1. PANDAWA CAKRAWALA

1090 Kata
"Cinta bukan hanya sekedar kata kerja, tapi suatu rasa yang akan menyatukan kita." - Figuran 1. PANDAWA CAKRAWALA Pandawa SMA Cakrawala baru saja tiba di parkiran. Kelima motor sport dengan warna berbeda terjejer rapi disana. Para kaum hawa yang melihatnya langsung berkumpul dan menjerit histeris begitu menyaksikan detik-detik pelepasan helm full face. Cukup dramatis memang, tapi mau bagaimana lagi? Sekali sudah menjadi kebiasaan akan sulit dihilangkan. Lagi pula, seantero sekolah juga sudah mengenal betul siapa kelima cowok itu. Julukan pandawa yang diberikan pada mereka awalnya hanya iseng, karna kebetulan mereka berlima dan selalu bersama-sama, seperti halnya dengan kelima tokoh pandawa dalam kisah pewayangan. Tapi lama kelamaan, hal itu menjadi kebiasaan, sampai pada akhirnya semua orang menyebut mereka dengan julukan itu, dan masih bertahan hingga detik ini. Kelimanya juga tidak masalah sama sekali, justru merasa sangat diuntungkan. Karna berkat nama itu mereka menjadi fomous. Seperti yang disebutkan tadi, anggota pandawa ada lima- Satria, Genta, Billy, Iko dan Juan. Jika berpikir bahwa mereka anak baik-baik karna diberi julukan itu, maka salah besar. Justru berbanding terbalik dengan sifat asli dari para pandawa. Nyatanya mereka sering terlibat masalah dan berakhir mendapatkan hukuman. "Untung aja kita sekelas ya bro, jadi enak ntar bolosnya. Kagak perlu janjian lagi." ucap Iko yang merasa gembira karena mereka berlima satu kelas tahun ini, tidak seperti tahun sebelumnya. "Yoi, pokoknya mah surga dunia. Bolos bilek, nugas bilek. Pakarnya sekarang udah sekelas mantap bener." tutur Billy yang ikut menyahutinya. Pakar yang dimaksud adalah Satria, karna diantara kelimanya cuma cowok itu yang memiliki otak berlian. "Asik banget dah," seru Iko. "Sat, gimana semalem? Dapet?" tanya Genta yang tiba-tiba teringat dengan cewek yang mereka temui di kelab. "Boro-boro dapet nomernya, diajak kenalan aja kagak mau." balas Satria yang langsung membuat keempat temannya tertawa. "Kasian bener lo Sat, belum juga berjuang udah mundur duluan, sad boy bener," celetuk Juan disertai cekikikan. "Nih contoh gue, muka pas-pasan tapi laris manis." tukas Iko menyombongkan diri, "muka ganteng nggak menjamin kita laku atau nggak men!" "Gaya lo Ko, gue jadi curiga jangan-jangan yang mau sama lo matanya katarak semua. Makannya kagak bisa bedain mana kambing mana cogan," cibir Juan lalu terkekeh. Merasa tak terima Iko langsung menoyor kepala Juan, hal ini membuat si empunya merintih kesakitan. "Udah lah Sat, mending pindah haluan aja kayak gue," ujar Billy yang mulai meracuni pikiran Satria. Genta menghela nafas melihat sifat temennya itu, yang dari dulu tidak pernah berubah, Billy si pencinta jandes alias janda, "Ini lagi bocah satu, hobinya ngehasut mulu udah kaya syaiton. Yang ada di otak lo cuma jandes doang Bil?" "Kenapa Gen, lo mau juga?" tanya Billy seraya menampilkan cengiran tak berdosa. "Ogah!" tolak Genta langsung. "Eh apaan tuh rame-rame," seru Satria saat melihat kerumunan siswa. Keempat temannya langsung mengikuti arah pandang cowok itu. "Bukannya itu kelas baru cewek lo Ju," timpal Iko sambil menyipitkan mata. Memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. Juan mengangguk tanda ucapan Iko benar, detik berikutnya mereka pergi kesana. "MINGGIR LO BERDUA!" teriak cewek berambut blonde sambil menatap tajam dua cewek dihadapannya. Dia tidak sendirian, ada kedua temannya yang juga ikut melakukan hal yang sama, Rena dan Dara. "MALES YAH! DIMANA-MANA KAMUSNYA SIAPA CEPAT DIA DAPAT!" seru Zelin, cewek dari kubu yang berbeda, sejak tadi dia masih tetap kekeuh mempertahankan tempat duduknya. Dari awal cewek itu memang sudah punya prinsip bahwa semua yang sudah menjadi miliknya, tidak akan bisa direbut kembali dengan mudah. "BACOT LO! NYARI MASALAH SAMA GUE!" Zelin terkekeh, "Nggak kebalik ya, bukannya situ duluan yang dateng-dateng nyari ribut." "Udah lah Zel, kita pindah aja." ajak Alikka. Cewek itu berusaha untuk menghentikan permusuhan diantara keduanya. Dia hanya tidak suka buat masalah, apa lagi keributan. "Nggak bisa Al, kita duluan yang nempatin meja ini." tutur Zelin, "lagian mana mau gue ngalah sama nenek lampir kayak dia." Bianca membelakkan mata, tampak terkejut dengan ucapan Zelin, "APA LO BILANG NENEK LAMPIR?!" "Iya kenapa, nggak terima lagi?" tukas Zelin sambil tertawa sinis. Kesabaran Bianca sudah habis, matanya kini sudah berapi-api. Tanpa aba-aba kedua tangannya langsung menjabak rambut cewek dihadapannya. Zelin yang tidak mau kalah pun menyerangnya balik. Sorak-sorak dari para siswa membuat keduanya semakin gencar untuk mengalahkan satu sama lain. Namun tiba-tiba kedua teman Bianca ikut menyerang, otomatis membuat Zelin langsung kalah telak. Mereka langsung mendorongnya saat cewek itu sudah kehabisan tenaga. Hal ini membuat tubuhnya terpental dan hampir saja terjatuh ke lantai kalau tidak ada yang menahannya. Satria. Tanpa sengaja kedua mata mereka bertemu, saling bertatapan selama beberapa detik, sampai pada akhirnya cowok itu lebih dulu memutuskan eye contact dengannya. Alikka yang merasa tak terima sahabatnya diperlakukan seperti itu berniat akan membalas perbuatan Bianca. Namun seseorang lebih dulu menahan tangannya. "Udah nggak perlu dibales." ucap Genta yang dalam sekejap berhasil membuat Alikka langsung menuruti perkataannya. "Kagak malu apa lo berdua, udah tua kelakuannya masih kaya bocah! Cuma masalah bangku aja sampe ribut gini," omel Iko sambil menatap Zelin dan Bianca bergantian. "Ini lagi, kelas lo pada dimana? Bubar-bubar!" usir Billy pada para siswa yang sejak tadi menonton adegan dramatis ini. Hal ini membuat cowok itu mendapat sorakan dari mereka. "Lo berdua pindah gih, biarin cewek gue duduk disini." ujar Juan membela pacarnya. Seketika mata Zelin langsung melotot. Zelin berdecak pinggang sembari menatap Juan dengan tatapan membunuh. "Apa lo bilang?! Mentang-mentang si nenek lampir ini cewek lo trus dengan seenaknya ngusir gue gitu? Nggak semudah itu bang!" ucapnya yang diakhiri senyuman licik. "Tuh kan beb, nyebelin banget dia. Masa bilang aku nenek lampir." celetuk Bianca mengadukannya. Cewek itu langsung memeluk lengan pacarnya dengan manja. "Pokoknya kamu tenang aja beb, aku bakal kasih pelajaran sama orang yang berani ngehina kamu." ujar Juan seraya melirik Zelin sinis. "Zel, udah lah kita ngalah aja. Toh kita bisa duduk di depan." bujuk Alikka yang entah sudah keberapa kalinya. "Gue bilang enggak ya enggak Al!" kesal Zelin. Sahabatnya itu selalu begitu, mudah sekali menyerah. Padahal disini bukan mereka yang bersalah. Satria yang sejak tadi diam dan hanya menjadi pendengar yang baik, kini mulai angkat bicara, "Lo denger sendiri kan temen lo ini bilang apa, cepet pindah. Biarin Bianca duduk disini, jadi cewek jangan keras kepala." Zelin yang mendengar penghinaan itu langsung mengepalkan tangannya, wajahnya kini sudah memerah menahan amarah yang siap meledak kapan saja. "Emangnya lo siapa? Berani nyuruh-nyuruh gue!" Satria terkekeh, lalu menunjukkan dirinya sendiri, "Gue?" Detik berikutnya, dia melangkah mendekati Zelin. Memajukan wajahnya beberapa senti dan dalam sekejap berhasil membuat cewek itu mematung di tempat. Jarak keduanya kini semakin sempit, membuat Zelin sampai berusaha menahan nafasnya. "Satria Arkasena, orang yang udah nyelamatin lo satu tahun lalu." TBC! Hai, gimana first partnya? Semoga kalian suka yaw See u next part^^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN