Bab 1 Morning Sunshine

1925 Kata
“Hai pagi bulan Januari. Namaku Amirra. Dan ini ceritaku…”             Dentingan musik mengalun riang dari speaker bluetooth bentuk kotak di atas meja di samping tempat tidurku. Aku mengerlingkan pandangan mataku ke sekiling kamar bernuansa biru laut dan bintang berwarna putih. Aku sangat suka pada nuansa kamar ini. Terlihat rapi, luas, dan bersih. Walau kamar ini bukan kamar pertamaku, tapi aku tetap menyukainya. Ya, karena semenjak kecil aku selalu berpindah rumah. Aku lahir di Jakarta dan sempat merasakan tanah Bandung, Semarang, lalu akhirnya berlabuh pada kota dingin, Malang, Jawa Timur.             Cut! Cut! Cut! Ih, narasi apaan sih tadi? Kenapa kaku sangat ya? Bukan itu maksudku. Masak iya buku harian digital harus dinarasikan persis seperti buku harian jadul sih? Gak ah! Stop! Kuhapus rekaman videoku barusan di Iphone 6S plus warna rose gold hadiah ke 17 dari papa dan mama. Lantas kulemparkan ponsel cerdas itu ke atas kasur. Sejenak kemudian kubanting tubuh yang sudah terbalut seragam pramuka ke kasur juga. Kupandangi langit-langit kamar yang dicat motif bintang. Masih kuingat papa dan Om Mansyur susah payah mengecatnya.             Aku membalik badanku dan menatap tembok di atas kasurku. Ada lampu tumblr warna peach dan putih di sana. Lampu yang dipasang paksa oleh kakakku. Hem, seperti remaja cewek 18 tahun pada umumnya. Ups, aku belum genap 18 tahun sih. Kurang 8 bulan lagi aku akan masuk ke usia 18 tahun. Tapi, kurang 3 bulan lagi aku akan mengalami apa yang dinamakan UN. Kurang dekat? Tenang sebulan lagi aku harus menjalani UAS, dan Ujian Praktek. Kebayang kan gimana rumitnya hidup seorang Amirra sekarang.             Adegan membosankan dan narasi aneh barusan itu bagian dari tugas akhir Bahasa Indonesia. Entah demi apa Bu Asni, guru killer Bahasa Indonesia, memberiku tugas semacam itu pada kami sekelas. Membuat buku harian digital dengan menggunakan media ponsel, kamera, atau handycam. Sebenarnya itu pelajaran Bindo apa TIK sih? Entahlah, mungkin TA itu adalah kombinasi keduanya. Okay, whatever. Yang penting itu membuatku pusing tujuh keliling. Aku tak biasa curhat ataupun mengumbar hidupku pada hal semacam itu.             Pasti kalian bertanya-tanya ya? Baru membuka cerita kok sudah mengomel sendiri? Pardon me. Aku cuma anak SMA tingkat akhir berumur 18 tahun kurang 8 bulan. Seorang anak SMA dengan banyak tuntutan tugas bernama lengkap Amirra Savannah Sakha Handojo. Putri bungsu pasangan Kolonel Inf. Airlangga Sakha Handojo dan Nabilla Larasati Atmaja, S.Psi. Adik sok dewasa dari seorang kakak sok polos bernama Aiyra Sybilla Sakha Handojo. Sekarang sedang memakan bangku sekolah, SMA Negeri 4 Malang alias STETSA alias Studium et Sapientia di kelas 3 IPA 1.             Yaps meet me, my name is Amirra alias Ara. Alias Dedek Duwa. Yaps, percaya gak sih kalau kakakku, Aiyra Cantik, memanggilku seperti itu hingga usianya 7 tahun. Serius? Dua rius! Ya ya ya, aku adalah Ara si rapi, cantik, judes, galak, dan angkuh dulu itu. Aku sepenuhnya mewarisi sifat papa yang kini menjabat sebagai Danrindam V/Brawijaya. Tetapi, sebenarnya aku mulai mengenal jati diriku sekarang. Aku tidak serapi, sejudes, dan segalak zaman bayiku. Sebenarnya, aku itu manja, super manja terutama sama mama. Tapi, aku memilih bersikap judes dan sok dewasa karena kakakku, Aiyra Cantik.             Yes, kakakku Aiyra itu sangat manja terutama sama papa. Sehingga membuatku harus mengimbanginya dengan sikap dewasa, sok dewasa kadang. Aku memang suka kerapian seperti papa. Beda dengan Kak Aiyra yang super berantakan dan ceroboh seperti mama. Diriku juga tak sejudes papa kok. Mungkin karena aku itu orangnya lebih banyak diam, tetapi sekali bicara langsung ceplos-ceplos dan terlalu jujur. Makanya kadang orang bilang aku judes. Beda dengan Kak Aiyra yang pandai mengambil hati orang dengan manjanya. Dan lagi, aku tak setenang papa kok. Walau aku kelihatan tak banyak omong, batinku sangat cerewet dan celamitan. Yah, seperti sekarang. “Morning Sunshine…” pecah sebuah suara pada lamunanku. Aku menoleh dan mendapati mama tersenyum manis. Mama sudah rapi dalam balutan seragam hijau kebesaran Persit. Pasti ada kegiatan lagi. “Morning Mam. What can I do for you?” tanyaku dingin sambil memeluk mama wangiku. “Kenapa keluarnya lama? Papa sudah menunggu di meja makan. Sarapan bersama adalah momen yang sangat langka kan?” tegur mama pelan sambil membenarkan kerudung coklatku. Yes, saya berhijab sejak PAUD. “Yaps, sebentar ya Mam. Ara pakai body lotion dulu. Hawa Malang makin dingin bikin kulitku kering,” ucapku sambil mengambil botol lotion aroma jeruk favoritku. “Ya Sayang, mama tahu kok kalau Dek Ara itu suka kebersihan, kerapian, dan kecantikan.” “Mam, stop call me ‘Dek’! Mama, aku sudah 18 tahun!” tolakku malas. “Kurang 8 bulan. Morning Sayang. Kamu gak sarapan?” tanya papa gantengku dari daun pintu. Papa sudah memakai seragam PDH warna hijau dengan hiasan 3 melati di pundaknya. “Tetep aja Ara itu udah 18 tahun, Papa,” aku ingin mengajak papaku debat. Kesamaan sifat membuat kami sering debat tak jelas. “Okay, stop! Papa ganteng dan Dedek Duwa cantik, makan yuk. Daripada Baby A merengek,” putus mama bijak. Huft mama, sampai kapan mama manjain bayi gede itu? Harus ya anak kuliahan umur 20 tahun dipanggil Baby A? “Selamanya kamu tetap bayi nakal papa dan mama, Amirra,” ucap papa sambil mencolek hidung bangirku. Hiii, hentikan sikap kekanakan ini.             Aku melangkah kesal menuju ruang makan rumah dinas papa di kawasan Tugu Utara. Rumah dinas yang usianya sudah agak kuno ini terlihat ramai dengan aktivitas pagi. Ada ajudan papa yang setia mendampingi sekalipun papa sedang sarapan. Sertu Umar dengan cermat mengatakan agenda kegiatan yang harus dilalui hari ini. Ada mama yang sudah berseragam PSK sebab ada acara di Dodikjur pagi ini. Dan, ada seorang wanita 20 tahun bercelana jeans dan tunik batik katun warna peach serta kerudung dengan dandanan ramai bernama Aiyra Sybilla. Kak Aiyra yang cantik itu terlihat sedang memasang wajah imut, polos, dan sok manja ke arah papa. Hem, pasti ada maunya. “Papa, boleh ya Aiyra ikut kegiatan outbound di Coban Rais sama temen-temen,” tuh maunya udah nongol! Pasti jawaban papa… “Jawaban papa tetap tidak, Aiyra! Apalagi dengan baju anehmu itu. Big no! Kecuali kamu pergi dengan pengawalan ketat dan baju yang wajar,” yes, itulah jawaban papa yang super jleb. --- Aiyra Sybilla POV       Hah? Jadi menurut papa baju dan penampilanku ini tidak wajar? Hiks, kok papa galak banget sih. Atas dasar apa papa bilang selera pakaianku aneh? Padahal selama ini Aiyra selalu manja sama papa. Masak baju batik yang kesannya formal ini dibilang aneh? Perasaan papa lebih dekat sama aku deh daripada sama Amirra. Tapi kok susah banget naklukkan papa. Masih saja aku diproteksi habis-habisan. Tak boleh ini dan itu. Ya sih, mungkin karena aku masih kecil dan manja. Makanya perlakuanku dan Amirra jadi dibedakan. Ihh, makin sebal melihat kerlingan judes Amirra. Dia sangat puas melihat papa tidak menuruti keinginanku. Pengen jitak dia tapi, dia jauh lebih tinggi dariku.             Meet me, the beautifull one, Aiyra Sybilla Sakha Handojo. Seorang mahasiswi semester 4 Universitas Brawijaya Malang Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Pasti unik ya selera kuliahku? Ya iyalah secara sejak kecil aku suka sekali dengan yang namanya alam dan makan. Aku anak sulung pasangan Kolonel Inf. Airlangga Sakha Handojo dan Nabilla Larasati Atmaja. Si cantik, imut, manja, sedikit lemot kadang, dan sangat suka berantakan seperti mama itu adalah aku. Aku tak peduli walau Yangti mengatakan jiwaku dan Amirra tertukar. Ya, secara aku dibilang pantas jadi adik dan Amirra jadi kakakku.             Kembali ke topik, aku memang tak serapi adikku, Amirra. Aku lebih suka memadupadankan baju sesuai imajinasi dan mood. Seperti sekarang, aku memakai baju berwarna peach, celana jeans biru muda, sepatu flat warna merah, dan kerudung biru. Belum lagi kalung manik warna biru yang bertengger manis di leher jenjangku. Tentu saja papa gantengku langsung membidik tajam. Belum lagi adik sok dewasaku yang memandangku aneh. Berasa jadi fashion disaster sekarang. Hiks.             Sejatinya aku dan Ara diciptakan dengan perbedaan sifat mendasar. Aku memang kurang dewasa jika dibanding dengan Ara. Aku manja dan sangat suka bergantung pada orang lain. Kemana-mana serba dianterin supir ataupun Ara sendiri. Apalagi bermanja di ketiak papa dan mama, itu adalah hobiku. Sebenarnya aku manja juga ada alasannya. Itu semua karena aku mencari perhatian di sela kesibukan mereka. Semakin menanjak karier papa, semakin pekat kesibukannya. Aku jadi tak punya sasaran untukku bermanja. Untung saja, Ara lebih pengertian dan menyayangiku. Jadi, inilah ceritaku. Pagi ini adalah acara sarapan bersama papa dan mama. Momen yang sangat langka di tengah kesibukan papa. Sarapan seperti ini juga tak bisa lama-lama sebab papa dan mama akan segera berangkat ke Jember setelah mampir ke Dodikjur. Entah ada penutupan apa gitu. Ya, terserah papa dan mama deh. Yang jelas aku hanya akan berangkat ke kampus dengan diantar Om Wahyudi yang super asyik. Aku juga akan menghabiskan akhir pekan bersama adik jutekku. Sumpah ya, nih anak bener-bener turunan papa. Judes dan juteknya, papa banget! Huft! Kenapa Aiyra gak bawa mobil sendiri? Ya kali kalau boleh. Sikap protektif papa membuatku gak bisa bawa mobil sampai sekarang. Aku kalah telak dari adik judesku, Ara, yang sudah bisa nyetir kemana-mana sejak SMP. Itu semua karena aku pernah masuk ke got dan membuat kepalaku luka. Aku sempat trauma dengan yang namanya mobil. Maka dari itu, papa mengeluarkan dekret bahwa aku dilarang bawa mobil. Selain itu, aku pernah kecelakaan mobil bersama mama saat usiaku masih 20 bulan. Karena latar belakang seperti itu, aku jadi tak pernah membawa mobil dan menggantungkan diri pada kebaikan hati Amirra judes dan Om Wahyu yang super baik. Entah darimana papa ketemu supir baik dan pengertian macam Om Wahyu. Namanya Prada Wahyu, usianya masih 20 tahun, seusia denganku. Cukup good looking karena putih, baik, ramah, dan tentu saja, wangi. Aku suka sekali dengan cowok yang bersih, rapi, dan wangi. Hihi. Eh, kok jadi bahas Om Wahyu? Pasti dia lagi kejedot pintu mobil sekarang. Tentang adik judesku, Amirra, aku harus banyak mengalah padanya. Selain hanya dia yang mau mengantarku saat Om Wahyu sibuk, Ara juga sasaran kemanjaanku. Entah kenapa menggoda Ara sangat menyenangkan. Wajah cantiknya itu bisa langsung ditekuk-tekuk saat aku mengeluarkan suara manja dan mendayu. Bahkan dia mengolokku dengan kata-kata ‘sok polos’. Iya sih, wajahku yang cantik mirip seperti artis Nasya Marcella memang masuk ke tipikal wajah polos. Tetapi, berbeda dengan sosok asliku yang cuma pura-pura polos. Sebab, aku tidak sepolos itu. Wahaha. Selama 20 tahun aku hidup, aku sudah ganti cowok sebanyak 5 kali. Iyaps, aku pacaran pertama kali saat SMA kelas 1. Pasti tidak menyangka kan kalau aku mengejutkanku seperti ini? Mau dikata apalagi kalau memang aku mudah jatuh cinta. Kurasa Ara mengolok seperti itu karena dia tak pernah merasakan cinta. Ya iyalah si judes itu seperti alergi dengan yang namanya cowok. Entah beneran atau gak. Tapi, cowok mana yang mau sama cewek judes dan terlalu sok dewasa model Ara. Em, tapi tunggu dulu sih, kalau melihat kecantikan luar biasa Ara, mungkin sifat jelek itu termaafkan. Iyalah, siapa saja takkan menyangkal kecantikan putri-putri Kolonel Erlan? Kami berdua memiliki wajah mungil dan tirus, mata bulat dengan iris coklat, hidung mancung, kulit putih, bibir merah alami, dan rambut panjang hitam yang harus ditutup jilbab sejak kecil. Tinggi badan kami juga semampai, em, kecuali aku yang agak mungil. Amirra bertinggi 165 cm dan aku bertinggi 158 cm, hal itu juga yang membuat Ara sering dikira kakak daripada adikku. Okay, kembali ke topik. Kecantikan yang kami miliki sanggup membius lelaki mana saja. Apalagi Ara, terlepas dari watak judesnya, dia bisa membuat setiap lelaki pingsan. Cantiknya luar biasa. Pernah, ada mas-mas KFC yang sampai dimarahi Ara akibat melamun memandangi wajah anak itu saat menerima pesanan. Dan ada lagi mas-mas tukang sate yang lewat depan rumah dilempar kerikil sama anak itu gegara mandangi dia terus-terusan. Prok! Prok! Tepuk tangan pemirsah! ***   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN