1. First Love

824 Kata
"Jadi, kau akan tinggal di Tokyo?" Kenzo menaikkan sebelah alisnya sambil memasang sabuk pengamannya. Luna, gadis yang duduk di sebelahnya tersenyum lebar. "Mau bagaimana lagi? Satu-satunya cara untuk mengembangkan perusahaan kami di daerah Asia timur ini harus aku sendiri yang turun tangan," jawabnya sambil memasang sabuk pengamannya juga. Kenzo memindahkan persneling mobilnya lalu menginjak pedal gas, melajukan mobilnya meninggalkan area parkir Haneda airport. Membelah jalanan kota Tokyo sore itu. "Sepertinya aku adalah orang yang paling diuntungkan karena kita bisa lebih sering bertemu," ujar Kenzo, wajah pria itu tampak berseri-seri. "Akan lebih baik lagi jika...." "Ken, jangan memulai. Aku masih lelah dan pastinya aku mengalami jetlag." Luna menyela ucapan Kenzo sambil membuka tas, mengeluarkan ponsel lalu menggeser layarnya dengan wajah serius. "Pangsa pasar di Jepang sepertinya tidak terlalu menjanjikan, aku hanya akan mencobanya di sini selama satu bulan. Dari pengamatanku, China lebih baik," ucap Luna tanpa memedulikan raut wajah Kenzo yang tadinya tampak berseri telah berubah menjadi gelap. "Sepertinya kau harus memikirkan ulang tawaranku," ucap Kenzo dengan nada murung. "Seharusnya kau tidak perlu merisaukan perusahaanmu itu, lagi pula aku bisa menjamin hidupmu seumur hidup." Kenzo, pria itu telah berulang kali mengajak Luna untuk menikah, tetapi gadis itu selalu menolak dengan alasan mereka masih terlalu muda. Luna, gadis itu adalah pekerja keras dan ia sangat serius dalam membangun kariernya. "Ken, kita telah sepakat. Kita akan menikah kelak, saat usia kita tiga puluh tahun. Lagi pula sekarang kau juga tahu, pekerjaanku sangat banyak, perusahaan kami maju pesat," ucap Luna sambil menatap Kenzo dengan tatapan kesal. Rahang Kenzo tampak sedikit mengeras, sedikit kasar pria tu memutar kemudi mobil, membelokkannya ke sebuah area apartemen yang telah ia siapkan untuk menjadi tempat tinggal Luna selama satu bulan berada di Tokyo. "Jika kita menikah, tidak perlu harus seperti ini, kita bisa tinggal satu rumah." Luna memutar bola matanya, gadis itu menghela napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. "Apa salahnya jika kita tinggal berdua? Orang tuamu saja yang terlalu kolot," katanya dengan nada sengit. "Ini Tokyo bukan London," ujar Kenzo dengan nada dingin. Luna menatap wajah tampan kekasihnya. "Ken, menikah atau tidak bukankah itu sama saja, yang terpenting adalah kita saling mencinta, mengasihi dan menyayangi." Nada ucapannya terdengar kesal tidak dibuat-buat. Hubungan Luna dan kenzo bisa di bilang tidak semulus harapan Kenzo. Mereka telah berulang kali berselisih paham karena masalah pernikahan. Kenzo selalu mendesak Luna untuk menikah, tetapi gadis itu tidak menginginkan pernikahan. Bukan tidak ingin, tetapi belum siap. Dalam agenda hidup Luna, menikah berada diurutan nomer seratus setelah kariernya, bahkan sebelum bertemu Kenzo. Tidak pernah terbersit di benaknya untuk menikah apa lagi secepat yang Kenzo cetuskan.   Yamada Kenzo, pria dengan manik mata hitam pekat itu adalah satu-satunya keturunan pria di keluarga Yamada yang sangat tersohor karena perusahaan mereka yang bergerak di bidang teknologi di negeri Sakura. Dipastikan ia adalah satu-satunya pewaris kerajaan bisnis keluarga itu karena satu-satunya kakak perempuan kandungnya tidak akan peduli dengan bisnis itu. Pertama karena kakak perempuannya yang bernama Yamada Keiko lebih mencintai seni, kedua karena ia telah diperistri oleh pria berkebangsaan Rusia dengan kekayaannya lebih fantastis di banding kekayaan keluarga Yamada.Bukan hanya mewarisi kekayaan, Kenzo juga mewarisi kecerdasan serta ketampanan sang ayah. Ia mengenyam pendidikan dengan jalur khusus dan ia juga telah menyandang gelar sarjana di usia dua puluh tahun kemudian melanjutkan pendidikannya untuk meraih gelar doktor di Oxford University, London. Di sanalah ia bertemu kembali dengan Luna Alexandra Dirck, cinta pertamanya ketika ia duduk di bangku sekolah menengah atas. Luna Alexandra Dirck, gadis dengan manik mata berwarna hijau itu adalah gadis cantik menurut standar Kenzo. Cerdas, tentu saja menjadi poin utama yang menjadikan Kenzo jatuh cinta kepada Luna sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah atas. Gadis itu duduk tepat di depannya, menjadi pesaing dalam setiap mata pelajaran. Sayangnya, Luna membenci Kenzo karena ia menganggap Kenzo membohonginya dengan sikapnya di dalam kelas yang seolah bukan siswa yang cerdas. Kenzo hanya tidur setiap jam pelajaran yang dianggap membosankan, tetapi faktanya nilai ujian yang Kenzo dapatkan di atas nilai ujian milik Luna. Harga diri Luna terluka, ia bahkan tidak mengucapkan selamat tinggal kepada Kenzo saat  ia harus kembali pindah sekolah karena ayahnya yang  merupakan seorang duta besar selesai bertugas dan tentu saja mereka harus kembali ke Belanda. Hidup Luna berpindah-pindah mengikuti ayahnya, baru setelah ia memasuki bangku kuliah ia menetap di London. Di sana bersama beberapa orang temannya setelah lulus dari bangku universitas, mereka mendirikan sebuah perusahaan pialang. Bisnis itu maju pesat hingga seseorang membangkrutkan perusahaan itu. Bukan orang lain, melainkan Kenzo, dalang dibalik kebangkrutan perusahaan pialang milik Luna dan teman-temannya. "Kau sepertinya tidak merindukanku," ucap Luna sambil mengalungkan lengannya di leher kekasihnya setelah mereka tiba di dalam unit apartemen yang akan menjadi tempat tinggal sementaranya selama di Tokyo. Kenzo menatap manik mata hijau telaga Luna. "Aku akan mengutua orang membereskan barang-barangmu," katanya sambil melingkarkan lengannya di pinggang kekasihnya, ia memang masih kesal dengan perdebatan mereka di mobil. Tetapi, ia tidak ingin memperpanjang lagi karena ada hal yang lebih penting sekarang. "Tidak perlu, aku bisa melakukannya semua sendiri." Gadis itu membalas tatapan mata Kenzo sambil sedikit berjinjit lalu dengan lembut menyapukan bibirnya di bibir Kenzo. "Aku merindukanmu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN