Salahkah Aku Mencintaimu?

1025 Kata
Kata orang, tak ada peraturan dalam cinta. Semua orang berhak merasakannya dan tak ada seorang pun yang mampu mencegah bila rasa itu memaksa hadirdi dalam hati. Tak ada si kaya dan si miskin, tak ada si buruk rupa dan si cantik, tak ada jurang yang mampu memisahkan rasa, semua hanya tentang rasa yang membuat hati berbunga-bunga. Rasa yang seharusnya membuat kita bahagia bukan main. Gadis itu bersembunyi di balik tembok, sesekali mengintip dan tersenyum. Memperhatikan pujaan hatinya dari kejauhan adalah menjadi hobby yang akan ia tuliskan bila ada yang bertanya apakah hobbynya. Lelaki yang sadar tengah diperhatikan itu menatap gadis itu sekilas, lalu bersikap pura-pura tidak tahu dan sibuk melanjutkan kegiatannya memasukkan buku ke rak. Gadis itu mendengkus kesal. Ia segera berjalan mendekati Si pria tadi dan berdiri di sampingnya. Pemuda itu tak menanggapinya, malah menganggapnya tak ada. Akan tetapi, gadis itu tak lelah mengikutinya, bagai ekor yang mengikuti lelaki itu dari belakang. “Angga,” panggil gadis itu pada akhirnya karna si lelaki terus-terusan menganggapnya tak ada, bagai angin lalu yang dapat dirasakan kehadirannya, namun tak terlihat. Panggilan gadis itu menghentikan Angga yang hendak pergi meninggalkannya. Gadis itu berdiri di hadapan Angga dan menatapnya kesal. “Aku perlu bicara.” “Mau ngomong apa?” Gadis itu mengeluarkan kotak dari tas ransel dan mengulurkannya pada Angga. “Kamu bilang, kalau kamu nggak punya hape, ‘kan.” Gadis itu menggerak-gerakkan tangannya di udara, “Ambil hape ini, jadi aku bisa ngubungi kamu.” Lelaki itu menautkan kedua alis dan menatap heran gadis merepotkan di depannya itu. “Aku nggak perlu.” Angga mendorong kotak yang disodorkan gadis itu menjauh, “Lagipula, punya hape itu mahal. Harus isi pulsa dan kuota,” lanjutnya. Gadis itu tidak sabar dan menarik paksa tas Angga, memasukkan kotak ponsel yang telah dibelikannya itu ke ransel Angga. “Hape itu udah aku masukin nomer pascabayar, jadi tiap bulan kamu nggak perlu beli kuota ataupun isi pulsa. Kamu harus bisa aku hubungi.” Angga mengeluarkan kotak itu dari tasnya dan mengulurkan kembali pada Sang gadis. “Maaf, Chel. Aku memang miskin, tapi punya harga diri.” Lelaki itu tersenyum manis, namun tak sebanding dengan kalimatnya barusan. Menohok jiwa Chelsea. Chelsea menggerak-gerakkan tangannya di udara. “Bukan itu maksudku, Ga.” Wanita itu tersenyum kikuk, “Aku frustrasi karna nggak bisa ngubungi kamu. Kalau aku kesulitan dengan pelajaranku, aku harus gimana? Kan Bu Farah minta kamu secara khusus membimbingku.” Angga mengembuskan napas gusar dan menggerak-gerakkan kotak itu di udara. “Kamu bisa mencariku di kampus. Lagipula, kamu hampir tahu semua kegiatanku di luar kampus, ‘kan? Rasanya, nggak sulit untukmu menemukanku,” lelaki itu menarik tangan Chelsea dan meletakkan kotak tadi di telapak tangan gadis itu, lalu ia berjalan meninggalkan Chelsea. Jadi, dia tahu kalau aku nguntitin dia kemanapun dia pergi? Ya Tuhan .. malu banget, teriak Chelsea dalam hati. Kedua pipinya menghangat dan ia yakin pipinya telah memerah saat ini. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, berusaha menutupi rasa malunya. Sungguh, Chelsea tak bermaksud untuk menjadi seorang penguntit. Salahkan saja Angga yang telah mencuri hatinya, namun kerap menghindar saat didekati. Semua ini bukan salahnya. Jika saja, lelaki itu tak begitu sulit didapatkan, maka Chelsea tak ‘kan pernah menjadi seorang penguntit. Mengapa begitu sulit membuat lelaki itu mengerti akan rasanya? *** Suasana kantin yang ramai tak mempengaruhinya. Nyatanya, ia merasa sepi di tengah keramaian. Sesakit inikah rasanya cinta yang tak berbalas? Chelsea menyentuh dadanya yang terasa amat sesak. Ia yang tak pernah mencinta, tak tahu jika cinta sesakit ini. Tepukan pada pundak membuyarkan lamunan Chelsea, ia merengut pada gadis yang menepuk pelan pundaknya tadi. Gadis itu segera duduk pada bangku samping di samping Chelsea. Setelah mengatur makanan di meja dan mendapatkan posisi nyaman, gadis itu menoleh ke arah Chelsea, memperhatikan wajah sendu sahabatnya. “Angga lagi?” tebak gadis itu. Tak banyak masalah yang terjadi dalam hidup Chelsea yang kaya raya dan dicintai ayahnya, selain cinta yang tak berbalas. Jadi dengan muda si gadis menebak akar permasalahan dari wajah murung Chelsea. Chelsea menyedot jus mangga yang sedari tadi tak dikutiknya. Ia menatap ke depan dengan tatapan kosong. “Kurangnya aku tuh apa sih? Kok, Angga kayak alergi banget sama aku, pasti kabur-kaburan kalau dideketin.” Gadis di samping Chelsea terbahak. “Sok nggak ada kekurangan banget sih, Chel.” Chelsea memajukan bibirnya. “Ya nggak gitu juga sih,” ia menghela napas panjang, “Hanya aja, rasanya dia itu sengaja menjauh. Kira-kira, aku harus berbuat apa untuk dapetin dia ya, Liv?” lanjut Chelsea tak semangat. Olive menggeleng-geleng. “Kamu tuh aneh. Biasanya, cowok yang ngejer-ngejer, bukannya cewek.” Chelsea berdesis sebal. “Inilah jeleknya tradisi di masyarakat kita. Nggak ada peraturan tertulis yang ngelarang cewek untuk ngejer-ngejer cowok.” Ia memutar mata jengah, “Selalu dikatain murahan kalau ngejer-ngejer cowok, tapi ‘kan kenyataannya nggak begitu. Cinta itu hati yang ngerasain, bukan hukum yang ada diikuti agar nggak dihukum.” Chelsea tidak suka cara pandang masyarakat yang kerap mengecilkan perempuan. Jika ramah dibilang centil, ngejer cowok dikatakan murahan, terjadi kasus pelecehan seksual pun wanita yang kerap disalahkan, pakaiannya lah, cara berjalanannya lah. Omong kosong! Toh cinta tak mengenal batasan. Tak ada peraturan dalam mencintai. Hanya mengikuti kata hati dan mengungkapkan apa yang membuat kita bahagia. Olive terkekeh pelan. “Santai, Bu ...” ia menggeleng-geleng, “Dia pasti takut juga sama kamu, Chel.” “Karna aku sering nguntitin dia?” Olive menggeleng. “Karna kamu anak orang kaya, tajir melintir, sedangkan dia ...” “Miskin?” tanya Chelsea memotong perkataan sahabatnya. Olive mengangguk,sedang Chelsea mendengkus kesal. “Kenapa harus bandingin gitu sih! Aku nggak suka.” Chelsea kembali menoleh ke depan. Mengapa harus perbedaan sosial seperti itu yang dipergunjingkan. Bukankah yang paling penting dari hal mencintai adalah kau merasa bahagia karna perasaan itu? “Buatmu mungkin nggak masalah, tapi bagaimana dengan orang lain? Apalagi Angga sendiri. Buat makan aja dia susah, apalagi harus punya pacar yang tajir dan manja kayak kamu.” “Emangnya salah kalau aku cinta sama dia? Seharusnya nggak masalah bagi orang lain. Yang jalanin ‘kan aku, bukan orang. Lagian, aku nggak bakalan nyusahin Angga.” Olive menggeleng-geleng. Ia tak tahu harus berdebat bagaimana lagi dengan orang yang tengah dimabuk cinta. Semua saran tak ‘kan masuk ke telinga Chelsea, cinta telah menulikannya.  Olive mulai menyantap nasi goreng yang sedari tadi tak disentuhnya. Sementara Chelsea kembali sibuk dengan pikirannya sendiri. Perkataan Olive sungguh mencambuknya. Memang perbedaan tak mudah diterima banyak orang, namun mengapa menyalahkan cintanya? Salahkah cinta ini? Rasanya, nggak ada yang salah dengan jatuh cinta dengan Angga yang begitu banyak pesona. Chelsea sendiri tak tahu alasan apa yang membuatnya jatuh cinta, tahu-tahu hatinya sudah terpikat pada lelaki itu. Jantungnya berdebar kencang saat mereka bertemu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN