Ada tiga tanggapan berbeda saat Aleeza menceritakan perihal kejadian malam tadi pada teman-temannya. Yang paling pertama menertawakan kenekatannya tentu saja Seanna, yang bekerja sebagai seorang sekretaris di perusahaan desain. Mengesampingkan wajah dan tubuhnya yang sempurna, semua orang tahu kalau Seanna adalah baji.ngan versi wanita. Bulan lalu dia membagikan rahasianya yang sudah bercinta di rooftop bersama lelaki yang akan menikah, lebih parahnya lagi lelaki itu adalah calon suami dari bosnya sendiri, tidak ada yang tahu rahasia ini kecuali mereka berempat saja, bahkan bosnya sendiri, Bu Ariana sempat berfoto bersama saat pernikahan itu, tidak mengetahui bahwa suaminya sudah disentuh oleh iblis penggoda tiga jam sebelumnya.
"Ya ampun Izza, gue sebagai yang paling suhu disini mengakui keberanian elo walaupun hasilnya sangat jauh dari ekspektasi ya. Kuat juga iman si Jero enggak ber.gairah sama sekali saat melihat seorang Aleeza bugil di depannya. Salut, salut!"
"Ber.gairah, Se! Udah masuk. Gue bahkan udah goyang," Aleeza membela diri, tidak terima Seanna bilang Jero tidak ber.gairah pada tubuh telanjangnya. Apa dia kira tongkat sakti yang menembus keperawanannya itu Joni —dildo kesayangan Seanna?
"Coba gue tanya, berapa lama lo main semalam? Jangan-jangan baru goyang berapa detik doang sebelum akhirnya lo diasingkan ke kamar mandi," Seanna tertawa lagi. Kalau dia di posisi Aleeza, sudah pasti Seanna tidak punya muka lagi untuk bertemu Jero.
Aleeza melempar bantal sofa tepat pada muka Seanna sambil cemberut.
"Jero memang gila karena ternyata bisa menahan diri, tapi tetap aja gue heran kenapa lo bisa senekat itu, Za? Kebelet pecah perawan lo? Gue kasih tau aja, semua laki-laki itu breng.sek —ehem, kecuali suami lo, Skaya. Gak ada yang bisa dipercaya. Sekarang aja lo kecintaan sama dia, nanti juga menyesal sendiri. Percaya sama gue," tanggapan dengan nada sinis itu keluar dari mulut Lara, seorang wanita yang memilih pergi dan berjuang sendiri membesarkan anaknya tanpa sepengetahuan ayah biologisnya, alias Lara sedang dalam masa pelarian, setelah tahu pacarnya—sekarang mantan, ternyata masih sering berhubungan dengan cinta pertamanya. Sialnya, Lara terbujuk omongan lelaki itu dan melakukan hubungan badan, sialnya lagi malah membuatnya hamil sebelum menikah. Entah karena namanya Lara, hidupnya terasa paling menderita di antara yang lain. Kini anaknya berusia lima tahun, laki-laki dan lucu, Ethan namanya. Baik Aleeza, Seanna, maupun Skaya selalu membantu menjaga Ethan sebisa mungkin saat Lara sedang sibuk dengan pekerjaannya di perusahaan stasiun berita. Sekarang pun keempat wanita itu sedang berkumpul di apartemen Lara. Padahal Lara hanya meminta salah satu dari mereka untuk menjemput Ethan di sekolah tadi karena dia ada rapat dadakan.
"Tapi Jero enggak sebrengsek Luka, ya. Untungnya, dia enggak punya mantan atau cerita roman picisan semacam cinta pertama yang menjijikkan itu," Aleeza membantah, menyebutkan nama laki-laki yang paling dibenci temannya.
Lara langsung mencebik. "Mungkin Jero enggak doyan cewek," ceplosnya asal. Kini bantal sofa yang lain ikut mendarat di wajah Lara.
"Tapi burungnya bisa ngaceng, berarti Jero normal," Skaya, yang paling pendiam di antara mereka ikut berkomentar dengan polos. Ketiga wanita di ruangan itu menoleh kompak dengan mata kaget. Mereka tidak menyangka kalau Skaya, cewek paling normal di antara keempatnya, ternyata bisa juga mengatakan sesuatu yang vulgar. Mungkin karena sedang dalam masa pengantin baru yang belum lama menikah-baru dua minggu, kini Skaya sudah bisa memahami pembicaraan dewasa, padahal biasanya hanya diam tidak ikut campur.
Aleeza mengangguk sambil menunjuk Skaya seolah mendapat dukungan. "Lo dengar kan? Kalau Jero enggak doyan cewek, mana mungkin burungnya bisa berdiri? Jelas-jelas semalam yang gue masukin itu keras dan gagah, gila kali lo nuduh Jero homo."
"Itu kan bisa berdiri karena lo kasih obat perangsang, Za. Coba lo bugil di depan dia saat dia dalam kondisi normal, kepancing gak?" Lara tetap skeptis.
Seanna menimpali dengan tertawa. "Dikasih obat perangsang aja gagal, apalagi kalau enggak. Kayaknya di mata Jero, Aleeza cuma manekin berjalan deh, ada tapi tidak menggoda."
Lara semakin giat mengompori. "Jujur kalau gue yang lakuin itu semalam, malu banget sih, kecantikan lo benar-benar sampah di mata Jero. Seeffort itu datang ke rumah cowok sambil merencanakan ide gila, segala bawa rantai dan lingerie demi bisa having s*x, tapi tetap gagal juga."
"Kalau itu gue, mending pergi clubbing sambil nyari cowok buat dibungkus aja daripada mengemis-ngemis tubuh cowok yang kalau lihat kita matanya udah kayak lihat kuman begitu. Cowok nggak mau HS sama cewek, dia enggak normal. Itu pasti."
Aleeza ingin menjahit mulut Seanna dan Lara yang sama sekali tidak memberinya dukungan, malah terus membuatnya merasa bak nenek lampir keriput buruk rupa yang tergila-gila Angling Dharma. Setidaknya hiburlah harga diri Aleeza yang sudah jatuh dan tertimpa tangga ini.
"It's okay, masih banyak waktu untuk mencari kesempatan. Yang penting sudah terbukti kalau Jero nggak impoten, kan? Nanti juga luluh sendiri kalau Aleeza tahan dan terus kejar dia," Skaya mencoba menengahi. Walaupun penghiburannya tidak menghibur-menghibur amat, tetapi Aleeza bersyukur memiliki si bungsu yang energinya selalu positif ini, tidak seperti dua lainnya yang memaparkan aura negatif terus pada dirinya.
Topik dugaan bahwa Jero impoten ini terus dibahas dengan misterius kini akhirnya menemukan titik terang, dan jawabannya adalah, tidak. Jero tidak impoten. Miliknya itu sangat... gila. Pipi Aleeza tiba-tiba memanas membayangkan betapa penuh dirinya saat menyatu dengan Jero. Walaupun hanya sebentar, pengalaman pertamanya tidak terlalu buruk juga.
"Jadi, Jero gimana Za?" kini Seanna bertanya penasaran.
"Apanya?"
"Rasanya. Walaupun cuma celup sebentar, tapi lo pasti udah tahu sensasinya, kan?"
Aleeza langsung memicing penuh curiga. "Kenapa lo tanya-tanya? Awas aja lo berani tidur sama tunangan sahabat sendiri," peringatnya tegas. Meskipun dia percaya kalau Seanna tidak akan menusuknya dari belakang, tetap saja Aleeza mewanti-wanti takut penyakit gila wanita itu mengaburkan akal sehatnya.
Tempelengan Seanna mendarat ringan di jidat Aleeza. "Sedoyan-doyannya gue sama cowok, gue tetap nggak mungkin nyobain punya sahabat gue sendiri ya," bela Seanna sungguh-sungguh.
Percakapan mereka berhenti karena Ethan, anak laki-laki Lara, terbangun dan keluar kamar sambil mengucek matanya. Wajah polos bangun tidur itu segera mencuri perhatian para wanita dewasa yang ada disana. Aleeza segera beranjak menghampiri dengan senyuman lebar.
"Utututu, anak ganteng kesayangan Mami Izza udah bangun. Sini peyuk!" Aleeza merentangkan tangan bersiap memeluk, tetapi Ethan tidak membalasnya dan malah berlalu pergi mendekati Lara, lalu memeluk ibunya sendiri, tak lama anak itu terpejam lagi. Sepertinya Ethan masih mengantuk, namun terbangun karena suara berisik dari teman-teman Lara yang volume suaranya tidak bisa dikontrol.
Sontak tawa Seanna pecah lagi sampai keluar air mata. "Bahkan anak kecil pun menolak elo, Aleeza."
Aleeza menatap tembok dengan pandangan kosong dan tangan yang masih terbuka. Membuat Seanna makin terpingkal melihatnya.
"Ssstt, anak gue masih ngantuk." Lara mengangkat tubuh Ethan kembali ke kamar untuk menidurkan anaknya kembali.
Sementara itu ponsel Aleeza bergetar, sebuah pesan masuk membuatnya menggigit bibir bawah seketika.
Jero:
Ayo kita bicara
Jantung Aleeza berdetak kencang membaca isi pesan singkat dari Jero. Pria itu jarang mengiriminya pesan basa-basi, selalu membalas pesan-pesan Aleeza dengan singkat dan dingin. Pikiran Aleeza jadi penuh praduga ketika membaca pesan itu. Jangan-jangan Jero mau mengajaknya untuk memutuskan pertunangan mereka karena jebakannya semalam itu? Tidak!