Opening

1279 Kata
Malam ini, terlihat begitu banyak permata berkilauan yang menghiasi langit malam. Ingin rasanya diriku mengambil salah satu dari permata indah itu, namun apalah daya tangan tak sampai. Kini waktu telah menunjukkan pukul 11 malam, mataku juga mulai terasa berat, jadi kututup jendela kamarku dan segera berbaring di atas kasur. “Linda, Lin, kamu ga sekolah? Ini udah jam setengah tujuh loh?” Terdengar mamaku memanggilku dari lantai bawah. “Iya ma, ini udah bangun kok. Aku mau siap-siap dulu.” Akupun menjawab mamaku dan segera bergegas menuju kamar mandi. Pukul 7.15 pagi, aku telah selesai berkemas dan segera menuju ruang makan untuk sarapan. Berlari menuruni tangga dari lantai 2 menuju lantai 1. “Linda, jangan lari-lari ditangga, ntar kamu jatuh gimana?!” Mamaku sedikit marah kepadaku. “Gapapa kok ma, lagian udah biasa” jawabku dengan sedikit nyengir. “Hmm… kamu ini, dibilangin ngejawab lagi. Yaudah ayo kita sarapan dulu.” “Ok ma. Oiya ma, papa mana? Kok gak ikut sarapan?” tanyaku pada mama. “Papa kamu tadi jam setengah 6 udah berangkat kerja.” “Kok pagi amat berangkatnya ma?” “Papa kamu ada meeting sekalian perjalanan bisnis keluar kota.” “Oh, bakalan lama dong kayanya.” “Ga kok, paling 5 hari udah selesai. Ya… mungkin paling lama sekitar 1 atau 2 minggu gitu lah.” “Emm… oiya ma udah hampir jam 8 ni, aku udah selesai sarapannya.” Aku berdiri dari meja makan, dan sejenak merapikan pakaian sekolahku. “Oh, yaudah hati-hati dijalan ya. Jalannya lihat kiri-kanan loh” kata mamaku. “Iya ma, aku pergi dulu ya, muach. Dah ma.” Akupun berangkat setelah mengecup pipi mamaku. Pagi yang cerah di hari selasa. Aku berangkat sambil berjalan menuju sekolah. Di tengah perjalanan, aku bertemu teman sekelas sekaligus sahabat ku Dini. “Pagi Lin, sendiri aja?” sapa sahabatku saat menghampiriku. “Pagi Din. Iya nih, tapi udah ngga lagi hehe” jawabku pada Dini. “Hah?! Serius? Siapa orangnya? Kok aku ga tau kalo kamu udah punya pacar?” tanya sahabatku dengan kaget. “Hahahaha” aku tidak tahan dengan ucapan sahabatku dan tawaku pun langsung meledak. “Ye… ditanyain malah ketawa. Aku serius ni…” kata sahabatku sedikit kesal. “Ya engga lah. Maksudnya ga sendiri lagi… kan aku dah ketemu kamu di sini. Jadi aku ga sendiri lagi jalannya karena kita jalan barengan. Kamu ini Din, ada-ada aja.” jawabku pada Dini. “Oiya ya… hehehe maaf, agak terkejut aja tadi. Habisnya ekspresi kamu pas jawab pertanyaan aku tadi agak beda.” kata sahabatku. “Ga kok, biasa aja. Kamunya aja yang mikir aneh-aneh. Yaudah yuk berangkat.” jawabku padanya. “Ok, yuk.” Aku dan Dini pun berangkat berdua sambil cerita panjang lebar selama perjalanan. Tidak terasa, pukul 7.45 kami telah sampai di depan pintu gerbang sekolah. Di situ kami bertemu dengan Sam dan Benny. Mereka berdua ini sahabatku dan Dini juga. Malah yang lebih seru lagi, kami berempat sekelas. “Wah, ga biasanya kita berempat ketemuan depan gerbang gini.” kata Benny pada kami. “Iya ya, kebetulan banget ni. Yaudah yuk, kita jalan bareng ke kelas” Sam pun ikut berkomentar. “Ok lah. Yuk kita let’s go!!!” ucapku dan Dini dengan semangat. Kami pun kemudian jalan bersama menuju kelas. Sambil jalan, Sam bercerita tentang sebuah kisah mengenai hantu gerobak dorong. “Woi-woi, kalian pada tau ga misteri tentang gerobak bakso yang suka jalan sendiri tiap tengah malam?” Sam memulai cerita seramnya. “Aku sempet ga percaya dengan rumor yang beredar itu, tapi… eng… tapi…” Sam tiba-tiba terlihat ragu untuk melanjutkan ceritanya. “Tapi apa Sam? Lanjutin dong…” tanya Dini karena penasaran. “Iya nih, cerita kok nanggung-nanggung.” kata Benny sedikit kesal. Aku juga setuju dengan Dini dan Benny. Aku betul-betul penasaran maksud dari cerita Sam ini. Jangan-jangan hantunya serem lagi. “Tapi…” Sam pun kembali melanjutkan cerita. “Tapi tadi malam jam setengah 1, aku jalan pulang dari warnet tuh. Nah, di perempatan jalan pas udah deket rumah, aku liat gerobak yang lewat secara tiba-tiba di dekat tiang listrik perempatan jalan itu.” Kata Sam dengan badan sedikit gemetar. Terlihat keringat meluncur dari kening Sam menuju pipinya. “Wah, itu cerita serem juga ya. Kalo dipikir-pikir, kayanya kita mesti selidikin tu gerobak deh. Seenaknya aja jalan sendiri tanpa sepengetahuan pemiliknya. Hahaha” kata Benny sambil sedikit mencibir ceritanya Sam. “Hahaha. Iya ya, betul juga tu Ben. Kita mesti selidikin misteri ini. Ok, ntar pulang sekolah, kita ngumpul di ruang klub penelitian kaya biasa.” Usulku pada mereka. “Ok sip!” mereka bertiga menjawab serentak. Saking keasyikan cerita, aku ga nyadar kalo kami udah sampai di depan kelas kami, XI IPA 1. Kami langsung masuk dan duduk di kursi masing-masing. Aku duduk sebangku dengan Dini di barisan kedua, meja nomor dua dari depan. Meja dibelakang kami diisi oleh Sam dan Benny. Sekitar 5 menit kami di kelas, Pak Mono, guru Bahasa Indonesia kami masuk dan memulai proses belajar mengajar. Matematika adalah mata pelajaran selanjutnya seusai mata pelajaran Bahasa Indonesia selesai. Setelah 2 setengah jam lebih kami melalui proses belajar mengajar, bel istirahat pun berbunyi. Semua peserta didik SMA Nusa Bakti keluar berhamburan dari kelas masing-masing menuju kantin. Seperti biasa, aku, Dini, Sam, dan Benny pergi berempat menuju kantin. Sebenarnya perutku sudah protes dari tadi karena ingin meminta haknya. Aku heran, padahal tadi pagi udah sarapan. Ya… walaupun cuma roti tawar pake selai sih. Tapi kan setidaknya itu cukup untuk mengganjal perut. Hmm… nanti aja deh ngebahasnya, yang penting makan aja dulu. “Hari ini mau makan apa ni?” tanya Dini padaku. “Ga tau ni Din, bingung juga sih. Hmm… apa aja deh, yang penting laper bisa hilang.” Kataku pada Dini. “Hmm… kalo gitu kita makan nasi goreng aja ya, kaya biasa.” kata Dini. “Ya… boleh deh, daripada bingung mau makan apa.” Aku pun setuju dengan usul Dini. Kami pun akhirnya sampai dikantin dan langsung duduk di meja makan. “Bibi, nasi gorengnya dua ya! Hmm… eh iya, mau minum apa Lin?” tanya Dini padaku. “Samain sama kamu aja deh Din.” Akupun menyuruh Dini untuk menyamakan minumanku dengan punyanya. “Kalo gitu… air mineral yang sedangnya 2 juga bi!” teriak Dini pada bibi pengurus kantin. “Ok siap! Nasi goreng 2, air mineralnya 2 ya. Lah terus, mas-mas yang berdua kaga makan nih?” tanya bibi kantin pada kami. “Eh iya, baru nyadar. Oi Ben, Sam, kalian ga makan apa?” tanyaku pada 2 sahabatku ini. “Kami samain aja sama punya kalian deh.” Sam pun menjawab. “Iya, lagian… kami juga sedang kena KanKer, hehehe…” sambung Benny. “Hah?! Kanker?! Serius?! Kapan?!” tanya Dini terkejut. “Hahaha, canda Din. Maksudnya kanker alias kantong kering atau sebutan lainnya bokek hahaha.” Jawab Benny sambil tertawa. “Yah… aku pikir seriusan tadi. Sumpah ya… hari ini tuh aku kaya banyak banget kaget. Tadi pagi Linda sekarang kalian. Hadeh… cape deh. Yaudah kalo gitu 4 nasi goreng, 4 air mineral sedang bi.” kata Dini setelah berdiskusi panjang lebar. “Ok siap.” Bibi kantin pun menyiapkan makanannya. “Ini udah siap. Nasi goreng 4 piring plus air mineral sedangnya 4 botol buat mas-mas dan neng-neng yang udah pada laper.” Bibi kantin pun datang menghampiri setelah pesanan kami selesai. “Wah, enak banget nih. Makasih ya bi. Kami udah lapar banget nih hehe.” Kataku pada bibi kantin. “Iya sama-sama. Yaudah bibi lanjut kerja lagi ya.” Kami mulai menyantap makanan kami dengan lahap. Belajar di kelas telah menguras tenaga dan pikiran kami. Jadi kami mengisi tenaga untuk pelajaran berikutnya.   To be continued…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN