Nazmi sibuk mengatur dan mengedit foto yang baru saja menjadi proyek barunya. Selama dua jam dia masih sibuk pada laptop-nya. Malika tertidur sangat pulas sampai tidak terasa tangan yang mencagak rahangnya itu tergelincir.
"Huh?" ucapnya kaget kemudian melihat ke sekitar. Ternyata dia tidak bermimpi berada di kamar hotel ini. Malika kira keadaan buruk yang baru saja dilaluinya adalah mimpi.
Nazmi mengintip dari balik laptop, wanita itu terpejam lagi. Nazmi melihat jam dan sudah menunjukkan pukul 2 lewat. Nazmi menyudahi pekerjaannya, mematikan alat yang digunakan, kemudian mengganti lampu utama dengan lampu tidur.
Nazmi membangunkan Malika, tetapi tidak ada sahutan. Pria itu membantunya bangkit, menidurkannya di tempat tidur kecil, malam ini dia tidak akan mengganggunya istirahat, besok dia harus didandani dan harus berwajah segar. Nazmi menaikkan selimutnya kemudian beranjak ke tempat tidur sendiri dan istirahat.
"Malika Thara binti Samsudin Hanafi," bisiknya sendiri mengingat kalimat ijab-qabul untuk besok.
Keesokan harinya.
Saat Malika terbangun dari tidurnya sebelum mentari naik ke peraduannya, matanya berayun-ayun kemudian tangannya pun menggosok pelan kelopak mata yang masih sangat berat tertutup.
Malika melihat dirinya sendiri. Masih dengan pakaian lengkap dan tidur di tempat yang lebih kecil. Sementara Nazmi masih tertidur mengarah kepadanya.
Malika bangkit, merapikan tempat tidur, tidak membuatnya terbangun sedikit pun. Malika mengambil pakaian ganti dan peralatan lain di dalam tas. Walau sudah berusaha membuat Nazmi tidak terbangun, tetap saja dia terganggu dengan suara gemericik air di dalam kamar mandi. Ditambah aroma sabun milik Malika, menyusup ke sela-sela rambut hidung.
Nazmi terbangun dan menatap sekitar pula. Tangannya berkelana mencari gawainya, kemudian mengecek pesan. Tentu sudah ada beberapa pesan yang mendarat untuknya.
Pesan dari papanya menggelitik perut. Rencananya Nazmi memang ingin membuat kejutan untuk semua keluarganya dengan membawa Malika setelah menikah di KUA. Pernikahan tertutup demi membungkam omongan keluarga akan terjadi. Malika harus bisa membawa diri dengan baik.
[Kak, jangan sakiti Thara, dia wanita polos yang tidak suka berbuat aneh. Aku minta maaf karena menggunakan identitasmu untuk berkenalan dengannya. -Farrel]
Nazmi tersenyum, membalas pesannya itu. [Sudah, kau urus saja perusahaan papa yang kau inginkan itu. Dengan menikahi Malika, aku akan dikeluarkan oleh keluarga. Ini caraku melepaskan diri dari mereka yang tak bisa menerima pilihan hidupku sendiri. -Nazmi]
Tidak berapa lama kemudian, Malika keluar dari kamar mandi. Menggunakan pakaian yang tersedia, rambutnya terlilit handuk kecil berwarna putih.
Nazmi menatapnya berjalan dengan malu-malu. "Kau sudah siap?" tanyanya.
"Sudah, Bang."
"Bagus, kita pagi ini akan menikah. Kemarilah," pintanya.
Malika mendekat, duduk di sebelahnya sesuai arahan tangan yang mengelus-elus tempat tidurnya.
"Ini bukan pernikahan seperti yang kau impikan. Gedung mewah, riasan tebal, pakaian bagus, serta dihadiri banyak orang."
Malika melihat ke arah pria itu. baginya menikahi Nazmi memang sudah merusak mimpinya.
"Iya, Bang."
Nazmi mengayun matanya, otot bibirnya bergerak hendak naik, tapi tidak jadi. "Aku akan mandi, bersiaplah."
Malika bangkit dari tempatnya kemudian menjauh. Membiarkan pria itu turun dari sana. Malika melihat punggung Nazmi yang berjalan ke arah kamar mandi.
Aku benar-benar tidak mengerti dengan tujuannya menikah. Begitu banyak aturan, tidak menikah dengan keramaian. Maksudnya apa? Aku jadi tawanan hidupnya? tanya Malika dalam hati sambil merapikan tempat tidur.
Beberapa menit setelahnya.
Ada yang membunyikan bel di luar, Malika membuka pintu. Ada seorang pria mengantarkan paket untuk Nazmi. Wanita itu menerimanya dan menandatangani sebuah kertas sebagai bukti terima.
Malika membawa masuk kotak tersebut, lalu menaruhnya di atas meja. Tidak mau membuat Nazmi marah, Malika pun tak membuka kotak berwarna merah itu sampai Nazmi selesai mandi dan melihat kotak itu ada di meja.
"Bang, itu ada paket. Aku tidak membukanya."
"Hmm, ini pakaianku. Aku tidak bawa apa pun dari LA kemarin."
Malika menarik tegas bibirnya sambil menyisir rambut yang sudah setengah kering. Dia melihat Nazmi mengeluarkan kemeja lengan pendek biru muda dan celana berwarna khaki, juga ada sebuah gaun yang indah.
"Pakailah, aku ingin kau memakai ini sekarang." Nazmi melemparnya pada Malika. Beruntung wanita itu siaga menangkap baju yang diberikan calon suaminya itu.
Malika tidak ingin bertanya banyak hal, dia menerimanya saja dan diminta berganti pakaian secepatnya. Begitu pula Nazmi yang langsung memakai pakaian itu ketika Malika beranjak ke kamar mandi.
Malika melihat gaun itu sangat pas di tubuhnya. Tidak terlalu banyak model, hanya gaun selutut, potongan pas di tubuh, sampai ke pinggang kemudian pecah delapan di bagian pinggulnya sampai ke lutut. Warna biru muda yang serasi dengan warna kemejanya tadi.
"Bagaimana dia tahu ukuranku?" tanya Malika heran.
Sebelum keluar, wanita itu merias wajah sendiri. Sesuai ucapannya tadi, Malika menangkap informasinya tidak ada riasan seperti pengantin lain. Menggunakan kepandaiannya dalam memulas wajah. Malika pun membuat Nazmi terkejut. Wajah yang tadi terlihat polos, kini menjadi sangat cantik.
Mereka sama-sama terkesima antara satu dan lainnya. Malika terdiam memandang pria itu dalam balutan kemeja yang terlihat ketat karena otot lengannya yang berbentuk. Juga, wajahnya yang begitu tampan. Mereka sama-sama kaku, berjalan dengan ekspresi aneh untuk mengambil tas masing-masing kemudian segera pergi dari sana.
Di kantor KUA.
Malika terkejut sekali melihat Nazmi membawanya ke sana. Dia mengira kalau pernikahan itu dilakukan bersama keluarganya, ternyata tidak seperti itu. Malika melihat pria yang sudah membohonginya dengan identitas palsu, ada di pintu masuk. Menunggu mereka datang.
Nazmi menyapanya, Farrel memeluk sang abang. "Bang, aku doakan semuanya lancar."
"Ya, aku peringatkan kau untuk tidak menggunakan identitasku untuk membuatmu leluasa bergerak di sini," ancamnya.
"Iya, Bang. Maaf."
Malika melihat ke arah Farrel, ingin mengadukan tentang semuanya diketahuinya tadi malam. Ingin menolak pernikahan ini juga, tetapi Malika tidak bisa melakukan itu karena sudah terlanjur menggunakan uangnya. Farrel juga melihat balik Malik yang tidak menegur bahkan tersenyum padanya.
Nazmi mengajak Malika masuk, melaporkan tujuan datang kemudian diarahkan untuk langsung masuk ke ruangan. Farrel menarik tangan Malika, tetapi wanita itu menariknya balik agar tidak ketahuan sama Nazmi.Farrel ingin sekali bicara, tetapi keadaannya tidak memungkinkan. Akhirnya dia mengirim pesan pada Malika.
[Thara, aku minta maaf. Bukan maksudku membohongimu dengan identitas abangku. -Farrel]
Malika membacanya, dan melayangkan balasan. [Sudahlah, aku tidak mempermasalahkan itu. Sekarang aku harus fokus menjalani kehidupan baruku. Apa sebenarnya tujuan Bang Nazmi menikahiku? -Malika]
Farrel tidak mungkin mengatakannya sekarang. [Ikuti saja mau abangku, kau harus menjadi istri yang menjaga martabatnya di depan keluarga. Kelak kau akan tahu alasannya. -Farrel]
Berkas nikah ekspres telah diurus oleh Farrel sesuai dengan syarat yang ada. Karena Malika anak yatim piatu, makanya dia akan menggunakan wali hakim. Nazmi memeriksa semua surat dan ternyata sudah lengkap. Malika tercengang menatap foto yang tidak pernah dibuatnya itu. Entah dari mana Farrel mendapatkan gaya yang sesuai dengan tubuh editan yang dalam foto itu.