibuk mengatur nafasnya. Karena memang ia berlarian ke sana kemari mencari posisi Lista. "Kamu kenapa? Habis dikejar setan?" "Ini gawat Ta. Ini lebih gila daripada di kejar setan." "Kenapa sih? Tarik nafas dulu. Tenang dulu!" Umi menarik nafas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia melakukan itu sebanyak lima kali sampai nafasnya sudah kembali teratur. "Sudah. Sekarang cerita sama aku kamu kenapa?" "Ta, kamu dicariin Metha dan komplotannya." "Ck! Mau apa lagi sih tu orang. Nggak puas apa sudah buang tas sekolah aku dan pasang lem di kursi aku. Kurang apa lagi?" "Dan yang aku lihat, mereka memang belum puas Ta. Kamu dicariin." "Terus kalau aku ketemu, mereka mau apa?" "Nggak tahu. Udah. Aku cuma diminta cari kamu dan sampaikan pesan mereka sama kamu." Ucap Umi. Setelahnya gadis itu pamit meninggalkan Lista sendirian dengan isi kepala yang benar-benar mulai bercabang. Ingin rasanya ia keluar dari sekolah ini, namun apa yang Bu Ema katakan padanya nanti? Wanita itu pasti akan mengamuk dan memukulnya lagi. Lista menghela nafas gusar. Ia melangkah ke pinggiran koridor dan duduk di salah satu tempat duduk dari semen yang sudah disediakan pihak sekolah. Ia melirik ke sekelilingnya. Tak ada siapa-siapa karena memang ini koridor sekolah bagian belakang. Karena memang ini jalan belakang yang menghubungkan dengan gudang penyimpanan peralatan olah raga dan juga kursi seta meja belajar yang memang tak terpakai lagi. Lista kembali termenung. Ia merenungi nasibnya yang sudah beberapa tahun ini tersiksa batin dan fisik. Sejak ayah angkatnya meninggal, ibu angkatnya yaitu bu Ema sama sekali tak pernah lembut padanya. Wanita itu selalu emosi dan mengamuk padanya walaupun saat itu ia tak salah apa-apa. Tapi seperti melihat sebuah kesalahan, wanita itu selalu menghantamnya dan menghajarnya jika suasana hatinya sedang buruk. Di rumahnya, ia hanyalah seorang anak angkat. Anak angkat yang dulu diambil karena kedua orangtua angkatnya ini tak punya anak. Mungkin karena percaya mitos jaman dulu, mereka mencariku ke panti asuhan. Tapi entah itu memang kebetulan atau bagaimana, ia sendiri juga tak tahu, dua bulanan setelah ia berada di rumah keluarga angkatnya itu, Bu Ema hamil dan dikaruniai anak kembar sepasang. Dan delapan tahun yang lalu ayah meninggal. Sejak itu, hidupnya tak lagi bahagia. Bahkan anak kembar Bu Ema juga ikut mem-bully-nya. Dan sekarang, di sekolah ia juga dibully habis-habisan. Pagi ini ia baru saja merasakan tas sekolahnya sobek dan beberapa bukunya juga rusak. Ia juga mendapati lem yang menempel di kursi tempat duduknya. Lapor guru? Hasilnya akan sama. Karena memang yang mem-bully-nya ini adalah anak dari donatur terbesar di sekolah. Jadi ia bisa apa? Mengeluarkan para cecunguk itu dari sekolah? Mustahil. Yang ada dirinyalah yang di depak jauh-jauh. Lista lagi-lagi hanya bisa menghela nafas gusar dan berat. Ia memejamkan matanya dan menghirup nafas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Ingin kembali ke kelas namun ia malas bertemu dengan Metha and the gang lagi. "Lista!" Lista kembali dikejutkan dengan seseorang yang memanggilnya. Ia meringis karena lagi-lagi Umi yang mencarinya. Temannya itu nampak ngos-ngosan. "Umi? Kenapa lagi? Dicariin Metha lagi?" Tanyanya. Kali ini Umi menggeleng. "Kamu..hah hah hah...kamu..." "Kamu apaan sih,? Tarik nafas dalam dulu. Hobi banget lari-lari." "Oke. Kamu dicariin Miss Dian." "Ha? Kenapa lagi?" "Nggak tahu. Katanya ke ruangan Miss Dian sekarang juga." Lista mengusap wajahnya kasar, "Kenapa sih orang-orang tak suka aku berdiam diri. Berdiam diri saja salah apalagi ribut. Hah!" Gerutunya yang membuat Umi meringis mendengarnya. Pasalnya teman sekelasnya ini memang selalu menjadi korban bully di sekolah. Ia sendiri bingung kenapa mental Lista begitu kuat. Sudah dikerjai habis-habisan, bahkan pernah sampai terluka, namun Lista tetap berangkat ke sekolah. "Yang sabar ya Ta. Aku juga bingung kenapa orang bully kamu." Lista mendengus. Ia turun dari tempat duduknya dan melangkah lebih dulu menuju bagian depan sekolah menuju ruangan Miss Dian. Ruangan Miss Dian satu tempat dengan kepala sekolah. Karena memang status Miss Dian juga sebagai wakil kepala sekolah. Apa kali ini dirinya akan di keluarkan? Oh bagus sekali jika memang seperti itu. Ia akan sangat amat berterima kasih pada Miss Dian. Langkahnya akhirnya sampai di depan pintu yang bertuliskan Ruangan Kepala Sekolah & Wakil Kepala Sekolah Lista mengetuknya terlebih dahulu sebelum membuka gagang pintu tersebut dan mendorongnya masuk. Saat tubuhnya sudah berada di dalam, ia dibuat terpaku saat melihat seorang pria yang duduk di depan kepala sekolah. Pria itu berperawakan maskulin, tampan dan sempurna. Wajah datarnya berhasil menghipnotis Lista untuk tak berpaling. Ada gitu manusia setampan ini, batinnya. "Lista! Kamu ngapain di situ!" Panggil Miss Dian. Ia berlari kecil menuju meja kerja Miss Dian. Sesekali ia melirik pada pria tersebut. Pria itu tak terusik dengan kehadirannya. "Miss, dia siapa?" Tanya Lista pelan. "Bukan urusan kamu. Sekarang urusan kamu itu sama saya. Lihat ini!" Lista menatap kertas di atas meja Miss Dian. Kertas itu berisi nilai nilainya yang turun. Ia menggigit bibir bawahnya seketika. "Ini kenapa nilai kamu bisa begini? Kamu belajar nggak sih? Atau kebanyakan main?" Lista meringis menatap wajah Miss Dian yang memang tak ada senyum sedikitpun. "Kalau saya cerita pun pihak sekolah tak akan percaya." Ucapnya. "Kamu jangan nyalahin pihak sekolah. Kamu yang mulai nakal malah nyalahin pihak sekolah." "Saya bukan siswi nakal seperti yang Miss sebutkan tadi. Dimana saya bisa belajar Miss kalau tiap hari saya selalu mendapatkan tindakan pembullyan di sini." Ucap Lista yang mendadak membuat Miss Dian panik. Tak hanya Miss Dian, Buk Helna kepala sekolah pun langsung berdehem membuat perhatian Lista tertarik pada wanita itu. Namun saat Lista menatap ke belakang, tatapannya beradu pandang dengan pria yang tadi berbicara dengan Buk Helna. Lista merasakan jantungnya berperang. Tatapan dalam dan tajam itu berhasil masuk ke dalam relung hatinya membuat detak jantungnya menjadi tak karuan. Walaupun pria itu hanya menatapnya sebentar namun efeknya sungguh luar biasa. Apalagi ia melihat Buk Helna yang langsung ketakutan sembari menatap pria itu. Siapa pria itu, batin Lista. Lista kembali menatap Miss Dian. "Miss pasti mendengar jika Metha merusak tas sekolah saya dan juga buku pelajaran yang saya punya, Miss juga pasti tahu Metha meletakkan lem banteng di kursi belajar saya dan yang jadi penyebab kenapa saya pakai seragam olah raga hari ini padahal tak ada jadwal." Kepanikan Miss Dian semakin menjadi. Apalagi tatapan mematikan dari Bu Helna. "Lista! Kamu boleh keluar. Keluar sana. Belajar. Jam pelajaran sudah dimulai." Miss Dian berusaha mengeluarkan Lista dari ruangan. Bahkan Miss Dian ikut keluar menyeret Lista. Setelah gadis itu berhasil di depak keluar, Dian kembali masuk ke dalam. Kecanggungan nampak terlihat jelas. Sementara Lista, gadis itu belum mau masuk ke kelas. Entah kenapa instingnya mengatakan jika pria yang di dalam tadi bukan pria sembarangan. Firasatnya mengatakan jika pria itu bisa menyelamatkannya dari kekejaman sekolah ini. Dengan keyakinan yang begitu kuat, Lista memutuskan untuk menunggu pria itu keluar. Ia bersembunyi di baling tembok sampai setengah jam lamanya. Dan akhirnya pria itu keluar. Dan lagi-lagi Lista dibuat terkesima. Cara berpakaian dan cara jalannya membuat perhatian Lista tertarik pada pria itu. Lista melangkah mengikuti dari belakang. Jarak mereka cukup jauh dan itu disengaja oleh Lista. Punggung tegap itu membuat kinerja otak Lista jadi berantakan. Ia ingin merasakan bersandar pada punggung kokoh itu. Saat Lista ingin mendekat, dari ujung sana ia melihat Metha tengah menatap ke arahnya. "Ya Tuhan, muncul di saat yang tidak tepat." Gumamnya. Ingin rasanya ia berlari namun ia juga tak mau kehilangan momen pria itu. Darah Lista berdesir saat ia melihat Metha tengah berjalan cepat ke arahnya. Dan dengan jelas ia melihat di tangan kiri Lista, gadis itu membawa sesuatu namun ia tak tahu benda apa itu. Lista melihat pria itu sudah berbelok menuju parkiran. Sementara Metha masih terus mendekat ke arahnya. Entah ide gila dari mana, ia ikut berbelok mengejar pria tersebut dan dengan jantung yang menggila, Lista menggandeng pria tersebut. "Hai. Ooo, itu.. aku.." ia melirik sekilas Metha yang masih terdiam di tempatnya. "Lepasin saya. Kamu siapa berani-beraninya rangkul saya." Lista menatap wajah dingin pria itu. Walau tak memberontak seperti di drama-drama, namun tatapan tajam pria itu berhasil membuatnya bergetar takut. Lista lagi-lagi melirik ke arah Metha. Gadis itu tampak mendekat ke arahnya. "Sayang, aku.. aku kangen sama kamu. Kamu kok nggak balas pesan aku. Marah kok sampai segitunya." Ucap Lista yang langsung dia umpati sendiri. Ia merasa seperti gadis murahan yang sedang menggoda pria untuk digagahi. Apalagi suaranya ia tinggikan agar terdengar oleh Metha. 'Tuhan, untuk kali ini maafkan aku. Aku tak tahu harus berbuat seperti apa lagi.' batinnya. Ia kembali menatap pria itu. Tatapan tajam dan dinginnya mampu memporak-porandakan tulang belulang Lista membuat gadis itu serasa ingin meluruh ke tanah. "Aku mohon bantu aku." Bisiknya. "Tuan Leo," Lista menegakkan kepalanya saat suara seseorang terdengar. Ia melihat seorang pria paruh baya muncul mendekati mereka. Namanya Leo, batin Lista. Leo melirik Lista dengan Lamat. Ia ingat gadis ini. Gadis yang mengatakan selalu di-bully di sekolah ini. "Lepaskan!" Ucap Leo penuh penekanan. Lista menggeleng. "Saya mohon Tuan, kali ini bantu saya. Saya tak mau dibully lagi." "Lista!" Lista menegang saat ia mendengar Metha memanggilnya. Ia menggenggam lengan Leo dengan begitu kuat. "Lista, kamu ngapain di sana? Ikut aku yuk!" Ajak Metha. Lista menatap Leo, tak ada respon dari pria tersebut membuat Lista seketika pasrah. Ia melepaskan genggaman tangannya dari lengan Leo. Merapalkan doa terbaiknya sebelum ia balik badan dan mendekati Metha. Jujur, ia tak bisa macam-macam jika dengan Metha. Karena gadis itu mengancam akan mencabut beasiswanya di sini. Dan jika itu terjadi, sudah bisa dipastikan ibu angkatnya akan menghajarnya lagi habis-habisan. Lista kembali menghela nafas berat. Ia pasrah. Sangat pasrah. Ia menatap Metha yang sedang tersenyum sinis menatapnya. Lista mulai melangkah, namun baru dua langkah ia meninggalkan posisinya di samping Leo, pria itu kembali menariknya dan menggenggam tangannya. Lista yang belum siap ditarik seperti itu langsung terhempas pada d**a bidang Leo. "Mau kemana? Kamu janjikan temani aku? Jangan sampai aku marah lagi sayang." Ucapnya benar-benar lembut. Lista terlihat seperti gadis bodoh dibuatnya. Bahkan Lista tak berani bersuara. Leo menggenggam jemari Lista lembut lalu membawa Lista mendekati Metha. "Kalau saya tak salah tebak, kamu Anak bapak Atmojo pemilik perusahaan Meda kan? Sampaikan salamku pada ayahmu. Dan satu lagi, hentikan kebiasaan mem-bully-mu kalau kau dan keluargamu tak mau saya miskinkan." Glek! Metha memucat. "Anda siapa?" Tanyanya. "Oh, apa saya harus memperkenalkan diri saya? Baiklah kalau begitu. Perkenalkan, Saya Leo, lengkapnya Leo Bramantyo Anderson." Lista dan Metha sama-sama syok. Lista bahkan mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Leo namun tak bisa. Pria itu menggenggamnya sangat kuat. Lista merasa seperti keluar dari kandang harimau, namun terjebak di kandang singa. "Sayang, apa benar dia selalu mem-bully-mu?" Tanya Leo lembut pada Lista. Tatapan lembut Leo juga membuatnya sedikit tenang. Lista menatap Metha, gadis itu menggeleng memberi kode agar Lista tak jujur. "Iya. Dia dan teman-temannya selalu mem-bully-ku. Kemarin, dia merusak tas sekolahku dan juga merusak buku pelajaranku. Tadi, dia menempelkan lem di kursiku sampai-sampai aku harus mengenakan celana olah raga seperti ini." Adunya. Metha semakin memucat. Leo menatap celana olah raga Lista lalu menatap ke arah Metha. Tatapan Leo benar-benar sulit untuk diartikan. Yang Metha bisa tangkap, pria di depannya ini bukan orang sembarangan dan sifatnya lebih kejam melebihi iblis. "Apa benar yang dikatakan kekasihku?" Tanya Leo pada Metha. Metha mencoba untuk tenang. Ia merasa dua manusia di depannya ini hanya sedang berakting. Metha tersenyum, "Kekasih? Anda yakin dia kekasih anda tuan? Aku hanya tahu jika dia adalah gadis miskin yang tak punya apa-apa. Dia hanya gadis yang dipungut dari panti asuhan yang membuat keluarga angkatnya jatuh miskin dan sial. Hidup di sekolah ini dengan beasiswa. Jadi saya pikir dia hanya--" Metha membelalakkan matanya syok. Bagaimana tidak, di depan matanya saat ini ia melihat Leo mencium Lista. Tak hanya Metha, Lista bahkan merasa ingin menghilang dari dunia ini. Ia bahkan tak bisa menutup matanya karena Syok. Dan pria paruh baya yang tadi mendekati mereka juga ikut dibuat syok. "Bibirmu selalu terasa manis sayang." Ucap Leo lalu mengusap bibir Lista dengan lembut. Lista masih terpaku. Kesadarannya belum kembali. Leo kembali menatap Metha, "Masih belum percaya jika dia kekasih saya nona?" Ucap Leo. Metha mundur satu langkah. Gadis itu merasa nyawanya sedang diujung tanduk. "Takut? Makanya, jangan gunakan kekuasaan orang tuamu. Sekali lagi pacarku mengadukan tentang bully ini, kupastikan Perusahaan Meda bangkrut dan anda jatuh miskin dan hidup di jalanan." Ancam Leo yang membuat lutut Metha seperti kehilangan tulang. Gadis itu ambruk terduduk di lantai. Leo kembali menatap Lista. "Siapa namamu?" Tanyanya berbisik. "Lista. Aku Lista." "Baiklah. Kau tak butuh bantuan lagi kan?" Leo mengusap pipi Lista lalu melangkah menuju mobilnya. Lista seperti kehilangan akal. Entah setan dari mana, gadis itu berlari mengejar Leo, menarik lengan Leo menghadap padanya. "Kau menciumku. Dan itu ciuman pertamaku. Berikan ponselmu!!" Pinta Lista. Leo menautkan kedua alisnya. Merasa gerak Leo yang Lambat, Lista mencari sendiri dan menemukan ponsel Leo di jas pria tersebut. Ia menghubungi nomornya. Setelah masuk, ia mematikan kembali ponselnya. "Aku anak baik. Aku bukan gadis nakal. Jadi tak ada masalah bukan untuk jadi pacarmu. Jadi mulai hari ini, aku dan kamu pacaran." Lista mengembalikan lagi ponsel Leo dan melangkah menjauhi pria tersebut. Sementara Leo, ia menatap Lista yang melangkah menjauhinya. Seringai tipis terbit di bibir Leo dan hanya Leo yang paham arti dari seringai tersebut. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN