1

895 Kata
Aku dan pacarku mau lakukan hubungan suami istri. Tujuannya agar, aku hamil. Dengan begitu, kami pasti diijinin nikah. Tapi kok tiba-tiba, aku ragu. Sebelum berangkat ke sini tadi, sahabatku nasehatin agar aku tak melakukannya dulu sebelum nikah. Karena jika aku hamil, belum tentu pacarku mau tanggung jawab. Selain itu, kata temenku, aku pasti akan nyesel. Dia juga memberitahu, z*na itu, dosanya be-saaar banget. Aku terus mondar-mandir di kamar dengan gelisah, tiba-tiba ragu mau lakukan hubungan di luar nikah ini. Pacarku itu, sayang banget sama aku, makanya dia mau nikahi aku. Tapi ayahnya gak setuju karena ingin dia kuliah dulu. Dan pacarku keberatan karena dia ingin bawa aku keluar kota tempat dia akan kuliah. Sayup terdengar suara pacarku sedang mengobrol, sepertinya dia tengah memberi tip pada orang yang telah mencarikan rumah ini. "Sayang." Dia akhirnya mendekat. Itu membuat jantungku berdegup kencang. Aku beringsut saat ia semakin mendekat. "Ki, aku ternyata belum siap. Aku ... ta-kut." Takut kalau ucapan temenku beneran terbukti. "Kenapa? Aku pasti tanggung jawab, kok. Kalau kamu hamil, pasti kita dibolehin nikah." Benar juga. Tapi, aku takut. Aku beringsut mundur saat Raja Zaki Mahardian mendekat. "Aku pasti tanggung jawab," katanya sungguh-sungguh. Aku menepis tangannya yang hendak menyentuh tubuhku lalu aku beringsut mundur. "Bagaimana kalau kita nikah siri aja?" Usulku dengan d**a berdebar karena Zaki terus bergerak mendekat. "Masa nikah siri sih, Nin? Aku pengen pernikahan kita diakuin hukum dan agama." "Tapi aku takut." "Gak perlu takut. Kita kan udah merencanakan ini jauh-jauh hari." Ia kembali mendekat. Tatapan matanya membuatku ketakutan. Aku mundur lalu berlari keluar. "Mau ke mana, Nin?" "Aku gak mau, Ki." Aku berlari cepat keluar rumah. Zaki mengejarku. "Niin, tunggu! Kamu gak bisa batalin ini begitu aja!" Aku berlari semakin kencang. Aku berteriak histeris saat sebuah mobil membunyikan klakson lalu meluncur cepat ke arahku. Braak! Tubuhku sakit. Kepalaku berputar. Gelap. *** Saat terbangun, kulihat Zaki terdiam di kursi samping ranjangku, ada ayahnya juga ibuku yang tengah berbincang cukup serius di ambang pintu. "Pokoknya, saya tidak mungkin ijinkan anakku menikah dengan Nina. Selain Zaki harus kuliah, Nina sekarang cacat." Cacat? Aku? "Memangnya aku kenapa?" Zaki langsung memandangku. Begitu pun dengan ayahnya. Ibu berlari mendekat. "Untunglah kamu sudah sadar, Nduk. Yang sabar, Nduk." "Memang aku kenapa, Bu?" "Dokter bilang, kamu lumpuh total. Sulit untuk pulih." Ayah Zaki yang menyahut. Lelaki berperawakan tinggi tegap dengan tatapan sinis ke arahku itu berjalan mendekat. Dari dulu, dia memang tak pernah menyukaiku. "Meskipun dia lumpuh, aku tetap berniat menikahi Nina, Yah. Aku sayang banget sama dia." Zaki menggenggam tanganku. "Tolong restuin kami." Ayahnya menggeleng tegas. "Tidak! Mana mungkin kamu menikah dengan gadis cacat sepertinya?!" Ia menuding ke wajahku. Aku terisak lirih. Aku cacat, tidak bisa jalan seumur hidup? Ya, Tuhan .... "Tenanglah, Na. Aku akan tetap menikahimu." Zaki menatapku dengan sorot menenangkan. Aku benar-benar terharu. Ia ternyata menerimaku apa adanya. "Tidak! Ayah tidak setuju. Kamu harus menyelesaikan kuliah." Lelaki itu mulai melunak. "Anda harus bertanggung jawab karena membuat Nina cacat. Anda telah menabrak anakku." "Saya sudah membunyikan klakson. Rem mobil rusak," sahutnya tanpa rasa bersalah. "Siapa yang mau menikah dengan anakku kelak jika ia lumpuh seumur hidup?" kata ibu, memandangku dengan wajah sedih. Aku menatap ke bawah. Kakiku di perban. Aku terisak lirih. "Saya akan menikahi Lala!" katanya tegas. "Apa?!" ucapku dan Zaki kompak. Kami sama-sama terkejut. Bahkan ibuku pun menatap tak percaya. Ayah Zaki mengangguk, wajahnya tanpa keraguan. "Ya. Saya akan menceraikannya segera jika kondisinya kembali pulih." "Tidak, Yah! Nina ini pacarku!" Zaki menatap ayahnya protes. Aku juga bergidik ngeri. Mana mungkin aku menikah dengan lelaki yang jauh lebih tua denganku? Dan lagi, sejak dulu, ia tak pernah menyukaiku. "Setelah kamu lulus kuliah dan dia bisa berjalan lagi, maka kamu boleh menikah dengannya!" katanya tegas. "Ayah akan membiayai pengobatannya sampai sembuh." Ia menatap ibu. Ibu hanya diam, terlihat pasrah karena kami memang dari keluarga pas-pasan. "Tenang saja, ayah tidak akan menyentuhnya bahkan seujung rambut!" katanya lagi sebelum melangkah menuju pintu. Setelah lelaki itu keluar, Zaki mengusap air mataku. "Mana mungkin aku nikah sama ayahmu, Ki?" "Hanya sementara, Nin. Setelah aku lulus kuliah, kamu akan bercerai dengan ayahku. Ya? Kita harus menurut agar bisa bersama. Kamu harus berjuang untuk sembuh." Zaki mengusap rambutku. Ayah Zaki kembali masuk dengan membawa penghulu dan beberapa orang untuk saksi. Ibuku terisak. Zaki tampak sedih. Namun, ini satu-satunya cara agar aku dan Raja kembali bersama. Dua hari setelah menikah, aku dibawa ke rumah ayah Zaki. Rumahnya cukup besar, namun begitu sepi. Duduk di kursi roda, aku terus mengamati Zaki yang tengah berbincang dengan ayahnya tak jauh dariku duduk. Hingga akhirnya Zaki dan ayahnya berjalan mendekat ke arahku. "Nin, aku berangkat ya? Aku akan sering telpon." Aku mengangguk dengan air mata mau menetes. Zaki mengusap-usap rambutku, lalu ia melangkah menuju pintu diantar ayahnya. Lima menit kemudian, ayahnya kembali masuk, berjalan mendekat ke arahku. Ia memandangiku lama, membuat jantungku berdetak kencang. "Zaki udah berangkat, Om?" Aku memulai pembicaraan. Di sini sepi sekali. Dan aku tegang sekali. Lelaki ini sangat membenciku. "Sudah." Ia memandangku. "Apa kamu mau mandi?" Dua hari lalu, ibuku yang membersihkan badanku dengan cara mengelapnya dengan kain dan air. Lalu sekarang, bagaimana? Mana mungkin dia yang melakukannya? "Enggak, Om." Dia diam, bergerak ke belakang lalu mendorong kursi rodaku menuju kamar. "Kamu tidur di sini. Saya di kamar depan." "Iya." Dia menatapku, lalu melangkah pergi. Aku ragu-ragu mau memanggilnya. Bagaimana aku bisa rebah di ranjang jika tidak dibantu? Ya, Tuhan.... Tapi memanggilnya membuatku takut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN