BAB 1: Akhir Dunia Kimberly

1943 Kata
Keramaian malam terlihat indah untuk di pandang, langit yang gelap itu menjadi sedikit berkilauan dan terasa dingin. Salju pertama turun di malam hari menyambut natal. Pohon-pohon natal sudah berdiri di setiap sudut jalanan. Orang-orang bersuka cita berkeliaran di luar, dinginnya malam tidak menghalangi kebahagiaan mereka. Namun, hal itu tidak berlaku dengan wanita cantik bernama Kimberly Feodora. Jangankan untuk menikmati salju pertama turun, untuk tersenyumpun dia tidak mampu melakukannya. Wanita itu duduk termenung di sisi jendela dengan gaun malamnya yang cantik, sebotol anggur di tangannya sudah hampir habis dia tegak. Tubuh Kimberly tampak kurus kering tidak begitu sehat dan sangat lemah. Wajah cantik Kimberly terlihat merah sembab karena tidak berhenti menangis dan juga mabuk sepanjang waktu. Kimberly menatap kosong salju-salju yang turun berjatuhan di ikuti oleh setetes air mata yang membasahi pipinya. Salju-salju itu tidak seindah tahun lalu. Kimberly kembali menengak anggurnya seakan minuman itu adalah obat penghilang rasa sakit yang menderanya empat bulan terakhir ini. Kimberly adalah seorang model kelas dunia yang terbiasa dengan kehidupan yang gemerlap penuh kemewahan dan kesenangan. Kimberly hidup mendapatkan banyak cinta, semua orang memuja dirinya karena kecantikan dan prestasinya. Kimberly memiliki uang berlimpah, popularitas yang tinggi, apapun yang di lakukannya selalu memiliki efek besar kepada orang lain. Semua orang mencintai Kimberly karena keberaniannya yang bicara secara terang-terangan dalam mengkritik sesuatu. Mereka menganggap Kimberly pemberani dan pahlawan di masa modern. Namun, semakin banyak orang yang mencintai Kimberly, semakin banyak pula yang membencinya karena keangkuhan dan kebiasaan Kimberly yang berbicara kasar. Dunia Kimberly yang gemerlap penuh kesenangan dan kemewahan itu hancur dalam waktu semalam. Karena sebuah insiden, semua orang membenci Kimberly dan menganggap dirinya sebagai kriminal. Bahkan orang-orang yang dulu mencintainya, kini mereka menganggap Kimberly tidak lebih dari seonggok sampah. Semua itu bermula ketika Kimberly berpisah dengan kekasihnya setelah dua tahun menjalin hubungan. Satu minggu setelah Kimberly putus dengan kekasihnya, tiba-tiba sahabatnya yang selama ini sangat dekat dengan Kimberly mengumumkan akan menikah dengan mantan kekasihnya Kimberly. Tidak hanya sampai di sana, Rachel yang Kimberly anggap sebagai sahabatnya yang berharga itu, ternyata sudah hamil selama satu minggu. Rupanya, kekasih Kimberly memutuskan dirinya tepat ketika Rachel memberitahu bahwa dia hamil anaknya kekasih Kimberly. Kimberly merasa terpukul dan sangat marah karena baru menyadari bahwa sesungguhnya sahabatnya itu telah menghianati dirinya dan menjadi penyebab putusnya Kimberly dengan kekasihnya. Kimberly memutuskan untuk bertemu dengan Rachel di sebuah pesta, mereka bertengkar hebat di sebuah ruangan. Beberapa menit setelah pertengkaran itu selesai terjadi, Rachel di temukan meninggal di jalanan karena jatuh dari lantai lima. Kimberly yang menjadi satu-satunya orang terakhir yang bertemu dengan Rachel akhirnya menjadi satu-satunya orang yang paling di curigai banyak orang termasuk kepolisian. Semua orang percaya Kimberly yang membunuh sahabatnya itu di karenakan dendam dan cemburu atas penghianatan sahabatanya itu. Penyebab kematian Rachel tidak ada orang yang di curigai selain Kimberly. Bahkan, Sean, mantan kekasih Kimberly pun ikut menuduh Kimberly sebagai tersangka pembuhunan yang terjadi. Karena kasus itu, satu persatu dunia Kimberly yang sempurna runtuh menjadi seperti puing-puing yang berserakan. Kasus dan tuduhan yang menjerat Kimbery langsung mencorengkan nama dirinya dan semua pekerjaannya. Banyak kontrak pekerjaan yang di batalkan membuat perusahaan harus membayar banyak kerugian. Kimberly yang semula menjadi brand ambassador beberapa perhiasan, pakaian dan make up terkenal, secara tiba-tiba perusahaan besar itu langsung memutuskan kontrak memblacklist Kimberly dari dunia model. Tidak hanya sampai di sana, Kimberly di blacklist dari semua media. Kasus persidangan yang berjalan cepat akhirnya membuat hakim memutuskan Kimberly tidak bersalah karena tidak ada bukti apapun yang bisa menguatkan bahwa Kimberly pelakunya. Meski Kimberly terlepas dari tuntutan, kebencian semua orang semakin bertambah kepadanya. Orang-orang menuduh Kimberly menggoda dan menyogok hakim yang menangani kasusnya untuk membebaskannya. Semua orang merasa kebebasan Kimberly sangat tidak adil dengan kepergian Rachel. Orang-orang merasa tidak puas jika Kimberly tidak menderita dan malah bebas menjalani kehidupannya setelah kepergian Rachel. Orang-orang enggan membuka mata dan menerima semua hasil penyelidikan yang terjadi, mereka juga menutup telinga menolak penjelasan apapun dari Kimberly. Mereka tidak memberikan Kimberly kesempatan untuk menjalani hidupnya dengan tenang meski dia bukanlah pelaku pembunuhan sahabatnya. Kimberly sudah merelakan dunianya yang sempurna terenggut, namun semua itu seakan tidak cukup untuk menebus kesalahan yang tidak pernah sedikitpun dia perbuat. Kimberly mengusap air matanya beberapa kali dan melawan sesak yang menyakitkan di hatinya, wanita itu melihat beberapa tumpukan dokumen yang berserakan. Dokumen-dokumen itu berisi tentang pemutusan kontrak Kimberly dengan angensynya yang dulu menjadikan dirinya sebagai anak emas perusahaan. Tangan kurus kering Kimberly menjangkau buku tabungan dan melihat deretan angka yang dulu begitu banyak kini hilang tidak tersisa. Uang Kimberly sudah mulai habis karena menyewa pengacara dan tidak menerima pekerjaan satupun. Kini dia harus menerima banyak tagihan tunggakan apartement dan yang lainnya. Seharusnya Kimberly hidup dengan tenang meski sudah tidak bekerja, dia memiliki tabungan dalam jumlah yang besar. Tetapi, uang jutaan dollar milik Kimberly yang dia simpan, kini uangnya di bawa kabur oleh managernya sendiri. Tidak ada satupun orang-orang yang dulu menjadi temannya mengulurkan tangan untuknya, mereka menjauhi Kimberly dan mengkhianati Kimberly. Kimberly merasa sangat sedih dan putus asa, dia sudah menemui dokter untuk menangani gangguan kecemasannya yang semakin memburuk, namun semua itu tidak memiliki dampak apapun karena Kimberly di bayang-bayangi kebencian semua orang dan kehidupan susah di kelilingi lilitan hutang. Tidak ada tempat untuk Kimberly pergi, bahkan dia tidak mengetahui siapa orang tuanya karena dia tumbuh di panti asuhan. Kimberly terisak menangis mengambil botol anggur yang sudah hampir habis, wanita itu berteriak melemparkan botol anggurnya ke dinding. Tubuhnya yang lemah itu bergerak dengan langkah terseok-seok. “b******n, manusia-manusia biadab! Kalian menghakimiku lebih dari Tuhan.” Tangis Kimberly membuka pintu kaca di depannya. Air mata berlinangan membahasi wajah Kimberly yang kini memiliki banyak cekungan karena kehilangan banyak berat badan, sorot matanya yang di penuhi air mata itu sangat tajam di penuhi oleh kemarahan dan kesedihan. Angin berhembus terasa sangat dingin menusuk, salju-salju berjatuhan mengenai permukaan kulitnya. Kaki telanjang Kimberly melangkah terseok-seok merasakan dinginnya permukaan lantai balkon apartementnya yang di hinggapi beberapa tetes salju. Kimberly melangkah dengan lemah mendekati pagar dan melihat semua hal yang bisa di lihatnya. “Apa yang kalian mau? Mengapa aku harus membayar perbuatan yang tidak aku lakukan? Jika dia mati dengan cara mengerikan, itu adalah karmanya karena sudah menjadi penghianat. Mengapa aku yang menjadi korban harus menerima kebencian ini? Mengapa?.” Jerit Kimberly dengan frustasi. Kimberly kembali menangis dalam kesendirian, sangat berat untuknya melewati hari-harinya yang berat dalam kesendirian. Kimberly menyerah dan tidak mampu lagi melewati hari esok, juga hari-hari seterusnya. Tangan Kimberly gemetar memegang pagar besi, wanita itu naik ke atas dan berdiri di luar pagar, matanya yang basah oleh air mata terlihat di penuhi penderitaan dan kesedihan. Kimberly menatap ironis jalanan yang ada di bawahnya terlihat indah dan bercahaya, sementara langit tegah gelap dan kedinginan seperti keadaan hatinya sekarang. “Hanya aku dan Tuhan yang tahu kebenarannya. Jika kalian tetap menghakimiku untuk menebus dosa yang tidak aku lakukan, lebih baik aku mati, aku tidak sudi melewati ini semua. Aku tidak peduli jika di masa depan aku reinkarnasi menjadi keong sekalipun, aku hanya ingin hidup bebas tanpa menanggung dosa yang tidak aku lakukan.” Bibir Kimberly gemetar, napasnya tersendat-sendat dengan air mata yang tidak berhenti berjatuhan. “Selamat tinggal” bisik Kimberly dengan suara seraknya. Perlahan Kimberly melepaskan pegangannya pada pagar dan menjatuhkan dirinya dari lantai tujuh belas. Tubuh Kimberly melayang jatuh dengan gaun indah yang di kenakan, gaun itu terlihat berkibar tersapu angin bersama dengan salju-salju yang berjatuhan berada di antara tubuhnya yang jatuh ke bawah. Kimberly menutup matanya dan menempatkan tangannya di d**a, tidak berapa lama tubuh indahnya itu terjatuh ke sebuah atap mobil membuat semua orang yang berada di sekitarnya langsung berteriak. Tubuh Kimberly hancur, perlahan darah keluar menodai tubuh dan gaun cantiknya. Perlahan Kimberly menghembuskan napas terakhirnya melepaskan kehidupannya dan rasa sakit yang selama ini melukainya. “Nona, bangunlah!” Suara isakan tangis seorang wanita terdengar. “Tuan, cepatlah kemari! Tubuh Nona Winter bergerak.” Teriakan keras seseorang terdengar. Suara keributan mulai terdengar mengusik pendengaran Kimberly, orang-orang berbicara dengan berisik membicarakan dokter yang harus segera mereka panggil. “Winter, sayangku. Nak, bangunlah.” Suara berat seorang pria terdengar kuat di telinga Kimberly, tubuhnya ikut sedikit terguncang. “Winter, Ayah mohon, bangunlah Nak.” Kening Kimberly mengerut samar, matanya sangat berat untuk di buka. Terdengar banyak orang yang memanggil nama Winter, namun mereka mengguncang tangan Kimberly dan memijat kakinya. Ada yang aneh.. Kimberly membuka matanya seketika, dia terdiam dengan napas yang bergerak cepat seperti baru kembali mendapatkan pasokan udara. Pandangan Kimberly mengedar melihat ke sekitar yang terdapat orang-orang asing tengah menangis penuh suka cita karena bahagia Kimberly kembali bangun. Pandangan Kimberly memutar melihat kamar mewah dan asing yang baru pertama kali ini Kimberly lihat. Bibir Kimberly terbuka, dia semakin cepat bernapas karena tidak dapat mengendalikan tubuhnya sendiri. Pikiran Kimberly langsung di buat bingung dan tidak mengerti dengan situasi yang terjadi. Di mana dia sekarang?. Siapa orang-orang itu? Mengapa mereka menangis memanggil namanya dengan sebuat Winter? Siapa Winter?. “Winter” teriakan keras seorang pria dan gebrakan pintu terdengar, pria itu berlari melewati seorang pria paruh baya dan langsung duduk di sisi ranjang. “Winter hiks..” pria itu langsung memeluk Kimberly dengan erat. Kimberly hanya bisa mengerutkan keningnya tampak bingung karena orang-orang terus memanggilnya dengan sebutan Winter. Tidak hanya itu, seharusnya sekarang Kimberly meninggal karena dia sudah melompat dari lantai tujuh belas. Mengapa sekarang dia kembali membuka matanya? Apakah ini halusinasi sebelum kematian datang?. Batin Kimberly terus bertanya-tanya dan mencerna semua keadaan aneh yang tengah terjadi kepadanya sekarang. “Kenapa kalian diam saja? Cepat panggil dokter!.” Teriak pria paruh baya itu. Semua pelayan langsung berlari pergi keluar kamar. “Winter bicaralah!” Desak pria muda itu sambil mengusap wajah Kimberly dengan lembut dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca di penuhi kesedihan dan kelagaan. Kimberly tetap diam dan bingung, Kimberly tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Perlahan Kimberly bangun dengan susah payah dan sesuatu yang berat di tubuhnya. Mata Kimberly terbelalak melihat tangannya yang begitu besar, saking besarnya Kimberly pikir tangannya adalah pahanya. Tidak hanya sampai di sana, Kimberly semakin di buat kaget dengan bentuk tubuhnya yang sangat begitu besar hingga membuat dia kesulitan untuk duduk. “Winter kenapa diam saja? Katakanlah sesuatu, Kakak mohon.” Pinta Vincent dengan khawatir. “CERMIN!.” Teriak Kimberly dengan napas memburu tidak mampu menutupi rasa kagetnya dengan keadaan tubuhnya sendiri yang berubah tiga ratus enam puluh derajat. Vincent menatap bingung adiknya dan mengusap wajahnya dengan sayang. “Ada apa Winter?.” “Di mana cermin?” Teriak Kimberly semakin keras. Dengan tergesa-gesa Kimberly turun dari ranjangnya “b******n! Kaki apa ini?.” Maki Kimberly melihat sepasang kaki yang begitu besar dan berat saat di pakai untuk berlari. Kimberly berlari ke mencari-cari cermin, langkah Kimberly semakin cepat begitu melihat sebuah cermin di sisi pintu kamar mandi. Kimberly langsung berdiri di depan cermin itu. Napas Kimberly tercekat, matanya membulat sempurna menatap penampakan tubunya sebagai gadis yang sangat muda dengan keadaan tubuh yang begitu besar. Kimberly menampar wajahnya sendiri dengan keras beberapa kali, Kimberly berpikir bahwa ini hanya sekadar mimpi karena apa yang ada di cermin bukan tubuhnya. Rasa sakit menyengat terasa di pipi Kimberly yang menandakan jika itu bukan mimpi. Akan tetapi, jika ini bukan mimpi, lantas apa yang telah terjadi?. “Winter, kau baik-baik saja?” Tanya Benjamin dengan mata berkaca-kaca melihat puterinya. “Jangan menyakiti dirimu sendiri Winter, tenangkanlah dirimu.” “Kau siapa?.” Benjamin tercekat kaget karena kini puterinya melupakan dirinya “Winter, ini Ayah.” Jawab Benjamin dengan suara gemetar karena tidak dapat menahan kesedihannya, Benjamin langsung menunjuk Vincent yang kini berdiri di sisinya. “Ini, dia kakakmu, Vincent.” Kimberly berkedip dengan cepat, dia semakin di buat bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya. Kimberly berteriak keras melepaskan rasa frustasi yang yang menyerang pikirannya, tidak berapa lama Kimberly terjatuh pingsan ke lantai. To Be Continue..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN