Reya mengerenyit saat mendengar suara gelak tawa anak bungsunya yang terdengar begitu geli hingga ke dapur. Penasaran, Reya pun keluar dari dapur untuk melihat apa yang sudah membuat anaknya tertawa hingga begitu geli.
"Abang lagi!"
"Pegangan yang kuat ya."
Aya mengangguk memegang erat kedua setang sepeda nya.
Mata Reya terbelalak melihat Fazra memegangi setang dan bagian tempat duduk sepeda Aya dan menjalankan sepeda tersebut seperti orang kesetanan.
Aya kembali tertawa geli saat sepeda nya sengaja dibelokkan secara mendadak oleh Abang nya lalu melaju dengan kencang dan kembali dibelokkan dengan asal.
"Abang." Reya berjalan memanggil Fazra. Namun karena suara Reya terlalu kecil dibandingkan dengan suara tawa Aya Fazra justru tidak dengar.
Reya beralih menatap Nia yang sedang berbaring di sofa dengan satu kaki berada di atas sandaran sofa tengah tertawa melihat tingkah Abang dan adiknya.
"Abang udah, nanti Aya jatuh."
Fazra tidak kunjung mendengar.
Nia berhenti tertawa saat melihat Ibunya berdiri di depannya sambil memanggil Fazra.
"Ya ampun, Mi. Fazra tuh congean, mana denger." Nia beralih berdiri di sebelah Reya.
"FAZRA!!!!" Panggil Nia dengan suara yang begitu melengking.
Fazra langsung menoleh hingga kedua tangannya lepas dari sepeda Aya. Namun sepeda Aya masih melaju dengan kecepatan tinggi akibat dorongan Fazra.
Bruak!
"HUAAAAH MAMIIII!"
"AYA!" Pekik Reya dan Nia.
"Lah, mati gua." Gumam Fazra seraya memaki dirinya, Fazra benar-benar tidak sadar bahwa sepeda Aya masih terus melaju.
"Ya ampun ya ampun." Nevan yang baru datang langsung berlari untuk mengambil Aya yang tengah tergeletak di lantai dengan satu kaki nyangkut di bagian batang sepeda Aya yang berada di bawa tempat duduk serta tangan Aya yang berada di kepalanya.
"Eng... Abang minta maaf."
Nevan dan Reya yang sedang memperhatikan Aya yang berada di pangkuan Reya beralih menatap Fazra yang duduk diantara Nevan dan Nia.
"Abang gak sengaja, Abang pikir sepeda Aya udah berhenti." Fazra berbicara dengan kepala yang tertunduk.
Nia menatap Fazra dengan tangan yang menutupi mulutnya. Entah mengapa saat ini ia sangat ingin tertawa melihat Fazra dan juga kejadian yang menimpa adiknya.
"Iya gak papa, lain kali kalo main jangan yang ekstrim-ekstrim gitu ya." Kata Reya dan dibalas anggukan oleh Fazra.
"Masih sakit kepalanya?" Reya bertanya pada Aya.
Aya menggeleng menjauhkan kepalanya dari d**a Reya.
"Mami lagi bikin kue, Aya mau bantu Mami?" Tanya Reya sambil menghapus sisa air mata Aya.
"Mau." Aya mengangguk.
Reya mendudukkan Aya di tempat duduknya dan mengambil sebuah wadah berwarna merah muda yang isinya adalah sebuah adonan.
"Kakak sama Abang bantu Mami ya, biar cepet selesai."
"Cuci tangan dulu!" Lanjut Reya pada dua anaknya yang langsung sigap untuk mengambil adonan yang ada di dalam wadah.
Fazra dan Nia berlomba-lomba untuk mencuci tangan.
"Ih gue dulu!" Nia mendorong tubuh Fazra.
"Yeee, gue duluan yang sampe di sini."
"Ya Lo ngalah lah sama cewek."
"Masa cowok terus yang ngalah, udah gak jaman kelees!!!"
"Kamu gak usah bantuin?" Reya menutup wadah adonannya dengan kedua tangannya.
"Lho kenapa? Biar cepet siap kan? Ini mau bikin kue apa?"
"Nastar."
Nevan tersenyum.
"Sini aku bantuin."
"Gak usah."
"Biar cepet siap."
"Ada Nia sama Fazra."
"Ada aku juga di sini."
"Gak usah mas. Telfon Zio aja dia udah sampe belum, tanya pulang camping nya kapan."
Nia dan Fazra berdiri di dekat Aya yang sedang memainkan kertas kue. Mereka berdua memperhatikan kedua orang tuanya yang sedang ribut kecil.
"Mas, gak u..."
Cup!
"Mata Aya gelap." Ucap Aya karena matanya ditutupi oleh tangan Nia.
Nia dan Fazra sedang memejamkan kedua mata mereka saat melihat Ayah dan Ibunya berciuman, atau lebih tepatnya Nevan lah yang mencium Reya.
"Ih kamu!" Reya memukul pindah Nevan dan dibalas kekehan oleh Nevan sendiri.
"Makanya sini aku bantuin."
"Papi gak tau malu banget sih!" Nia berjalan ke arah tempat duduknya.
"Mayan, tontonan gratis sesaat." Celetuk Fazra sambil duduk.
"Jomblo diem aja deh." Kata Nevan sebelum ia kembali memaksa Reya untuk membiarkan dirinya ikut membantu.
"So show me!"
"I'll show you."
"So show me!"
"I'll show you."
Nia bernyanyi bersama Aya. Walaupun Aya hanya ditugaskan untuk menyebut kalimat I'll show you.
Kedua mata perempuan itu tertuju ke arah televisi, karena Aya belum tiba waktunya untuk bernyanyi Aya hanya memperhatikan televisi dan sesekali memperhatikan kakaknya.
Aya menggerakkan tubuhnya secara perlahan mengikuti alunan musik sambil memegang kue nastar yang baru saja dibuat. Kue nastar itu hanya dimakan sedikit karena Aya asyik bernyanyi bersama kakaknya.
"Yeeeeyy!" Aya bertepuk tangan saat Nia sudah selesai nyanyi.
Nia meletakkan mic nya di meja dan duduk di karpet seraya menyusun sesuatu sedangkan Aya menyadarkan tubuh mungilnya di meja memperhatikan apa yang dilakukan oleh kakaknya.
"Jangan diambil!" Nia langsung mengambil sebuah card yang dipegang oleh Aya.
"Ini gak boleh diambil! Gak boleh dipegang-pegang, apalagi yang ini. Dia tuh pacar kakak." Nia menunjukkan photo card yang baru saja Aya pegang.
Aya memperhatikan beberapa photo card yang lain.
"Pacal Aya?" Aya menatap Nia.
Nia melihat-lihat photo card miliknya dimana di photo card tersebut terdapat gambar wajah para idolanya.
"Nih, yang ini aja pacar Aya. Baru aja dinobatkan sebagai laki-laki paling seksi. Kalo pacar kakak yang paling ganteng." Nia memberikan satu photo card pada adiknya.
Aya tersenyum saat melihat wajah yang ada di photo card tersebut.
"So handsome." Kata Aya tersenyum malu dengan mata yang terus tertuju ke arah photo card yang diberikan oleh Nia.
"Dih genit." Cibir Nia sambil menyusun barang-barang yang berserakan.
"Aya, mamam yuk sayang."
Aya menoleh ke arah Reya yang baru saja datang. Aya menghampiri Reya sambil membawa photo card nya dan menunjukkan nya pada Reya.
"Pacal Aya." Kata Aya sambil tersenyum.
"Haah?" Reya terkejut mengambil apa yang Aya berikan kepadanya.
"Ini pacar Aya?" Tanya Reya setengah tertawa.
Aya mengangguk sambil tersenyum dengan tangan yang masih setia memegang nastar nya.
Reya hanya tertawa membawa Aya ke gendongannya lalu mencium dengan gemas pipi anaknya.
"Sok ngerti banget sih soal pacar-pacar."
Aya hanya tersenyum melingkarkan satu tangannya di leher Reya kemudian memakan nastar nya.
Malam harinya, tiga anak Nevan dan Reya tengah duduk bersamaan di depan televisi. Yang satu bermain game dan yang dua asyik menonton televisi.
"g****k kan, gak jadi chicken dinner." Fazra geram sendiri karena ia baru saja kalah dalam bermain game.
Fazra menatap Nia dengan tangan yang terulur pada toples kue.
"Gue belom ada makan."
Nia memasukkan nastar yang memang tinggal satu ke dalam mulutnya.
"Terus gue harus bilang, ya ampun Fazra maaf ya nastar nya gue makan, gitu?"
Fazra menatap kesal Nia.
"Toples nya penuh ya, emang dasar Lo nya yang rakus maen abisin sendiri."
"HEH! Nih, si bocil. Makan lima dia." Nia menunjuk Aya yang duduk diantara mereka.
"Tapi tetep yang paling banyak tuh Lo!" Nada suara Fazra mulai naik.
"Kok Lo ngegas gitu sih ngomongnya."
"Makanya Lo jangan rakus!"
"Gak usah bilang gue rakus juga ya." Nia mulai terpancing untuk ribut dengan Fazra.
"Emang kenyataan! Apa lu apa?!" Fazra meletakkan ponselnya dan mengangkat tinggi wajahnya.
"Sial sini lu, SINI!" Nia berusaha meraih rambut Fazra namun Fazra malah mengelak.
"Ah, kak Ia..." Aya terhimpit oleh tubuh Nia dan tubuh Fazra.
"Kak Ia!" Aya berusaha menjauhkan Nia yang semakin menghimpit tubuhnya dengan tangan mungil.
"HAHAHAHA!" Fazra tertawa keras karena Nia tidak kunjung berhasil meraih rambut ataupun memukulnya.
Nevan yang baru turun dari tangga menghela napas melihat dua anaknya yang tengah ribut. Yang satu berusaha memukul dan yang satu terlihat santai sambil tertawa.
Pemandangan yang sudah sangat sering ia lihat.
Nevan berjalan dengan langkah pelan menghampiri anaknya.
Nevan sedikit mengerenyit ketika samar-samar ia mendengar suara rengekan anaknya yang paling kecil.
"PAPI MAMI!" Pekik Aya dengan kencang, pekikan Aya tidak membuat Nia dan Fazra sadar bahwa adik mereka tengah terhimpit dan menjadi korban akibat ulah keduanya.
Mendengar suara Aya langkah Nevan langsung ia percepat.
Nevan terkejut melihat tubuh mungil anaknya terombang-ambing kesana-kemari.
"Fazra! Nia!"
Suara tegas Nevan langsung membuat Nia dan Fazra duduk dengan bagus.
"Hiks... Hiks." Aya mulai menangis mengulurkan kedua tangannya pada Nevan.
Nevan menggendong Aya mengusap-usap kuping dan pipi bagian samping Aya yang merah.
"Gak liat ada adeknya apa." Ucap Nevan sambil terus mengusap-usap kuping dan pipi Aya.
"Suka banget ribut heran, entah apa yang jadi masalah. Dikit-dikit ribut dikit-dikit ribut."
Kepala Fazra dan Nia mulai tertunduk, keduanya diam.
"Tadi sore Aya jatuh dari sepeda karena Fazra, sekarang Aya kejepit karena kalian berantem. Besok-besok apalagi?"
Fazra dan Nia diam membisu.
"Kenapa mas?"
Di dalam hati Fazra dan Nia bernapas lega karena dengan datangnya Reya omelan Nevan tidak akan berlangsung lama.
"Aya kejepit gara-gara Abang sama kakaknya berantem. Masa gak sadar ada Aya."
Reya mengambil Aya yang berada di gendongan Nevan.
"Aya gak papa kan? Gak ada yang sakit?" Tanya Reya dengan lembut.
Aya menggeleng sambil mengucek mata lalu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Reya.
"Abang sama kakak juga gak boleh berantem terus, ya. Bisa janji sama Mami Papi?" Tanya Reya.
Fazra dan Nia langsung mengangguk.
"Sekarang aja cepet ngangguk, bentar lagi juga berantem lagi." Timpal Nevan sambil duduk.
"Mas." Panggil Reya agar Nevan tidak berbicara apa-apa lagi.
"Gak papa, asal jangan diulangi lagi ya." Kata Reya pada dua anaknya.
"Iya, Mi." Balas Fazra dan Nia secara bersamaan.