Elysa berkali-kali mencoba menahan tawanya saat melihat Adrian berjalan menelusuri lorong supermarket sembari mendorong troli belanjaan. Dia tidak pernah berpikir sebelumnya jika dia akan melihat sosok arogan dan penuh ancaman itu bisa berubah layaknya bapak rumah tangga. Dengan Nathan yang selalu mengekorinya kemana-mana, pria itu benar-benar seperti papa muda.
Papa muda, cocok sekali dengan karakter Adrian yang tampan dan ramah dengan anak-anak. Sayangnya pria itu sungguh sulit untuk didekati. Pria itu penuh kewaspadaan dan juga ancaman. Elysa sampai tidak bisa menghitung sudah berapa kali pria itu mengancamnya tiap bertemu. Biarlah, Elysa tidak peduli. Karena dia juga tidak ingin mendekati pria itu untuk saat ini.
Elysa dengan santai berjalan-jalan sendirian. Dia tidak perlu khawatir pada Nathan karena sudah ada Adrian. Jadi dia bisa santai dan berbelanja untuk kebutuhannya sendiri. Wanita itu menuju ke bagian pakaian dalam untuk memilih-milih baju tidur baru untuk dia beli karena dia sudah bosan dengan baju-baju tidur lamanya.
Elysa menghadap cermin, mengepas sebuah baju tidur di atas lutut dengan bahan satin berwarna cream ke badannya lalu tersenyum sendiri melihat bagaimana cantiknya dia saat ini.
Tiba-tiba Elysa mendengar suara tawa di belakangnya. Tawa renyah itu membuat Elysa terdiam karena dia bisa mengenali dengan jelas siapa orang yang tertawa seperti itu. Siapa lagi jika bukan Adrian Wiratama, si pria b******k yang sudah membuat dia hidup di neraka selama bertahun-tahun lamanya.
Elysa menahan dirinya untuk tidak menghampiri pria itu dan melayangkan tamparan keras ke bibirnya. Karena Elysa sungguh membenci suara tawa bahagia pria itu. Setiap kali Elysa mendengar suara tawa Adrian, maka Elysa akan langsung teringat pada getirnya hidup yang dia jalani selama ini.
Wanita itu mendesah lirih lalu berbalik dan memasang senyuman menggoda pada pria yang paling dia benci di dunia ini tersebut. Dengan gerakan sensual wanita itu menghampiri Adrian. Saat dia melangkah, tatapannya penuh godaan. “Ngikutin gue sampai ke sini, Pak Adrian? Tertarik ngeliat gue pilih-pilih pakaian dalam?” ujarnya dengan seringai menggoda.
Adrian berdecih pelan. “Buat apa lo beli baju-baju gituan? Lo tuh nggak cocok pakai baju tidur kayak gitu,” ujar Adrian dengan sinisnya. “Badan nggak ada lekukannya gitu,” ledek pria itu.
“Dari mana elo tau, kan elo belum liat,” balas Elysa dengan senyuman miringnya. Wanita itu kemudian mengambil dua helai lingerie dari gantungan dan menyerahkannya kepada Adrian. “Tolong bayarin ya, Bang Adrian. Dan sebagai imbalannya gue gratisin elo liat gue pakai baju itu nanti malem.”
“Dasar gila!” maki Adrian langsung. Elysa tertawa geli mendengarnya. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyuman manisnya menyapa pegawai toko yang terlihat kaget mendengar percakapan mereka berdua barusan.
Adrian melirik Elysa penuh dendam sembari menyerahkan barang tersebut ke bagian kasir. Pria itu memaki dirinya sendiri dalam hati karena sempat tergoda dengan kata-kata Elysa barusan. Gila, pikir Adrian. Mungkin memang benar ini adalah efek dia tidak menyalurkan kebutuhannya semenjak kedatangan Elysa. Adrian mendesah berat, sembari mengeluarkan kartu berwarna hitam dari dalam dompetnya dia melirik Elysa yang asyik berbincang dengan Nathan di luar toko.
Sialan, pikirnya. Kenapa dia barusan membayangkan Elysa mengenakan lingerie yang dia bayar ini? Adrian segera menggelengkan kepalanya. Pria itu kemudian merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang. Tanpa perlu waktu lama Adrian membooking salah satu wanita bayaran dari temannya. Dia benar-benar butuh untuk melepaskan stress malam ini. Kalau tidak, dia bisa gila sungguhan.
***
Elysa duduk di depan meja riasnya, lalu menuangkan body lotion ke tangannya. Sembari bercermin, wanita itu membalurkan lotion tersebut ke badannya yang tertutup piyama panjang berwarna biru muda. Elysa memijit bahunya yang terasa begitu pegal. Seharian bekerja dan menjaga Nathan membuat tubuhnya begitu lelah. Anak itu memang sangat aktif dan tak bosan-bosannya mengajak Elysa bermain.
Namun meski begitu Elysa merasa senang karena ada Ares yang membantunya mengasuh Nathan. Dia banyak mengobrol dengan Ares selama menjaga Nathan bermain. Elysa tersenyum sendiri di depan cermin sembari mengingat Ares. Selama bekerja disini, Elysa banyak mengobrol dengan Ares. Pria itu sangat berbeda dengan kakaknya. Pantas saja Nadine bisa tergila-gila pada pria itu.
Setelah selesai memakai berdandan, Elysa naik ke atas ranjangnya dan mengambil buku novel yang belum selesai dia baca kemarin. Sudah menjadi aktifitasnya untuk selalu membaca buku sebelum dua tidur. Bahkan sejak kecil dia sudah terbiasa seperti itu.
Mata Elysa sudah mengantuk, dan hampir saja wanita itu terbang kea lam mimpi saat mendadak dia mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Mata Elysa yang tadinya sudah redup kini mendadak terang benderang. Dengan cekatan wanita itu bangkit dari ranjang untuk membuka pintu. Dia mengira orang itu pasti Nadine karena biasanya Nadine selalu bangun tengah malam untuk mengambil minum dan duduk di dapur sendirian.
Namun ketika membuka pintu, betapa kagetnya Elysa saat menemukan sosok Adrian yang berdiri di depan pintu kamarnya. “Bang Adrian?” ujar wanita itu syok.
“Tawaran elo tadi sore masih berlaku nggak, El?”
Elysa mengerutkan dahinya, merasa bingung dengan ucapan Adrian. Wanita itu melihat sorot mata Adrian yang tajam dan intens sampai menembus ke dalam dirinya. Mendadak Elysa merasa ngeri. Bulu kuduknya merinding seketika. Elysa menelan ludahnya kaku lalu menjawab, “tawaran yang mana?” katanya.
“Gue pengen liat elo pakai lingerie seksi itu sekarang,” ujar Adrian dengan suara beratnya, menatap Elysa dalam.
***
Adrian membuka pintu kamar hotel yang sudah dia booking sebelumnya dengan key card yang ada di tangannya. Saat melangkah masuk ke dalam, terlihat deretan lilin-lilin berukuran kecil di sepanjang jalan mulai dari pintu masuk hingga ke dalam. Adrian mengikuti deretan lilin-lilin tersebut hingga ke arah ranjang. Di atas ranjang berukuran besar tersebut, terdapat helaian bunga mawar merah yang tersebar.
Malam ini dia akan kembali menjalani kencan dengan seorang wanita yang telah dia sewa sebelumnya. Suasana yang begitu romantis sesuai dengan keinginannya, dan juga sosok wanita seksi yang mengenakan lingeri berwarna merah terang yang kini berbaring di atas ranjang, menghadap Adrian dengan wajah menggodanya.
Adrian sudah sering melihat hal seperti itu. Setiap kali dia menyewa wanita bayaran, maka dia juga selalu menginginkan kamar dengan lilin dan juga helaian mawar seperti sekarang ini. Sudah menjadi kebiasaannya demikian. Teman yang biasa mencarikan Adrian teman kencan juga sudah hafal dengan permintaan pria itu.
Pria itu akhirnya melepas jasnya setelah diam cukup lama. Namun saat akan menghampiri wanita itu, mendadak langkah Adrian terhenti. Entah kenapa pria itu seketika berbalik dan pergi keluar dari kamar. Sepanjang perjalanan menuju ke mobilnya, Adrian terus menerima telepon dari temannya. Wanita tadi pasti langsung menghubungi teman Adrian untuk mengadu jika Adrian mendadak kabur.
Adrian mendesah berat, pria itu kemudian menginjak gasnya dengan kencang. Dia mengebut untuk kembali ke rumah. Tujuannya hanya satu, bertemu Elysa. Katakan dia gila, tidak apa-apa. Karena Adrian memang merasa dirinya sudah gila. Bisa-bisanya dia meninggalkan wanita yang akan melayaninya malam ini lalu pulang untuk mencari Elysa.
Otaknya benar-benar tidak waras saat ini. pria itu dnegan berani mengetuk pintu kamar Elysa. Dia yakin saat ini Elysa belum tidur karena membaca buku-buku tidak berguna itu. Adrian sering kali mengawasi wanita itu dari CCTV yang dia sembunyikan di kamar Elysa.
Wanita itu keluar dari balik pintu dengan rambut yang sedikit berantakan. Sebuah piyama biru panjang membalut tubuhnya. Dan seketika Adrian merasakan suatu kelegaan luar biasa. Rasanya dia sungguh puas melihat Elysa. Dibandingkan dengan wanita tadi, Elysa yang saat ini dilihatnya justru lebih menggoda. Wajah polos wanita itu saat baru membuka mata membuat Adrian terpesona. Cantik alami si suster keponakannya itu benar-benar membuat Adrian gila. Hingga dia berani berkata, “tawaran elo tadi sore masih berlaku nggak, El?” tanyanya.
Adrian bisa melihat sorot wajah kebingungan pada wanita di hadapannya itu. “Tawaran yang mana?” balasnya.
“Gue pengen liat elo pakai lingerie seksi itu sekarang.”
Lalu sunyi, tidak terdengar suara apapun di sekitar mereka. Adrian berniat untuk berbalik pergi, namun tepat setelah dia akan beranjak, pria itu mendengar Elysa berkata, “mau sekarang?”