Hari minggu pagi adalah hari pertama dimana pertandingan futsal antar SMA dilaksanakan, dan SMA Garuda ditunjuk sebagai tuan rumah pertandingan.
Anggota klub futsal SMA Trisatya duduk di kursi ruang tunggu. Semuanya sudah memakai baju futsal sekolah mereka. Kini hanya tinggal menunggu waktu bertanding. Satu babak lagi giliran mereka bertanding akan tiba.
Ardaffin duduk bersama para anggota Fireant FC di ruang tunggu. Laki-laki itu tenggelam dalam pikirannya sendiri, seolah tidak menganggap keberadaan orang-orang yang ada di sekitarnya. Ardaffin sedang memikirkan kejadian beberapa hari lalu.
Kejadian saat dia melihat Dhemayra yang duduk sendirian di depan kelasnya. Ardaffin dengan jelas menyaksikan reaksi Dhemayra yang begitu ketakutan ketika lima siswa bad boy di SMA Trisatya berjalan melewati gadis itu.
Banyak pertanyaan yang ada di benak Ardaffin. Salah satunya, mengapa Dhemayra begitu ketakutan pada saat itu? Apakah hal itu berhubungan dengan sikap Dhemayra yang begitu dingin kepada semua laki-laki?
Ardaffin tersentak kala merasakan sesuatu menyenggol tangannya. Ardaffin menoleh menatap sang pelaku yang duduk di sampingnya dengan alis terangkat. Sang pelaku—Basraka—menunjuk ke arah pintu masuk ruang tunggu dengan dagunya.
Ardaffin mengikuti arah pandang temannya itu. Ardaffin spontan berdiri dan berjalan menghampiri saat tahu kalau Putra yang berada di sana.
"Bang," sapa Ardaffin saat berada di hadapan Putra. "Kok nggak ngabarin gue kalau mau kesini," lanjutnya.
"Biar surprise," Putra tertawa geli mendengar perkataannya barusan. Kebetulan hari ini Putra tidak memiliki jadwal mata kuliah. Putra ingat kalau laki-laki yang dianggap sebagai adiknya itu akan mengikuti pertandingan futsal.
"Siapa tau kalau gue ada disini lo jadi makin semangat buat nyetak gol." Laki-laki berambut gondrong keriting itu menaik turunkan alisnya.
Ardaffin bergidik negeri, "gue masih normal ya bang!!!"
"Iya-iya gue tau," Putra menyahut dengan malas, lalu tersenyum misterius. "Lo kan sukanya sama—"
Perkataan Putra terpotong saat Ardaffin membekap mulutnya. Suara Putra yang terlalu kencang membuat beberapa anggota klub futsal menatap kearah mereka berdua. Pasti Putra sengaja mengencangkan suaranya.
"Jangan kenceng-kenceng bang! Nanti kalau ada yang salah paham gimana?!" Ardaffin melepaskan tangannya dari mulut Putra.
Putra memutar kedua bola matanya. Seketika laki-laki itu teringat tentang apa yang akan disampaikannya kepada Ardaffin. "Oh ya, Daf. Tadi gue liat bokap lo ada disini."
•
•
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Eletha membuka pintu rumahnya, berjalan menuju kamarnya dengan suasana hati yang gembira. Gadis itu menyenandungkan sebuah lagu sebagai tanda betapa bahagianya dirinya saat ini.
"Ekhem!!"
Eletha berhenti melangkah, kepalanya menoleh ke samping kiri, tempat dimana suara deheman itu terdengar. Matanya terbuka lebar, binar bahagia muncul di sana.
Eletha berlari kecil menghampiri seorang laki-laki yang berdiri sambil memakan buah apel di meja makan.
Eletha memeluk erat laki-laki itu, seolah menyalurkan rasa kerinduan yang mendalam. "Udah ingat pulang, Bang?" Eletha mendongak, menatap wajah kakaknya dengan ekspresi mengejek.
Elthan Karavino, kakak Eletha satu-satunya. Elthan adalah mahasiswa semester lima di salah satu universitas.
Laki-laki itu terkekeh. Ucapan Eletha benar adanya, Elthan jarang pulang karena sering menginap di kosan temannya yang lebih dekat dengan kampus. Elthan menggigit apel merah yang dipegang dengan tangan kanannya, sedangkan tangan yang satunya bergerak membalas pelukan sang adik.
Eletha mengerucutkan bibirnya seraya kembali memendamkan wajahnya ke d**a bidang Elthan. Kesal karena Elthan mengacuhkannya dan malah terus memakan buah apel.
Elthan menaruh buah apel merah yang hanya tersisa bagian tengahnya di atas meja makan. Elthan menelan apel gigitan terakhirnya. "Habis dari mana?"
"Nonton futsal sama temen." Hari ini tim futsal SMA Trisatya bertanding, termasuk laki-laki pujaan Eletha.
Sesaat Elthan terdiam, mengingat siapa saja teman dari adiknya. "Dhemayra dan Vrisya?"
Eletha memiringkan kepalanya, bola matanya bergerak ke atas menatap dagu sang kakak. "Temen aku bukan cuman mereka berdua, Bang!"
Diantara semua teman-temannya Eletha, Elthan memang hanya mengenal Dhemayra dan Vrisya. Karena dua gadis itu sering berkunjung ke rumahnya untuk bermain bersama Eletha. Elthan mengerutkan keningnya, "terus siapa dong?"
"Haira."
"Kenapa nggak sama Dhemayra dan Vrisya?" Elthan sedikit heran, biasanya adiknya itu selalu pergi kemanapun bersama dengan Dhemayra dan Vrisya. Dan sekarang… apa yang membuat Eletha pergi tanpa kedua sahabatnya?
Eletha meniup poni tipisnya, "lagi pada sibuk." Gadis berambut panjang sepunggung itu sudah menelepon Dhemayra dan Vrisya, mengajak untuk melihat anggota tim futsal SMA Trisatya bertanding. Kedua sahabatnya itu malah beralasan bahwa mereka berdua sedang sibuk.
Padahal mah lagi males.
Elthan mengangguk paham. "Terus, gimana keadaan mereka berdua?"
Mata Eletha melebar, gadis melepas paksa pelukan mereka. "Kok Abang malah nanyain mereka, harusnya kan nanyain keadaan adiknya dulu." Eletha menatap Elthan dengan alis berkerut, "Eletha lagi didepan Abang lho ini!" Eletha berkacak pinggang.
Elthan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya udah deh, gimana keadaan kamu?"
Eletha memberenggut kesal, melipat kedua tangannya di depan d**a dan memalingkan wajahnya ke samping. "Udah telat!!" Gadis itu menyahut dengan ketus.
"Eletha Kalafryna."
Eletha beralih menatap Elthan. Jika kakaknya sudah memanggil dengan nama lengkapnya, artinya Elthan sudah dalam mode serius. Eletha menghela nafas kasar. "Keadaan aku baik-baik aja kok."
"Syukur deh kalo gitu." Elthan meraih gelas kaca bening yang sudah terisi dengan air putih, meminumnya hingga setengah. "Mereka nggak main kesini?"
Hadeuh. Lagi-lagi Elthan membahas tentang dua sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Dhemayra dan Vrisya.
"Aku mau ke kamar. Dah Abang!!" Eletha bergegas pergi meninggalkan kakaknya, terlalu malas untuk meladeni pertanyaan Elthan yang mungkin nanti tidak ada habisnya.
Mulut Elthan terbuka ingin mengatakan sesuatu, tapi niatnya ia urungkan kala tubuh Eletha yang sudah tak terlihat lagi setelah menaiki tangga. Elthan menggeleng pelan, tangannya mengambil apel yang ada di dalam keranjang buah.
Elthan yang akan menggigit apel, terhenti saat mendengar suara berlari dari tangga. Elthan menolehkan kepalanya dan mendapati Eletha yang berdiri di anak tangga.
"Nanti aku bakal nyuruh Vrisya buat main ke sini." Setelah mengatakan itu Eletha kembali menaiki tangga lalu turun lagi. Eletha mengamati perubahan ekspresi kakaknya yang terlihat tidak bersemangat.
Eletha terkikik, "tenang aja. Dhemayra juga ke sini kok!!" Gadis itu berucap dengan suara toa miliknya seraya pergi menaiki tangga.
•
•
Elthan memandang gadis berambut pendek yang sibuk menulis di buku. Mereka berdua duduk berhadapan di karpet dengan meja kayu sebagai penengah. Elthan berdehem pelan mencoba mengambil atensi Dhemayra yang sibuk sendiri.
Ya Dhemayra. Apa yang Eletha katakan beberapa hari lalu benar-benar terjadi. Adiknya itu membawa Dhemayra ke rumah mereka untuk mengerjakan tugas bersama.
Sebenarnya tidak hanya Dhemayra, Vrisya juga ada. Namun dengan dalih memasak makan siang, Eletha membawa Vrisya ke dapur agar Elthan bisa melakukan pendekatan dengan Dhemayra.
Elthan menyukai Dhemayra setelah gadis itu dan Vrisya beberapa mengunjungi adiknya di rumah. Awalnya Elthan biasa-biasa saja tapi lama-kelamaan dia terjebak dalam pesona teman adiknya itu.
Elthan menghela napas pelan kala tidak ada respon dari Dhemayra, gadis itu diam dan tetap menulis. Sejak lima menit lalu Dhemayra tidak berbicara, Elthan pun terlalu bingung memilih topik pembicaraan.
Dhemayra memang terlihat biasa saja tapi tanpa sepengetahuan Elthan tangan kiri yang ada di pangkuan gadis itu gemetar, jantungnya juga berdetak lebih cepat.
Sejak Elthan menghampirinya, Dhemayra merasa was-was. Dhemayra takut Elthan tiba-tiba menyerangnya, memukulnya ataupun melemparnya dengan gelas yang ada di meja.
Dhemayra tidak tahu jika Elthan sedang berada di rumah. Eletha juga tidak memberitahunya tentang hal itu.
Dhemayra hanya berharap agar kedua sahabatnya cepat kembali dan mengeluarkannya dari rasa was-was.
Kelopak mata Dhemayra sontak terpejam saat dia menulis tulisan yang salah di lembar buku. Dhemayra sedikit mengangkat wajahnya, menatap tipe-x di dekat siku kanan Elthan yang sedang menumpukan kedua tangannya ke atas meja. Kenapa benda itu harus ada di sana?! Bagaimana Dhemayra mengambilnya…?
Dhemayra menelan ludah, tangannya kemudian terulur ke depan. Sedikit lagi tangannya berhasil meraih tipe-x berwarna merah itu.
Namun Elthan yang menyadari hal itu sontak mengambil tipe-x itu. Elthan lalu meraih tangan Dhemayra yang masih terulur dan meletakkan tipe-x di telapak tangan gadis itu. Elthan menatap Dhemayra seraya tersenyum kecil, "harusnya kamu minta tolong kalau butuh bantuan."
Dhemayra menatap tangannya sejenak dan kemudian menariknya dengan cepat. Dhemayra terdiam dengan wajah pucat pasi, napasnya memburu, keringat dingin membasahi dahinya.
Elthan bingung dengan perubahan wajah Dhemayra, mulutnya terbuka hendak bertanya.
"Ternyata Abang ada di sini."
Elthan menatap ke sumber suara, matanya mendapati keberadaan adiknya dan Vrisya. Elthan tersenyum ramah, "tadi Abang gak sengaja liat Dhemayra yang sendirian di sini." Elthan mengalihkan pandangannya pada Dhemayra, "jadi Abang ke sini buat nemenin."
Vrisya juga ikut memandang ke arah Dhemayra. Vrisya melihat Dhemayra diam bak patung dengan tangan gemetar di pangkuannya. Sahabatnya itu pasti ketakutan dengan kehadiran Elthan.
Vrisya kemudian beralih menatap Eletha. "Gue sama Dhe mau pulang sekarang."
Eletha mengernyit tak setuju, "lho kok gitu? Terus makanannya gimana?"
"Bungkus aja. Gue sama Dhe harus pulang sekarang." Karena saat ini Vrisya harus membawa Dhemayra pergi menjauhi Elthan.
•
•
•