Thella suka bercerita dengan Riza, respon cowok itu santai dan lucu, tidak mendiskriminasi, dan menatap Thella dengan pandangan aneh. Riza tetap mendengarkan segala ceritanya dan terkadang memberikan beberapa protes pada hal hal yang tidak masuk akal, tapi tak ayal cowok itu tetap mengingat isi ceritanya yang penuh dengan kerandoman.
“Yaa, tergantung. Gue nya suka atau enggak hehehe.” Thella tertawa setelah mengatakan hal tersebut, dengan matanya yang tampak berseri membayangkan hal hal itu.
Riza yang mendengarnya seketika menjitak kecil kepala Thella. Ia menyukai mendengar cerita cewek ini.
Namun, hari ini, ketika keduanya masing sering bertukar cerita, mereka tidak sadar bahwa perasaan hangat yang menjalar di hati keduanya merupakan perasaan cinta. Mereka pikir itu hanya sebatas perasaan hangat dalam pertemanan yang jarang mereka miliki itu. Entah kapan tepatnya hingga perasaan hangat itu seolah menuntut untuk lebih, bukan hanya hangat dalam sebatas pertemanan, sehingga ingin mendobrak segala macam yang telah mereka miliki selama ini.
Sayangnya, persahabatan yang sudah lama terjalin itu membuat keduanya masih jalan di tempat hingga hari ini.
***
Thella berjalan memasuki rumahnya dengan wajah berseri, masih membayangkan ucapan Riza di sekolah tadi yang mengajaknya untuk pergi ke taman dekat SMP nya dulu. Riza pasti masih ingat dengan kata katanya dulu, yang memiliki angan angan ingin ada yang menyatakan cinta di tempat tersebut. Selama ini Riza tidak pernah menyinggung hal itu lagi, karena hubungan mereka yang semakin akrab dan tidak menyinggung masalah percintaan lagi. Memabahas persoalan pernyataan cinta pun sudah jarang karena tidak enak, karena kini Thella sudah mulai menyadari perasaannya sendiri, tidak seperti dulu yang asal bicara.
Namun, siapa sangka denga nasal bicara itu, dengan Riza yang mendengarnya, siapa tau bisa mewujudkan. Di tambah lagi satu satunya cowok yang disukai Thella saat ini ya jelas Riza, tentu saja hanya Riza, karena Thella tidak dekat dengan siapa pun lagi kecual kedua sahabatnya itu. Namun, porsi Riza jelas berbeda, cowok itu menemani Thella sejak mereka baru bertumbuh remaja. Riza hadir saat Thella merasa tidak bisa akrab dengan teman sekolahnya, hanya sekadar mengenal nama satu sama lain, dan bertegur sapa di kelas, tanpa tahu rasanya main di luar bersama teman teman sekolahnya. Hingga akhirnya ia berteman dengan Riza karena insiden dipindahkannya tempat duduk Riza di depan mejanya.
Sejak saat itu, Thella seolah memiliki teman. Pun sebaliknya, Riza pun begitu. Tidak peduli dengan teman teman cowok di kelasnya yang mengatai Riza seperti banci karena bermain dengan cewek, Riza tetap tampak asik saja bermain dengan Thella, dan tidak peduli dengan ucapan mereka. Toh yang tahu rasanya berteman dengan nyaman bersama Thella kan adalah dirinya, untuk apa Riza memaksakan untuk terlihat keren bermain dengan anak anak cowok padahal Riza tidak menyukainya. Jadi, Riza memutuskan untuk tetap berteman dengan Thella tanpa peduli ada banyak suara yang mencibirnya.
Mengenal Riza selama itu, bagaimana mungkin Thella tidak jatuh hati. Riza dengan segala sikap dan kebaikan hatinya. Riza yang terkadang lucu karena ucapannya yang kadang juga garing, Riza yang suka narsis, tapi Riza yang begitu peduli terhadapnya. Sejak mereka berteman dahulu, saat Riza belum memiliki kendaraan pribadi karena belum cukup umur, cowok itu rela untuk naik angkot yang sesungguhnya tidak searah dengan rumahnya agar bisa pulang bersama Thella. Ya meski sama sama naik angkot dua kali, tapi mengikuti angkot yang sama dengan Thella malah membuat jalan ke rumahnya lebih jauh lagi.
Sambil terus bersenandung kecil, Thella memasuki kamarnya untuk menaruh tas sekolah dan mengganti baju seragam sekolahnya. Dilihatnya Firda yang tengah serius mengerjakan tugas sekolahnya sambil tiduran di tempat tidur mereka, lalu sang adik seketika menoleh ke arahnya yang baru saja datang sambil bersenandung kecil dan wajah berseri seri ceria. Hal tersebut kontan menarik perhatian Firda, yang biasanya melihat wajah Thella tidak secerah hari ini dan hanya memasuki kamarnya dengan berjalan santai. Sedangkan saat ini, aura kebahagiaan Thella seolah terpancar dari sosok sang kakak yang kini tengah mencari baju ganti yang santai untuk dikenakannya selama di dalam rumah.
“Duh, lagi seneng ya, Kak?” tanya Firda iseng, cewek itu kini sudah mengubah posisinya menjadi duduk di atas tempat tidurnya, untuk melihat kea rah Thella yang tengah memilih baju itu. Bahkan Thella sudah mulai bersiul kecil dengan nada lagu yang tidak mellow seperti yang sering Thella nyanyikan. Bukan kan lagu tersebut seolah menandakan tentang suasana hati Thella yang juga sedang bahagia? Firda menjadi tertarik untuk mendengarkan, kira kira hal apa yang sampai membuat kakaknya bisa secerah ini, saat pulang sekolah biasanya yang tersisa hanya aroma matahari yang tercium jelas dari kepala Thella yang kepanasan sepanjang melakukan perjalanan hingga sampai rumah itu.
“Enggak sih, biasa aja.” Jawab Thella diiringi senyuman yang belum luntur dari wajahnya. Meski dikatakan biasa saja, tapi wajah Thella jelas tak dapat membohongi perasaannya yang memang sedang dilanda kebahagiaan.
Firda yang mengenal Thella, jelas tidak percaya dengan ucapan kakaknya itu. “Uhh, masaaa? Kenapa sih kenapa? Cerita doongg. Kak Riza udah mulai sadar sama perasaannya?” Firda berusaha menebak apa yang membuat kakaknya sebahagia ini, yang diketahui gadis itu, biasanya berhubungan dengan Riza, cowok yang memang terlihat jelas ditaksir oleh kakaknya. Ralat, satu satunya cowok yang dekat dengan Thella dalam kurun waktu selama ini, jelas tidak mungkin jika Thella tidak menyukainya. Terlebih menerima setiap detail kebaikan yang dilakukan Riza untuknya.
Tidak mungkin jika kakaknya tidak menyukai Riza, sebab Firda saja, yang melihat bagaimana sikap Riza terhadap Thella, terlarut untuk mengagumi sahabat kakaknya itu. Riza yang terlihat superior dan selalu ada untuk Thella, membuat hatinya menghangat. Perhatian perhatian kecil yang cowok itu tujukan pada kakaknya, membuatnya bertanya tanya, mungkin kah ia juga nanti bisa mendapatkan cowok semanis Riza terhadap Thella?
Firda tidak mengerti bagaimana perasaannya saat ini, entah sekadar kagum, atau mungkin ada satu perasaan yang lebih dari sekadar kagum? Namun, apa pun itu, Firda jelas memilih untuk diam alih alih menunjukannya pada Thella. Sebab, Firda tahu pasti bahwa Thella menyukai Riza.
“Enggak gitu juga sih. Tapi sedikit ke arah sana lah yaa.” Thella akhirnya menjawab pertanyaan Firda yang terus terusan memancingnya.
Mendengar hal tesebut, Firda berusaha untuk tersenyum cerah, sambil menatap kakaknya dengan padangan jail atas jawaban tersebut. “Tuh kaan! Akhirnya mengakui. Ciyee kak Thella, ciyee Kak Riza nih kan yaaa..” Firda terus menggoda kakaknya sepanjang hari itu, yang sukses membuat pipi Thella bersemi kemerahan karena menahan malu atas godaan yang di ucapkan Firda.
“Jadi, kenapa Kak? Kak Riza ngajak jalan ya?” pancing Firda lagi, berusaha untuk mendapatkan banyak informasi dari kakaknya itu, soal perkemangan hubungan kakaknya dengan sahabatnya. Meski Firda juga mengagumi sosok Riza, tapi kebahagiaan kakaknya jelas di atas segalanya. Sebab, begitu pun dengan Thella yang begitu mementingkan kesehatannya, dan memastikan dirinya selalu baik baik saja. Mana mungki Firda bertindak jahat pada Thella dengan menusuk kakaknya dari belakang.
Apa pun perasaannya untuk Riza, Firda akan membunuhnya sebisa mungkin dan tidak akan menampakannya sedikit pun. Ia lebih bahagia melihat sang kakak bersemi ceria seperti ini, dari pada merasa bersalah karena dirinya yang ternyata malah menyukai sosok cowok yang disukai kakaknya itu. Biarkan Firda saja yang memendam perasaan ini seorang diri, tanpa perlu mendapatkan balasan sama sekali.
Thella tersenyum sambil mengangguk malu malu. Akhirnya, cewek itu tak kuasa menahan kebahagiaannya hari ini untuk dibagikan bersama sang adik yang terus terusan memancing jika Thella tidak menceritakannya. “Iya. Tau gak, Fir. Riza ngajak kakak buat ke taman yang sering kakak kunjungin pas SMP dulu. Pokonya, di taman itu emang ada something deh, yang Kakak dan Riza saling berbagi. Kakak nebak, Riza bakal ngelakuin sesuatu yang berkaitan sama apa yang dulu pernah kita certain.” Thella bercerita dengan antusias dan menggebu gebu, menceritakan tentang apa yang terjadi di sekolah tadi, saat Riza mengajaknya untuk keluar hari sabtu ini, yang merupakan akhir pekan.
Firda mengangguk paham mendengar cerita Thella, tapi ia masih belum mengerti tentang apa yang pernah terjadi di taman dekat SMP Riza dan Thella itu. Gadis itu pun menatap kakaknya dengan penuh kebingungan. “Emang cerita apa di taman dulu?” tanya Firda untuk memperjelas cerita Thella pada siang hari itu.
Mendapatkan pertanyaan tersebut, Thella tampak tersenyum malu, membayangkan apa yang pernah ia ceritakan pada Riza di taman tersebut. “Duh, maluu.” Kata Thella menjawab ucapan Firda, sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Thella terlihat ragu untuk menceritakan tentang hal tersebut pada Firda karena merasa memalukan.
“Gak papa lah, Kak! Ayok ayok cerita, aku gak bakal cerita ke siapa siapa. Ya lagian juga, emang aku bisa cerita ke siapa cobaa.” Kata Firda untuk meyakinkan Thella agar mau menceritakannya dengan jelas, perihal apa yang terjadi di taman tersebut, karena Firda tidak memiliki bayangan apa pun. Lantas apa hubungannya dengan ajakan Riza yang mengatakan untuk berkunjung ke taman tersebut? Jika memang ada suatu kenangan penting yang terjadi di sana, kenangannya itu apa? Firda tidak dapat menebak, apa yang pernah terjadi di sana.
Thella terlihat berpikir untuk beberapa saat, menimbang apakah ia akan menceritakan hal ini pada Firda atau tidak. Namun, belu selesai cewek itu berpikir, suara Firda yang merengek untuk meminta diberitahu sudah terdengar.
“Ayok Kak! Apaan duh apaan?” rengek Firda sambil mengguncang guncang bahu Thella, seraya meminta kakaknya itu untuk memperjelas ceritanya, agar Firda tidak penasaran dan paham korelasi cerita Thella ini.
“Iya iya, sabar dong adik sayang,” kata Thella sambil tersenyum manis, lalu mencubit gemas pipi Firda. Wajah adiknya itu terlihat gemas karena penasaran mendengarkan ceritanya, Firda bahkan sudah melupakan perihal tugas yang tengah dikerjakannya hari itu, malah memilih untuk mendengarkan cerita Thella yang tidak ada untungnya juga kan untuk anak itu.
Firda kembali menatap Thella dengan mata berbinar, menunggu kakaknya untuk bercerita tentang hal tersebut. “Jadi.. apa kak?” desak Firda lagi, saat melihat Thella belum mengeluarkan suaranya lagi.
Thella berdecak pelan, melihat wajah tidak sabaran Firda. “Jadi, kakak tuh pernah cerita sama Riza. Dulu kan yaa dulu, anak SMP kan suka asal gitu kalo ngomong. Ini pure kakak cerita bukan ngode ya, emang ngayal doang kan yaa, Namanya masi remaja gitu kan.” Thella membuka ceritanya, dengan peringatan jelas di awal karena takut Firda salah paham tentang apa yang pernah terjadi saat dulu. Jadi, Thella menjelaskan hal tersebut lebih dulu sebelum masuk ke dalam inti pembicaraan mereka itu.
“Iyaa kak iyaa, percaya kok Firda. Jadii.. gimana?” Firda berusaha untuk mengembalikan obrolan mereka ke jalan yang lurus agar tidak melenceng ke mana mana, karena Firda sudah tidak sabar mendengar cerita Thella ini. Saat ini saja, Firda sudah semakin mendekatkan tubuhnya ke dekat Thella, agar bisa terus mendesak kakaknya itu untuk menutaskan cerita yang di mulai kakaknya itu.
Thella sampai menggelengkan kepalany aelihat antusiasme Firda. Lalu, cewek itu pun melanjutkan ceritanya. “Kakak tuh pernah bilang ke Riza, kakak pengen ada yang nembak alias nyatain cinta ke kakak, pake lagu yang judulnya laguku itu, kan khas menyatakan cinta banget kan. Duh kakak suka juga sama lagunya, sambil maen gitar gitu.” Thella bercerita dengan malu malu, membayangkan hari saat Thella mengatakan hal tersebut tanpa berpikir panjang hingga akhirnya cewek itu ingin Riza yang melakukan hal tersebut.
“Terus terus.” Firda terus memancing Thella untuk bercerita dengan jelas hingga berkaitan dengan taman yang akan menjadi tempat pertemauan Thella dan Riza sabtu ini, yang belum juga terjawab.
“Terus, pas kapan gitu, kakak nambah lagi harapannya. Dulu kan kakak seneng banget main ke taman itu pas pulang sekolah, ya di temenin Riza. Pokonya kaka suka deh sama taman itu, sampe bilang gini, pengen ada yang nembak di taman itu sambil di nyanyiin laguku. Duh, kakak gak tau yaa pas itu kalo bakal sampe sepanjang ini hubungan sama Riza, sama sekali gak ada maksud apa apa kok.” Thella semakin terlihat malu saat menjelaskan hal tersebut, membayangkan bagaimana dulu dirinya dengan polos bercerita hal tersebut pada Riza, tanpa berpikiran yang aneh aneh.
Firda yang mendengar hal tersebut tersenyum lebar, saat berhasil menarik kesimpulan dari seluruh cerita Thella hari ini. “Jadi.. jadi..” kata Firda yang menggantung ucapannya sejenak, sambil tersenyum menggoda. “Maksudnya Kak Riza ngajak kakak ketemuan di taman itu, jadi.. mau nyatain perasaan dan ngewujudin impian kakak, gituuu?” Firda berseru dengan semakin antusias saat menarik kesimpulan tersebut, tentang kemungkinan yang paling masuk akal atas cerita Thella tersebut.
Thella menggeleng sambil tersenyum malu. “Gak tau, kakak Cuma nebak nebak aja, kalo dihubungin kea rah sana kan ya?” Thella bertanya dengan pandangan ragu ragu, meminta pendapat sang adik, agar dirinya tidak merasa salah mengartikan sendirian.
Firda mengangguk yakin. Mendukung ucapan Kakaknya. “Iya lah! Apa lagi dong, yang tau hal itu kan Cuma Kak Riza doang kan?” tanya Firda memastikan.
Thella mengangguk setuju. “Kakak gak pernah cerita ke siapa siapa lagi, itu Cuma cerita iseng doang lagian.”
“Nah! Ka Riza pasti masih inget deh, dan mau menerapkannya buat nyatain perasaan ke kakak. Aku yakin banget! Wah selamat yaa Kak!” Firda kembali berseru girang, sambil memeluk kakaknya yang tengah berbahagia.
Thella tersenyum geli, tapi karena belum berlangsung, Thella pun enggan untuk terlarut dalam euphoria ini. “Belom Firda, kan hari sabtu. Itu Cuma praduga doang, gak tau juga Riza mau ngapain di taman itu kan.” Kata Thella yang masih merasa belum pasti sebelum hal tersebut berlangsung. Meski dalam hati ia tak sabar ingin cepat cepat hari sabtu, dan berharap bahwa apa yang ia pikirkan menjadi kenyataan, bahwa Riza benar benar akan menyatakan perasaannya dan mewujudkan keinginannya saat dulu.
“Udah valid kok! Pokonya Kak Riza pasti mau nyatain perasaan ke Kak Thella. Siap siap doong nanti traktirannya.” Firda masih berseru antusias, meyakinkan kakaknya tentang hal yang akan terjadi di hari sabtu nanti. “Lagian, itu Kak Riza yang ngomong langsung ke Kak Thella. Yaa udah pasti karena Kak Riza pengen nembak kakak dong.” Firda masih terus menyambungkan hal tersebut ke arah sana, karena memang semua petunjuk yang ada menuntunnya untuk mengambil kesimpulan tersebut. Untuk apa juga tiba tiba Riza mengajak Thella ke taman tersebut, sedangkan mereka sudah sama sama jarang ke tamat itu, lalu di taman tersebut Thella pernah menyampaikan keinginannya yang mana berkaitan dengan taman tersebut dan pernyataan cinta.
Tidak ada hal lain yang bisa disimpulkan selain Riza akan menyatakan perasaannya pada Thella, bukan?
“Yah, semoga deh ya.” Thella menjawab sambil masih tersenyum malu malu, berakhir dengan mengakui perasaannya sendiri pada sang adik, yang sebelumnya enggan untuk di bahas karena malu membahas hal tersebut bersama Firda yang masih duduk di bangku SMP.
Thella sendiri tidak menyangka, bisa bisanya ia curhat dengan sang adik, padahal sebelumnya ia jarang membahas masalah seperti ini pada Firda. Rupanya Firda memang pandai memancing orang untuk bisa bercerita tentang masalah asmaranya, yang begitu terbaca oleh anak itu.
Atau memang, Thella segitu terlihatnya ya menyukai Riza sampai sampai Firda bisa menebak padahal Thella tidak pernah bercerita apa pun? Apakah ekspresi Thella begitu kentara, dalam menggambarkan perasaannya? Membayangkan hal tersebut Thella semakin malu, jangan jangan Riza juga sudah mengetahui hal tersebut sejak lama? Atau Dirgan juga jangan jangan mengetahuinya? Serangkaian pikiran tersebut membuat Thella berusaha membuang jauh jauh over thinkingnya, dan fokus untuk menjalani sisa hari dengan banyak hal yang harus ia kerjakan, tidak hanya memikirkan masalah ini saja. Sebab hidupnya tidak hanya berputar dalam roda asmara kan?