Bumi adalah rumah bagi Miliyaran Makhluk hidup, sejauh apapun mereka menelusuri setiap sisi dunia. usia mereka tidak akan pernah cukup. salah satu kota besar yang ada di Indonesia tepatnya di Kota Jambi. telah terjadi bencana Lobang hitam yang menghisap seisi Kota berpindah ke bagian Bumi lain yang tak pernah mereka ketahui, tempat itu dijuluki "Tanah OutCast".
Perlahan mikaru membuka mata "akh... " desah Mikaru seakan menahan rasa sakit.
Melihat pergerakan Mikaru, Sigit bertanya mengenai kondisi mikaru "kau sudah baikkan ?".
"kau beruntung, lukamu cepat sekali sembuh" sambung Mira menatap luka Mikaru.
Sambil memperhatikan luka ditangan kanan Mikaru, Sigit menjawab pertanyaan Mira "kurasa efek lubang hitam itu ?".
"yah, kurasa begitu" lanjut Mira, membalikan badan "baiklah, bisa kita pergi dari tempat ini ?".
"tu-tunggu..." tanya Mikaru tampak kebingungan melihat wajah Mira "ma- ? (mau kemana)" melihat ekspresi Mira yang acuh membalikan badan, pandangan mikaru teralih ke Sigit "mau kemana ?".
Sambung Rumia "sudah, kita ikutin saja" senyum lembut seraya menggenggam tangan kiri Mikaru.
Fokus Mikaru teralih pada tangan Rumia yang menggengam tangannya "ta-tanganmu, kenapa ?" melihat perban yang menutupi pergelangan tangan Rumia.
"tidak usah khawatir, ini hanya luka bakar" sambung Rumia sambil melirik ke teman-teman lainnya "semua orang yang ada disini mengalami luka bakar, kau mungkin tidak merasakannya karena pingsan, nyatanya saat berada dalam lubang hitam, kita terlempar sangat cepat yang mengakibatkan gesekan pada udara, beruntungnya kulit kita semua tidak mengalami luka yang sangat parah".
"dan lihat tangan kirimu..." mengalihkan mata seakan memberi petunjuk "juga ada luka bakar, kan ?"
mencoba menjelaskan para Mikaru.
Mikaru melirik tangan kiri dan luka ditangan kanannya serta memperhatikan pakaian yang ia kenakan, memang ada beberapa bagian bekas terbakar.
"kurasa, jika saja aku tidak berada ditumpukan mayat itu, mungkin aku sudah mati saat mendarat" gumam Mikaru milihat pakaiannya penuh bercak darah.
Dari sudut ruangan Mikaru melihat Sigit dan yang lainnya tengah berdiskusi "kita berjalan melewati gang sempit atau memasuki bangunan-bangunan kosong" ucap Sigit.
"dari pada memutar melewati gang, kenapa tidak berlari saja kedepan ?" sambung Randy menjawab pernyataan Sigit.
"tempat terbuka sangat beresiko" jawab Sigit sambil mengepalkan tangan tampak menganalisa pelarian mereka.
"maksudmu makhluk itu ?" tanya Mira.
"itu benar, tapi jalur manapun" ucap Sigit menatap serius kearah jendela "semua jalan yang kita pilih memiliki resiko".
Keputusan telah diambil, kini mereka berkemas mempersiapkan diri dan perbekalan untuk pergi dari tempat itu.
Suasana masih mencekam, ragu-ragu dan rasa takut kerap kali membayangi pikiran mereka, kerap kali mereka terkejut oleh suara-suara ledakan dan teriakan dari kejauhan. bahkan, diantara suara itu mereka mendengar raungan layakanya singa yang mengaum.
Sambil melihat kondisi kota yang berantakan Ririn berucap "entah kenapa aku merasa aman ditempat persembunyian kita tadi".
Menanggapi ucapan Ririn "ditengah-tengah teriakan yang kita dengar ini kau merasa aman ?" ucap Mira dengan tatapan tajam.
"tapi, kita bisa menunggu seseorang yang akan menolong besok pagi,kan ?" tanya Ririn.
Tersenyum Mira mendengar ucapan Ririn "aku suka cara berpikirmu Rin...".
Ririn merasa Mira sedang marah lantas menjawab "ma-maaf...".
Berbekal cahaya phonsel mereka berjalan melewati gang-gang sempit.
"eeeh ?" Ririn tampak kebingungan melihat phonselnya.
Pandangan Sigit teralih menanggapi Ririn "ada apa ?" tanya Sigit.
Tampak kebingungan Ririn memperhatikan phonsel dan jam tangan yang ia kenakan "pengaturan waktu diphonsel dan di jam tanganku tidak berfungsi".
"ah bener..." sambung yang lainnya "iya aku juga".
Mereka semua dibuat panik dengan pengaturan waktu yang tidak berkerja ditempat itu, tak hanya jam digital, jam analog pun juga tidak berkerja.
Sigit mencoba menyimpulkan "mungkin rusak atau terbentur saat jatuh tadi"
"jika rusak, harusnya phonsel ini mati kan ?" jawab Ririn.
Perjalanan mereka terhenti sesaat memperhatikan asesoris mereka, namun dari atap bangunan tampak dua makhluk tengah memperhatikan mereka.
Dengan segera makhluk itu menyerang Agung dan Aprizal.
Didepan mata Mikaru, ular raksasa melilit Aprizal dan Agung hingga terdengar suara otot dan sendi-sendi pecah dari mereka Berdua.
"to-tolong aku" ucap Agung terbata-bata menahan lilitan ular.
Mira tampak cemas langsung berlari meninggalkan yang lainnya.
"Mira !!" teriak Sigit "tunggu..!".
mereka pun berlari meninggalkan Agung dan Aprizal.
Rasa takut dan cemas membuat langkah mereka tak berirama berlari lurus tanpa tahu akan kemana, Rama yang berlari mengikuti Mira tersandung lalu terjatuh.
"AAKH !!!" teriak Rama.
mendengar teriakan Rama yang ada dibelakang nya, Sigit berteriak "Mira tunggu !!"
Lari Mira sangat cepat meninggalkan teman-temannya, Sigit yang melihat Rama terjatuh, berbalik arah menghampiri Rama.
"kau tidak apa-apa Ram ?" tanya Sigit mengulurkan tangan.
sambil memegangi pangkal paha Rama berucap "ka-kakiku...".
Keadaan saat itu sangat gelap, Sigit tidak dapat melihat luka pada Rama dengan jelas.
Ririn dan Randy berlari dibelakang mereka tiba bersamaan. Menghela nafas karna berlari terlalu cepat "di-dimana Mira ?" tanya Ririn.
"aku kehilangan dia" sambil melihat kearah depan "dia berlari terlalu cepat" ucap Sigit.
"Rama, bagaimana keadaanmu ?" tanya Ririn.
Dengan nafas terhenga-henga rama menjawab "sepertinya ada sesuatu yang menusuk kakiku"
mencoba menerangi luka Rama dengan cahaya phonsel, tampak besi runcing menancap dipangkal paha Rama. Randy mencoba menolong Rama melepaskan tancapan besi yang menusuk pangkal paha Rama. namun, saat hendak menolong seekor mahkluk raksasa menerkam Randy dari belakang.
Mahkluk setinggi 4 meter menyerupai singa dengan surai tebalnya mendekur sangat keras hingga membuat jantung mereka berdetak tak beraturan, kaki kiri bagian depannya mengunci pergerakan Rama seolah-olah menahan mangsa agar tidak melarikan diri.
Rama yang berada dibawah kaki mahkluk itu berteriak mintak tolong.
"ma-mahkluk apa itu ?" ucap Ririn terbujur kaku melihat mahkluk itu menerkam Randy.
Sontak Sigit menarik tangan Ririn lalu berlari pergi.
tatapan kosong dari raut wajah Ririn, seolah-olah tak percaya bahwa semua ini nyata.
Saat berlari isak tangis Ririn berteriak minta maaf, mendengar jeritan Rama dari kejauhan.
Diiringi raungan mahkluk itu yang meyakinkan mereka untuk pergi meninggalkan Rama, Sigit bergumam "maafkan aku".
Makhluk setinggi 4 meter dengan surai yang tebal, kepalanya sama dengan singa, namun makhluk ini memiliki tanduk seperti kambing. ekor panjang yang ada dibelakangnya merupakan seekor ular yang tampak hidup seperti memiliki kesadaran tersendiri.
Wujud yang tak biasa dilihat ini membuat Mikaru dan Rumia terperangah dibelakang makhluk itu, tepat dibelakang ekor makhluk itu.
"Makhluk apa itu ?" bisik Mikaru melihat makhluk yang ada dihadapannya.
Mikaru dan Rumia yang tertinggal saat berlari mengikuti Mira tiba disaat yang tidak tepat. ketika, seekor chimera tengah menyerang Rama dan Randy.