Bab 14. Alesandra Di Interogasi

1252 Kata
Alesandra, Febrian, Erick dan Ocean pergi ke bridal untuk memilih gaun yang akan mereka kenakan saat menikah nanti. "Aku suka gaun ini, Feb, gaunnya simple namun elegan". "Iya, gaun ini bagus, Les, dan sepertinya akan cocok bila kamu kenakan". "Aku coba dulu ya, Feb". "Iya". Alesandra keluar dari kamar ganti dengan gaun tadi dan Alesandra memang tampak cantik dengan gaun itu. "Wah, pas sekali di tubuhmu, Ales, kamu sangat cantik", puji Erick yang memandang Ales tanpa berkedip. "Iya, Ales, kamu cantik", Febri memuji sambil menggendong Ocean. "Sean, lihat mamah Ales cantik ya", sambung Febri. "Mamah Ales?" "Iya, kamu harus membiasakan diri dengan panggilan itu, kamu suka kan, Les?" "Iya Feb, aku suka". Setelah selesai fitting gaun Alesandra, Febri juga memilih setelan jas putih yang senada dengan gaun Alesandra. Begitupun dengan Erick dan Ocean pun dipilihkan setelan jas. Setelah semua selesai, mereka kembali ke rumah. Sementara Tania, yang berencana ingin menggagalkan pernikahan Febri dan Alesandra menemui Frans dan memberikan buku diary milik Alesandra kepada Frans. "Kak Frans, aku menemukan buku diary ini, buku ini milik Alesandra. Di halaman ini, ada tulisan yang mengatakan Alesandra iri pada Diandra dan ingin menggantikan posisi Diandra. Apa ini bisa menjadi bukti kalau Alesandra mempunyai motif untuk mencelakai Diandra". "Tania, darimana kamu menemukan buku diary ini?" "Kak Frans, Febri itu rekan kerja ku, jadi aku hanya ingin membantunya membongkar kasus kecelakaan yang menewaskan istrinya. Tentang darimana aku mendapatkan buku diary itu tidaklah penting. Yang terpenting apa ini bisa menjadi bukti untuk menahan Alesandra". "Bukti ini belum cukup kuat, tapi dengan bukti ini kakak bisa membuat surat panggilan kepada Alesandra sebagai saksi. Setelah melakukan interogasi baru kita bisa menentukan Alesandra terlibat atau tidak". "Baguslah, kakak harus segera membuat surat panggilan itu, aku ingin Febri tahu siapa sebenarnya Alesandra, dia itu pelaku yang mencelakai istrinya sendiri". "Kakak akan segera memprosesnya. Tania, kamu melakukan hal ini sungguh hanya karena ingin membantu Pak Febri atau ada maksud lain?" "Aku benar hanya ingin membantu Febrian, kak". "Baiklah, kakak harus segera ke kantor untuk mengurus semua". "Oke kak". Frans pun pergi ke kantor polisi untuk membuat surat panggilan kepada Alesandra. "Rasakan kamu, wanita munafik. Kamu akan segera merasakan kehancuran. Febri tidak hanya akan membatalkan rencananya untuk menikahimu tetapi Febri juga akan membencimu", sambil tertawa jahat. Malam ini, aku mengunjungi rumah Febri, seperti biasa aku hanya memperhatikan mereka dan mendengarkan apa yang mereka bincangkan. "Tempat sudah, gaun sudah, semua sudah hanya tinggal mengundang beberapa kerabat. Sepuluh hari lagi kita sudah resmi menjadi suami istri". "Iya, Les. Aku rencana akan mengantarkan undangan kepada mereka sabtu ini". "Iya, Feb, aku juga hanya mengundang beberapa rekan kerjaku saja. Aku harap semua berjalan dengan lancar". Aku senang mendengar rencana pernikahan mereka yang sudah hampir siap. Aku doakan semua berjalan dengan baik dan lancar. Dan semua hidup bahagia meskipun tali jodohku dengan Febri saat itu akan terputus tapi aku sudah ikhlas. Tak lama, bel pintu berbunyi. Alesandra membuka pintu, dan Frans datang dengan beberapa rekannya. "Selamat malam, bu Alesandra" "Iya, Pak Frans, ada keperluan apa ya malam-malam ke sini?" "Begini, saya membawa surat panggilan untuk Bu Alesandra". "Surat panggilan? Maksudnya?" "Iya, Bu Alesandra harus ikut dengan kami sekarang untuk menjadi saksi terkait kasus kecelakaan mobil Pak Febri". "Maaf Pak Frans, kenapa Alesandra harus menjadi saksi?", Febri menyela. "Kami mendapatkan bukti berupa buku diary Bu Alesandra dimana ada pernyataan yang menunjuk ke Bu Alesandra. Di sini kami hanya akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada Bu Alesandra di kantor karena statusnya yang hanya seorang saksi. Jadi kami harus membawa Bu Alesandra". "Tapi Pak, Alesandra tidak ada kaitan apapun dengan kecelakaan itu". "Kita akan segera mengetahuinya setelah Bu Alesandra menjawab beberapa pertanyaan dari pihak kepolisian". "Jadi maksud Bapak saya ini terlibat dengan kasus kecelakaan itu. Diandra itu kembaran saya, bagaimana mungkin saya bisa mencelakainya?" "Maaf, Bu Alesandra, anda bisa menjelaskan nanti di kantor. Anda tenang saja, jika anda tidak bersalah maka kami akan segera membebaskan anda". "Baik Pak, saya akan ikut dengan bapak karena saya yakin saya tidak bersalah. Saya yakin ini hanya kesalahpahaman". Akhirnya Alesandra ikut dengan Frans ke kantor polisi di ikuti dengan Febrian. Sedangkan Erick yang melihat Alesandra di bawa ke kantor polisi pun menjadi khawatir. Aku menjadi lunglai ketika Ales di bawa ke kantor polisi. Tapi aku yakin, Ales tidak bersalah. Aku mengikuti mereka semua ke kantor polisi dengan menaiki mobil Febri. Aku melihat raut wajah Febri yang sedikit tegang. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan sekarang ini. Sesampainya di kantor polisi, Alesandra di bawa ke ruangan Frans di ikuti Febri dan aku. Frans mengajukan beberapa pertanyaan kepada Alesandra. "Tepat di hari kecelakaan terjadi, Bu Alesandra berada dimana?" "Saya berada di rumah. Malam itu tepat perayaan hari ulang tahun kami. Setelah perayaan, saya istirahat di kamar saya sampai pagi lalu ikut mengantar kepergian mereka pagi itu". "Apa ada saksi yang bisa membuktikan anda seharian berada di kamar dari malam sampai pagi?" "Saya di kamar seorang diri dan ya kami semua beristirahat di kamar masing-masing". "Jadi, tidak ada saksi, begitukah Bu?" "Kenapa pertanyaan Bapak seolah-olah menyudutkan saya?" "Karena buku diary ini. Buku ini milik anda, bukan?" "Iya, ini buku diary saya. Mengapa bapak memiliki buku diary saya?" "Di sini ada tulisan anda yang mengatakan bahwa anda merasa iri dengan Diandra karena memiliki suami seperti Febrian. Anda juga berandai-andai bila anda bisa mengantikan posisinya karena anda lebih baik dan lebih pintar darinya. Dan Febrian merupakan lelaki idaman anda. Anda bisa menjelaskan maksud tulisan anda ini? Tulisan ini pun anda tulis 3 hari sebelum kecelakaan itu terjadi ,tanggal 21 Mei". Aku dan Febri yang mendengar itu langsung terkejut. Apa Alesandra merasa iri, dia ingin menggantikan posisiku, jadi apa mungkin dia yang mencelakai kami. Semua itu memenuhi pikiran ku sekarang. "Begini Pak, tulisan itu hanya curahan hati saya jadi tidak mungkin bisa menjadi acuan. Anda secara tidak langsung sudah menuduh saya. Apa hanya dengan sebuah tulisan, sudah bisa menjadi barang bukti. Saya rasa tidak. Setiap orang mempunyai emosi tersendiri pak, saya hanya meluapkan emosi saya lewat tulisan di buku itu. Tapi bukan berarti saya mencelakai Diandra. Diandra itu keluarga saya satu-satunya. Lalu motif apa yang saya punya hingga harus mencelakai keluarga saya sendiri?" Tiba-tiba Tania datang ke ruangan itu dan langsung menyela perkataan Alesandra. "Karena kamu mencintai Febri, kamu ingin menjadikan Febri milikmu sehingga kamu tega membunuh saudaramu sendiri". "Tapi Febri juga ada di dalam mobil itu juga anak mereka Ocean, bagaimana mungkin, jika aku ingin mencelakai mereka. Bisa saja saat itu bukan Febrian yang selamat tapi Diandra. Mana bisa kita berspekulasi tentang hal itu". "Lalu apa kamu bisa membuktikan dirimu tidak melakukan hal itu? Cinta bisa membuat seseorang melakukan hal gila, ya seperti kamu mencelakai mereka sekeluarga karena kamu iri, kamu ingin menghancurkan kebahagiaan mereka". "Tania, tutup mulut kamu. Aku menyayangi mereka semua. Aku tidak akan pernah melakukan hal seperti itu. Kamu jangan sembarangan menuduh orang. Saya bisa menuntut kamu". "Lihat Febri, dia itu seperti mau memangsaku. Dia juga pernah melukaiku karena mendekatimu. Bisa jadi, dia yang mencelakai kalian sehingga istrimu meninggal. Coba kamu pikirkan dengan logikamu. Hanya dia yang tahu kalian akan pergi pagi itu dan melewati jalan itu jadi dia sengaja menebar paku untuk membuat kalian celaka. Tidak ada seorang pun juga yang melihatnya di kamar seharian. Mungkin saja dia menyelinap keluar rumah sebelum kalian berangkat dan menebar paku di jalan yang akan kalian lalui?" Febri menatap Alesandra dengan tajam. "Ales, katakan yang sebenarnya, apa kamu melakukan hal itu atau tidak?" "Feb, jangan termakan dengan omongan wanita itu. Aku tidak mungkin melakukan itu. Percaya lah Feb". Aku hanya terduduk lemas di lantai saat menyaksikan ini semua. Hatiku tersayat-sayat, sakit rasanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN