Jhon memapah tubuh Angga dan merebahkannya di kasur seperti yang diperintahkan Chelsea. Lelaki itu menatap Angga sembari menggeleng-geleng.
“Nih anak kayaknya nggak pernah minum.” Ucap Jhon sembari menepuk pundak Chelsea.
“Kayaknya begitu.” Chelse tersenyum, “Kamu pulang duluan aja, biar aku yang urus.”
“Yakin bisa?”
Chelsea mengangguk. “Bisa. Aku cuma mau memastikan dia nggak tidur berjalan dan setelah itu aku juga akan pulang.”
Jhon mengangguk-angguk mengerti. “Andai kita tahu rumahnya, kamu nggak perlu nyewa kamar hotel buat dia.”
“Aku juga ‘kan sering nyewain kamar hotel buat kita happy-happy. Apa salahnya kali ini nyewain buat kebaikan,” senyum tulus Chelsea membuat Jhon merasa tidak enak hati.
Memang selama ini Chelsea yang paling dermawan. Gadis itu tak pernah perhitungan dan kerap memfasilitasi teman-temannya dengan kenyamanan yang mahal. Sesungguhnya, Jhon tak ingin masuk jajaran orang yang menggunakan Chelsea, namun arus membawanya menjadi orang yang sama. Hampir semua orang di sisi Chelsea bermuka dua dan menggunakan gadis itu sesuka hati mereka, hingga Jhon tak mampu melawan arus.
“Kalau gitu, aku tinggal dulu,” ucap Jhon seraya mengangkat tangan ke udara. Chelsea mengangguk, mengantar Jhon sampai ke pintu, dan mengucapkan terimakasih.
Sepeninggalan lelaki itu, Chelsea duduk di tepi ranjang. Menatap wajah Angga dalam diam. Ia menggerakkan tangan di atas wajah lelaki itu tanpa menyentuhnya. Ia takut, jika sentuhannya akan membangunkan lelaki itu. Chelsea tersenyum miris. Hanya saat tak sadar lelaki itu tak berusaha menjauh darinya. Mengapa lelaki itu begitu membencinya.
Chelsea membaringkan tubuhnya di samping Angga dan memeluk lelaki itu erat. Ditenggelamkannya wajahnya pada leher lelaki itu, menghirup aroma tubuh lelaki itu dalam-dalam, sungguh memabukkan. Bahkan tak ada alkohol yang lebih memabukkan dibanding lelaki itu. Lelaki itu telah menjadi candunya.
“Kenapa kamu selalu menolakku, Ga? Apa kamu nggak tahu sebesar apa cinta yang kumiliki? Kamu memang jahat, tapi aku nggak bisa menjauh, Ga,” bisik Chelsea lirih.
Lelaki itu menggerakkan tubuh, membuat Chelsea terkejut sesaat. Kini, mata keduanya saling berpandangan, walau mata Angga tak terbuka sempurna, namun berhadapan seperti ini membuat jantung Chelsea berpacu kencang. Tubuhnya mendadak panas.
“Chelsea ...”
Jantung Chelsea berdebar semakin liar saat lelaki itu memanggil namanya. “Ya, Ga. Aku di sini ... aku di sampingmu.” Senyumnya mengembang.
Lelaki itu mengusap lembut wajah Chelsea. Kehangatan sentuhan lelaki itu menjalar ke penjuru hatinya. Betapa hebat pengaruh lelaki itu pada dirinya. Lelaki itu tak perlu melakukan hal romantis ataupun dramatisir, hanya dengan memanggil lembut namanya, Chelsea sudah merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia ini.
“Chelsea ...” panggil lelaki itu lagi. Kali ini ia mempertipis jarak di antara wajah mereka.
Chelsea tahu jika saat ini lelaki itu bukanlah dirinya sendiri. Seharusnya ia tak senang dengan kepalsuan yang ditunjukkan, namun entah mengapa Chelsea malah menikmati semu yang tercipta di antara mereka. Entah kapan lagi ia bisa menikmati semua kelembutan lelaki itu, Chelsea memang egois karna ia tak ingin kebersamaan mereka berakhir.
Chelsea menangkup wajah Angga dengan kedua tangannya, mempertipis jarak di antara wajah mereka, lalu memejamkan matanya. Ia melumat bibir lelaki itu, ciumannya dibalas dengan kelembutan yang sama oleh Angga. Lama-kelamaan ciuman yang tadinya penuh kelembutan, kini lebih menuntut. Lidah mereka saling beradu, mengecap, memancing hasrat yang bergejolak.
Tangan Angga tak tinggal diam. Ia mengangkat dress Chelsea ke atas dan melepaskannya dengan mudah, Chelsea melakukan yang sama pada pakaian Angga. Kini keduanya sama-sama polos. Mereka saling berpandangan. Hanya Chelsea yang dalam keadaan sadar dan ia tahu jika ia tak ‘kan pernah menyesali perbuatannya malam ini. Entah bagaimana akhir dari recana jahatnya ini nanti. Yang ia tahu, hari ini ia sangat bahagia.
Mereka melanjutkan ciuman yang sempat terhenti. Tangan Angga meremas gunung kembar Chelsea, memberikan sensasi panas yang menggelitik. Tanpa disuruh lelaki itu menenggelamkan wajahnya pada kedua gunung kembar Chelsea dan memainkan lidahnya di sana, Chelsea mendesah nikmat. Desahan wanita itu bagai simfoni indah dan Angga menginginkan lebih. Lelaki itu mengusap punggung Chelsea, paha, lalu berakhir pada daerah sensitif wanita itu.
Angga memainkan jemarinya, membuat tubuh Chelsea bergeliat resah. Desahan demi desahan memenuhi ruangan. Kini Angga mengambil tempat di atas tubuh kecil Chelsea, menatap wanita itu lembut, lalu memasukkan jemarinya ke dalam l**************n wanita itu. keluar-masuk, semakin lama semakin cepat, pinggul Chelsea bergerak mengimbangi gerakan tangan lelaki itu. Desahannya semakin membakar gejolak Angga.
Lelaki itu tak tahan lagi menahan hasrat yang menggebu. Ia memasukkan miliknya ke dalam milik Chelsea. Chelsea menahan perih dan berteriak, membuat lelaki itu menghentikan gerakannya sesaat. Lalu Chelsea mengalungkan tangannya pada leher lelaki itu dan kembali melumat bibir lelaki itu, lalu berbisik pelan; “Lakukan, Ga. Jadikan aku milikmu.”
Angga yang merasa tak ditolak mendorong miliknya kembali pada milik Chelsea. Ia bergerak perlahan karna tak ingin menyakiti gadis itu. Lama-lama perih yang sempat Chelsea rasakan telah sirna dan digantikan dengan kenikmatan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Bagai terbang ke langit ke tujuh, nikmat bukan main, dan lebih hebatnya lagi, kau tak perlu pergi dari dunia untuk merasakan nikmatnya surgawi.
Gerakan Angga semakin liar, begitupun dengan Chelsea. Keduanya terbakar dalam hasrat yang membelenggu. Membawanya terbang ke surga. Beberapa menit kemudia, Angga menekan miliknya semakin dalam dan meneriakkan nama Chelsea begitu mencapai puncak.
Lelaki itu segera merebahkan tubuhnya di samping Chelsea dan memeluk erat gadis itu. air mata haru membasahi pipi Chelsea. Ia bahagia bukan main. Kini, dirinya dan Angga telah menyatu dan ia harap lelaki itu dapat merasakan betapa besar cinta yang ia miliki.
Chelsea menenggelamkan wajahnya pada d**a bidang Angga. Ia tak ingin tertidur malam ini, ia tak ingin mimpi indahnya berakhir dan tergantikan mimpi buruk. Ia tak ingin kehilangan lelaki itu. Ingin rasanya, ia memenjarakan lelaki itu dalam penjara cintanya. Pada dasarnya, cinta itu memang adalah perasaan yang mengerikan, mengubah seseorang menjadi egois.
Fajar menyingsing, memberikan harapan baru bagi setiap insan yang bertemu dengannya hari ini. Lelaki itu menggeliat, berusaha melindungi mata dari mentari yang mengintip dari celah jendela. Ia tak ingin terbangun dari tidurnya.
Mimpinya tadi malam terlalu indah, hingga ia tak ingin terbagun dan mengulang kejadian yang membakar hasratnya berulang kali. Hingga mereka lelah, mungkin? Titik. Angga tak ingin bangun, khusus hari ini. Mungkin saja, mimpi bercinta dengan gadis yang disukainya kembali hadir menyapa tidurnya.
Hanya dalam mimpi ia berani menyentuh dan menujukkan semua rasa yang ia miliki pada gadis itu. Oleh karna itu, biarkan dirinya menjadi si pemalas hari ini. Ya ... khusus hari ini ia ingin bangun terlambat, tidak mengerjakan apa pun, dan berharap gadis itu kembali hadir di ranjangnya. Mereka berdua akan bergumul dalam hasrat yang membelenggu, memainnkan permainan yang menguras keringat penuh kenikmatan. Ah ... andai mimpi tak pernah berakhir.