- 01 - [ Think Again ]

1553 Kata
STORY 01 - Think Again *** Tumbuh sebagai wanita yang mandiri, walau dalam lingkungan keluarga berada tidak membuat sosok Nora menjadi wanita yang manja dan lemah. Justru kebalikannya, Noravayne Adela bahkan mampu menduduki posisi wanita tertinggi satu-satunya di kantor kepolisian pusat Jakarta. Semua orang sering kali memberikan Nora julukan Red Hawk Monster, karena tidak ada yang bisa lari dari kejaran mata tajamnya. Dipadukan dengan gerakan lincah, membuat dia begitu menakutkan di mata para criminal. Nora bisa dengan mudah mengubah semua sifatnya, dia akan berubah menjadi sosok yang tegas, menakutkan dan tetap pada pendirian saat berada di area kerja. Tapi jika di luar hal itu. Mungkin sampai saat ini pun tidak ada yang tahu. Sosok Nora saat lepas dari semua pekerjaan. Apakah dia akan tetap menjadi sosok yang menakutkan atau justru sebaliknya? Nama yang Ia junjung sampai saat ini. Nama kebenaran yang diberikan oleh ayah dan ibunya. Nora tidak menyangka bahwa dia harus mempertahankan itu semua. Membiarkan sosok yang merawatnya sejak kecil jatuh ke dalam jeruji besi. *** Kabar itu dia dapatkan dari Moran. Salah satu komandan dengan posisi sama sepertinya, namun tugas mereka saja yang berbeda. Nora awalnya tidak percaya. Tapi begitu melihat sebuah berita terpampang nyata di depan mata. Tubuh Nora membeku. “Komandan, anda sudah datang?” Suasana dini hari di kantor kepolisian miliknya masih nampak ramai. Beberapa petugas kepolisian memang dipekerjakan khusus menangani kasus tak terduga yang biasa terjadi dini hari. Seorang wanita berkulit kecoklatan, dengan rambut terpotong sangat pendek menghampirinya. Salah satu anggota kepercayaan sekaligus asisten Nora. Marry Vanhosten. Wajah wanita itu nampak sedikit pucat, mengira bahwa mungkin saja Nora tidak tahu mengenai informasi sang ayah. “Aku sudah tahu,” Berjalan menuju tempat duduk khususnya, Nora langsung menaruh topi dan senjata miliknya di atas meja, bersikap tenang. “Bagaimana dengan penjahat tadi? Kalian sudah memasukkannya ke penjara sementara?” Dia lebih dulu menanyakan perihal criminal yang baru saja Ia tangkap tadi. Menyenderkan tubuh pada sandaran empuk, jujur saja Nora sangat lelah. Menatap Marry yang berdiri di depan meja. Wanita itu mengambil berkas dan langsung memberikan pada sang komandan. “Kami sudah mengurusnya, Komandan. Itu data data mengenai keluarga yang bisa dihubungi, bukti dan catatan criminalnya. Kita bisa langsung menindak laki-laki itu karena sudah ada bukti yang kuat,” jelas Marry detail. Nora mengangguk tipis, mengecek berkas itu sesaat, sebelum akhirnya Ia menatap Marry kembali. Wajah sang asisten masih saja pucat. “Hh, aku sudah tahu mengenai informasi yang akan kau katakan selanjutnya, Marry. Jangan memasang wajah seperti itu,” ucap Nora dengan nada santai. Marry terkejut tentu saja, menatap balik sang komandan, “Ba-bagaimana bisa? Kabar ini baru saja datang tadi,” Wanita itu tidak menyadari sosok tegap tiba-tiba masuk ke dalam ruangan, berdiri di belakangnya. “Aku yang memberitahu komandan Nora tadi Nona Marry, maaf kalau mendahuluimu.” Suara baritone terdengar mengalun. Mengagetkan Marry seketika. “Hyaa!!” Berbalik shock, menatap sosok tegap nan tampan di belakang sana. “Ko-komandan Moran?! Ke-kenapa anda bisa ada di sini?!” Alis Nora terangkat bingung, mendengus tipis, “Bukannya aku sudah memintamu pulang, Komandan Moran.” Moran terkekeh tipis, berjalan mendekati Nora dan sengaja duduk di depannya. “Pria keras kepala sepertiku tidak akan bisa diperintah satu dua kali, Komandan Nora.” Marry masih setengah bingung, menatap Nora, “Ja-jadi, anda sudah tahu semuanya, Komandan Nora?” Mengangguk tipis, “Kau tidak perlu memasang wajah pucat seperti itu, Marry. Data keberadaan ayahku ada di berkas itu ‘kan?” Menatap sebuah berkas yang belum Marry serahkan padanya. “A-ah, iya, Komandan. Kami sudah menemukan titik-titik keberadaan ayah anda sekarang,” Sembari membuka berkas itu, Marry langsung menjelaskan semua. “Di pinggiran kota Jakarta ini, di jembatan dan sebuah desa terpencil. Ada beberapa rumah kosong di sana, orang-orang di sekitar desa juga pernah melihat keberadaan ayah anda. Semua sesuai dengan foto yang kita berikan.” Nora terdiam, memperhatikan peta desa dengan beberapa titik berwarna kemerahan, tidak ada tangisan atau raut sendu. Wanita itu justru nampak sangat serius. “Baiklah, kita akan mulai pencariannya besok pagi.” Tanpa ragu memberikan perintah, Marry mengerjap tak percaya. “A-apa, besok? Komandan, dia ayah anda-” Kalimat Marry terpotong, begitu melihat manik coklat keemasan sang komandan menatapnya datar. “Bagaimana pun juga orang yang sedang kita cari adalah criminal. Koruptor yang membawa ratusan juta uang perusahaan dan mengambil satu nyawa istri dari pemilik perusahaan itu sendiri.” Berujar tegas. “Kau pikir aku akan memberikan belas kasihan karena dia ayahku sendiri, Marry?” Menekan kalimatnya. Marry meneguk ludah cepat. Menggeleng beberapa kali, “Maaf, Komandan. Aku hanya khawatir,” tukasnya polos. Nora mendesah panjang, “Kau boleh pulang, Marry. Setelah semua pekerjaan ini selesai, kalian semua boleh pulang, tolong umumkan itu. Besok pukul sepuluh pagi kita akan mulai mencari ayahku.” Satu keputusan yang begitu cepat mampu Nora ambil, tersenyum tipis pada Marry. “Terimakasih atas kerja kerasmu hari ini, Marry.” Menatap sosok Marry yang terkejut. Wanita itu mengangguk kecil, melepas topi yang Ia gunakan dan membalas senyuman Nora. “Sudah kewajibanku selalu mendukungmu, Nora.” Saat topi itu terlepas, semua status yang menghalangi mereka langsung hilang. Marry, dan Nora hanya mereka yang tahu. “Saya permisi dulu, Komandan Moran.” Tubuh tegap wanita itu berjalan meninggalkan ruangan setelah memberi salam pada Moran. *** Moran masih setia duduk di depan Nora, kedua tangan laki-laki itu berpangku di atas meja, sengaja tersenyum kecil menatap sang Adela. “Hh, berhenti menatapku seperti itu, Komandan Moran.” Desah Nora tipis, dia sudah sangat terbiasa dengan sifat Moran yang begitu berubah jika mereka berdua saja. Moran terkekeh, laki-laki tampan itu malah menanggapi perkataan Nora dengan canda. “Aku sudah melepas tanda bintangku di sini, kau tidak ingin memanggilku dengan nama saja?” tanya-nya polos. Manik Nora menatap Moran, kembali mendesah panjang. “Itu hanya berlaku untukku dan Marry saja, kita sudah berteman sejak SMA,” Mengerucutkan bibir kesal, “Kau tidak seru, Komandan Nora.” Kali ini giliran Nora yang tersenyum tipis, “Itu kata-kata yang sering kudengar setiap hari,” “Tapi aku tetap suka denganmu.” Tidak mengira bahwa Moran akan menjawab perkataannya dengan sangat gamblang. Gerakan tangan Nora terhenti, menatap Moran yang kini tersenyum lekat. “Moran,” Tanpa sadar Nora melupakan status laki-laki itu. “Aha, akhirnya kau hanya menyebut namaku!” Jentikkan jemari sang komandan terdengar menggema dalam ruang. Mengagetkan Nora seketika, manik wanita itu mengerjap polos. Sebelum akhirnya menggeleng kecil, terkekeh karena Moran berhasil mendobrak masuk ke dalam pertahanannya. “Kau benar-benar,” “Maaf kalau aku hanya bisa membuatmu tertawa sebatas ini saja.” Tawa Nora terhenti, kembali mengerjap. Lagi-lagi Moran membuatnya termenung, laki-laki itu kadang kali mengejek, menasehati, membuatnya tertawa. “Besok kau benar-benar akan menangkap ayahmu?” Untuk yang kesekian kali Nora mendengar pertanyaan itu, dan sekarang dia malah terdiam. Hanya di depan Moran, sosok sang Adela berusaha memikirkan kembali keputusannya. “Kau tahu seberapa kaget aku mengetahui fakta bahwa ayahku tiba-tiba saja kabur membawa banyak sekali uang perusahaannya.” “Ibu dan adikku berulang kali memohon agar aku segera mencarinya, dan kau tahu permintaan mereka yang lebih egois lagi?” Ucapan Nora terhenti, mendengus sinis. “Jangan pernah biarkan ayah masuk ke dalam penjara, aku harus membela ayah dan menolongnya sampai akhir.” Moran tetap diam mendengar semua ucapan Nora. “Awalnya aku memang mencari segala cara agar ayah tidak perlu masuk penjara, mungkin menggunakan cara berdamai atau membayar kerugian yang dia buat adalah keputusan yang tepat.” Wanita itu memijat kedua pelipisnya, menyender pada kursi. Menutup manik lelah, “Tapi setelah mendapat kabar kalau istri pemilik perusahaan itu langsung meninggal terkena serangan jantung akibat shock karena perbuatan ayah,” “Jalan keluar untuk membantu ayahmu terkunci rapat.” Moran melanjutkan kalimat Nora. Wanita di depannya mengangguk kecil. “Kau benar, aku tidak bisa melakukan apa-apa lagi, suami mana yang bisa memaafkan laki-laki seperti ayah? Pencuri, pembunuh,” Perlahan membuka kedua matanya, “Ayah tanpa sadar sudah menghilangkan nyawa seseorang, tidak ada gunanya lagi mengambil jalan berdamai.” Tidak menyadari sosok Moran perlahan berdiri dari posisinya, berjalan mendekati Nora. Salah satu tangan laki-laki itu bergerak menarik tubuh sang Adela masuk ke dalam pelukannya. “Aku akan selalu mendukung apapun keputusanmu, Komandan Nora.” Berujar tipis. Kalimat pelan yang terdengar begitu lembut, Nora memang dari awal tidak mampu menahan stress selama berhadapan dengan kasus sang ayah. Tapi sebagai seorang komandan Ia harus tetap tegas. Entah keputusan yang dia ambil, apakah benar atau salah? Nora takut, sangat takut. Tidak ada tangisan, tubuhnya hanya membeku, tanpa membalas pelukan Moran. Nora cukup bersandar pada tubuh tegap laki-laki itu, menutup kedua manik, meredakan denyut sakit di kepalanya. “Terimakasih, Moran.” Jika tidak ada sang Dimitri, mungkin Nora benar-benar akan berubah menjadi sosok wanita tanpa perasaan. Kedua tangan yang mengepal kuat, Nora membulatkan keputusannya. “Jika ayah menuntutku suatu hari nanti, aku harus bersiap pergi dari posisi ini.” Pergi dari pekerjaan yang sangat Ia sukai. Sulit? Tentu saja, jika ini adalah satu-satunya jalan. Nora tidak bisa memilih lagi. Dia sudah bisa membayangkan seperti apa kebencian yang menumpuk di dalam hati ayah, ibu bahkan adiknya sendiri. Kebencian itu akan tertuju pada Nora seorang. Dia harus siap. “Aku sangat suka menegakkan keadilan, tapi menolong ayahku sendiri saja, Noravayne Adela tidak bisa." Berbisik tipis, merasakan pelukan Moran semakin mengerat, mengelus rambutnya lembut. “Kau tidak salah, Nora. Lakukan apa yang memang menurutmu benar.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN