Seorang pria terkekeh pelan melihat tingkah gadis yang dia tahu bernama Fara tersebut seperti seekor katak yang tahu bahwa anaknya bisa terbang setinggi langit. Ekspresinya saat sadar di mana dia berada sekarang sangatlah lucu. Dia sengaja tidak keluar dan menghampiri Fara yang sudah bangun setelah semalaman berolahraga dengannya. Dia hanya asyik mengamati hasil rekaman cctv di beberapa ruangannya melalui layar laptopnya.
Cara Fara mengendap-endap sangat lucu baginya. Dan pikirannya kembali terngiang pada kejadian semalam. Reynand tidak menyangka ternyata wanita yang baru keluar dari ruangannya tersebut belum pernah melakukan hubungan intim sama sekali. Meskipun awalnya dia merasa kasihan karena sudah mengambil harta berharganya namun ia merasa sesuatu yang belum pernah di rasakannya. Dia tersenyum samar saat mengingat bagaimana namanya keluar dari bibir wanita itu saat mereka mencapai puncak dari pergulatan mereka
Pria yang mempunyai nama lengkap Reynand Adelardo Myles itupun menatap layar laptop setelah bayangan Fara sudah keluar dari apartemennya. Pria blasteran Indonesia-Perancis tersebut bangkit dan mulai keluar dari ruangannya untuk pergi ke kantor. Perusahaannya yang bergerak di bidang perbankan sudah mempunyai kantor cabang di beberapa negara, seperti Malaysia, Australia, Perancis, Cina, dan Amerika.
Sebuah nada panggilan masuk hinggap ke indra pendengaran Reynand membuat lengan besarnya merogoh saku celana dan menggeser tombol hijau pada layar ponselnya.
“Selamat pagi, Pak. Mohon maaf mengganggu Anda, Pak David ingin bertemu dengan Anda. Beliau sudah menunggu di ruangan Anda,” lapor Anita, Sekretarisnya
“Baiklah. Katakan padanya aku akan datang dalam waktu sepuluh menit.”
“Baik, Pak. Selamat pagi.”
Reynand mematikan panggilannya dan melenggang menuju lift. Satu menit kemudian dia sudah berada di basement apartemen tersebut. Reynand mencari mobil Audy berwarna hitam miliknya untuk membelah lalu lintas Kota Jakarta.
“Paman David? Untuk apa dia datang menemuiku? Bukankah kalau masalah bisnis dia akan lari pada ayahku? Apa dia akan membicarakan perihal perjodohan anak perempuannya denganku?” gumam Reynand sepanjang jalan dan mendengus kesal saat ingat rencana perjodohan yang dilakukan kedua orang tuanya dengan keluarga David.
Reynand merasa kesal karena perjodohan baginya adalah hal yang konyol. Meskipun kehidupan Reynand tak jauh dari para wanita yang memujanya namun dia masih menunggu hatinya akan kembali. Meskipun dia tak tahu kapan. Oleh karena itu dia sama sekali tidak tertarik dan merasa kesal jika kedua orang tuanya mulai membicarakan masalah itu. Bahkan menurutnya di usianya yang menginjak 27 tahun, baginya masih cukup muda untuk menikmati lajang.
Acara perjodohan itu dimulai saat kedua orangtua Reynand mengadakan pesta perayaan penyambutan Reynand dari New York. Karena putri dari David Dawson tidak datang dikarenakan ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan membuat Reynand tak pernah tahu seperti apa wajah calon istrinya itu.
***
Sebenarnya Fara masih sangat lelah untuk mengantar Mesti pergi membeli sesuatu untuk kekasihnya. Ia menghela napas panjang untuk kesekian kalinya di pagi hari. Fara tidak tahu apa alasan yang membuatnya merasa kecewa setelah keluar dari apartemen yang ada di depan apartemennya.
Fara berjalan ke kamar mandi untuk berendam di bath tub kesayangannya beberapa menit agar otot-otot di tubuhnya sedikit mengendor. Kebiasaannya yang selalu memejamkan kedua mata saat berendam di bath tub membuatnya merasa lebih tenang saat menikmati aroma bunga Lily.
Selang dua puluh menit Fara sudah keluar dari kamar mandi dan mengambil kemeja biru langit panjang bermotif bunga dan hotpant jeans. Setelah pakaiannya menempel sempurna, Fara berjalan kearah meja rias yang berada di depan ranjang. Fara mendaratkan tubuhnya di sofa kecil nan empuk berwarna merah maroon dan mengambil beberapa alat make up.
Ia mulai mengoleskan pelembab di seluruh bagian wajah, sedikit bedak, eyeshadow berwarna biru langit, eyeliner tak terlalu tebal, tarikan maskara di bulu mata yang lentik dan lip balm di bibirnya untuk menyempurnakan penampilannya.
Sepasang bola mata coklatnya menatap diam pada bibir. Jari-jari lentik kanan menyentuh pelan bibirnya. Ia masih tidak percaya berciuman dengan pria yang bahkan tidak di kenal. Matanya semakin turun kearah leher jenjangnya. Sontak Fara membelalakan kedua matanya tak percaya. Fara tidak melihat tanda merah yang sekarang menghias lehernya. Fara kembali berdiri dan memilih pakaian dengan kerah turtle-neck agar bisa menutupi bekas merah pada lehernya.
Ponselnya bordering cukup lama namun Fara mengabaikannya karena ia tak ingin Mesti memberi salam dengan omelannya dikarenakan Fara belum selesai menata diri. Fara mendengus kesal sebelum meraih ponselnya di atas meja rias lalu mengangkat teleponnya.
“Hal–”
“Far, kamu di mana sih? Aku sudah di depan apartemen kamu nih. Udah beberapa kali aku tekan tuh bel pintu tapi jinnya belum nongol-nongol juga,” omel Mesti.
Tanpa pikir panjang Fara mengambil asal kaus panjang berbahan wol dengan turtle-neck. Fara memakainya dengan satu gerakan lalu melenggang keluar kamar dan menuruni tangga tanpa memakai alas kaki. Fara memang lebih suka berjalan-jalan di dalam apartemen tanpa memakai alas kaki. Baginya itu tidak lebih simpel. Fara membuka pintu apartemen dan di sana ia bisa melihat ekspresi kesal di wajah Mesti dan hanya membalasnya dengan cengiran kuda.
Mesti menggulingkan bola mata. “Kamu dari mana aja sih? Sudah lima belas menit aku berdiri di depan pintu,” omel Mesti.
“Tidak perlu ngomel di depan pintu gitu juga kali. Masuk. Aku belum selesai dandan,” ucapnya dan langsung membuka penuh pintu apartemen agar Mesti bisa masuk dengan leluasa.
Mesti mengikuti langkah Fara menuju kamar. Dan sekarang di sinilah mereka berada, yaitu di dalam kamar. Fara kembali duduk di depan meja rias untuk menata rambut dan Mesti duduk di sofa putih dekat tempat duduk Fara. Dirinya membuka majalah fashion yang baru di beli Fara kemarin.
“Untung saja kamu punya tetangga yang cakep jadi aku nggak begitu kesal sama kamu,” ujarnya sembari mengamati beberapa model pakaian terbaru.
Fara membatin, Tetangga? Fara menaikkan sebelah alisnya dan memandang bayangan Mesti di depan kaca, “Tetangga?”
“Iya. Yang kamarnya tepat di depan pintu kamar kamu. Dia ke–”
Fara langsung menoleh menatap Mesti dan memotong ucapannya. “Apa? Kamu lihat orangnya?” tanya Fara tak percaya.
Mesti terlihat bingung mendengar pertanyaan Fara. Dia mengangguk sebelum menjawabnya, “Iya. Bahkan dia nanyain keadaan kamu.”
Fara semakin tak percaya mendengar ucapan Mesti, “Dia nanyain aku?”
“Iya. Sepertinya dia habis pergi ke suatu tempat dan pas dia kembali dia sempat berdiri di depan pintu apartemennya dan dia nanyain kamu. Orangnya sih cakep tapi–”
“Tapi? Tapi apa?” tanya Fara tak sabar.
Fara langsung menghampiri Mesti dan duduk di sampingnya. Ia sudah tidak sabar mendengar cerita Mesti yang terlalu menarik untuknya. Mesti mengerutkan keningnya melihat tingkah Fara sebelum melanjutkan ucapannya. “Tapi menakutkan! Aku tidak suka caranya dia memandangku. Sedingin es!”
“Benarkah?”
Mesti mengangguk dan mengalihkan pandangannya kembali pada gambar-gambar di majalah, “Iya.”
Sedetik kemudian Mesti kembali menoleh kearah Fara, “Tapi kelihatannya kamu tertarik sama tetanggamu itu? Lalu Alex mau kamu ke–”
“Stop!” Tekan Fara tiba-tiba mendengar nama yang bahkan sudah dilupakannya sejak semalam akibat mabuk.
Mesti kembali mengerutkan keningnya dan menatapnya bingung, “Ada apa Far? Apa ada masalah antara kamu sama–”
“Aku bilang stop Mes, aku sudah nggak mau mendengar nama lelaki b******k itu!” sentak Fara pada Mesti.
“Baiklah! Kamu bisa cerita kapan aja kok, aku siap dengerinnya.”
Fara hanya diam mendengar ucapan Mesti.
Mesti menghela nafas, “Ya sudah yuk. Nanti kesiangan lagi.”
Mereka pun berangkat menuju ke salah satu mall tiga puluh menit setelah itu. Fara menemani Mesti membeli sebuah arloji untuk hadiah Arol. Mesti membelikan arloji karena Arol sangat suka memakai Arloji.
Sepasang arloji omega berwarna perak sudah di beli. Langkah mereka pun menuju salah satu tempat pakaian. Awalnya mereka menikmati suasana di mall dan juga sering berdebat tentang warna pakaian dan model pakaian hingga Fara mendengar suara pria yang memang sudah tak asing baginya.
Perlahan Fara menoleh kearah pria itu yang ternyata berada tepat di belakangnya sedang memilihkan pakaian untuk wanita yang pernah dilihatnya saat itu sedang b******a dengan mantan kekasihnya. Mesti mengikuti arah pandangan Fara. Tatapan Mesti menajam kearah sepasang kekasih itu.
“Far…” panggil Mesti dan memegang pundak Fara.
Sepertinya suara Mesti terdengar jelas di telinga pria yang Fara tahu namanya namun ia tidak ingin menyebutnya sehingga membuat pria itu menoleh kearah Fara dan Mesti. Pria itu lama menatap Fara diam sebelum dia menyeringai. Seringaian itu. Dari dulu Fara tidak pernah melihat Alex menyeringai iblis pada dirinya.
“Aku kira kau tak bisa bernafas sekarang ini, sayang?” Alex mengucapkan kata sayang dengan nada mencemooh membuat Fara merasa muak padanya.
Fara ingin sekali menamparnya kembali namun ia sadar kalau ini adalah tempat umum.
“Hei... jaga mulut kamu ya. Dasar buaya!” sentak Mesti.
Alex kembali menyeringai. “Buaya? Ah iya… aku jadi buaya karena aku juga tertular oleh La-ri-na Fa-ra-ni-sa Daw-son,” jawabnya dan menekan nama Fara di setiap kata.
Mesti hampir menampar Alex namun Fara mencegahnya. “Sudah Mes, jangan repot-repot ngotorin tangan kamu cuma buat lelaki seperti dia,” ucap Fara dan menarik Mesti pergi dari sana.
Mereka berhasil keluar dari ruangan tersebut dan sekarang Fara dan Mesti sudah duduk di kursi yang Fara tak tahu fungsinya untuk apa. Mungkin untuk pengunjung yang merasa kelelahan akibat aktivitas kelilingnya di Mall tersebut. Tanpa sadar Fara menangis. Mesti merangkul Fara dan menariknya ke dalam pelukannya. Fara sudah tidak bisa menahannya. Hatinya sangat sakit mendengar ucapan Alex.
“Kenapa dia berubah drastis seperti itu? Apa aku melakukan kesalahan yang tidak bisa termaafkan di masa lalu sehingga Tuhan menghukum hatiku?” gumam Fara di sela tangisnya.
Karena tangisnya tak bisa dihentikan dan mereka juga mulai menjadi pusat tontonan gratis publik, Mesti pun memutuskan untuk mengantar Fara pulang.
“Aku tidak mau pulang ke apartemen Mes, kamu anterin aku pulang ke rumah aja yah,” ucap Fara pelan saat mereka sudah memasuki mobil.
Mesti pun mengangguk dan mengantarkan Fara pulang ke rumah kedua orang tuanya di daerah Jakarta pusat. Sampai di rumah, Fara langsung masuk ke dalam kamar dan untungnya keadaan rumah sedang sepi. Fara kembali menangis di dalam kamar dan sesekali berteriak tak karuan. Fara sudah tidak bisa membendung amarahnya. Iya, ia sangat marah melihat Alex bersama wanita lain.
“Far… Fara... Kamu di dalam sayang?” tanya Ny. Retno lalu membuka pintu kamar Fara.
“Fara, kamu kenapa sayang?”
Fara langsung memeluk ibunya erat.
Aku sangat sedih Ma. Hatiku sakit. Ternyata apa yang Mama katakan tentang Alex memang benar. Alex bukan laki-laki yang baik buat aku. Dia sudah menyakitiku, Ma.
“Fara, cerita sama Mama. Jangan nangis gitu dong… Jangan bikin Mama khawatir,” ucap Ny. Retno dan mengelus punggung dan rambut Fara dengan lembut.
Fara masih saja diam dan memeluk ibunya. Setelah tangisnya sedikit mereda, ia melepaskan pelukannya. “Al-lex Ma, di-dia sel-ling-kuh…” ucap Fara tergagap disela tangisnya.
Ny. Retno menangkup wajah putrinya dan menghapus air matanya lalu mencium kening Fara sejenak. “Fara, Mama kan sudah bilang sebelumnya sama kamu kalau Alex memang bukan laki-laki yang baik. Ya sudah, sekarang kamu istirahat yah. Nanti malam kita ada pertemuan dengan keluarga Om Jacob.”
Fara mengerutkan kening, “O-om Jacob?”
Ny. Retno tersenyum, “Om Jacob Myles. Kamu lupa yah? Kan kamu akan dijodohkan sama anaknya. Tadi pagi Papa sudah menemui Reynand, anaknya Jacob dan katanya nanti malam dia ada waktu untuk datang makan malam di rumah kita.”
Fara menghela nafas pelan dan berujar dengan malas, “Astaga! Mama bisa-bisanya ngomongin perjodohanku sama anaknya Om Jacob? Bagaimana kalau anaknya itu ternyata jelek kaya badut Ma? Badan kurus tinggi berkaca mata dan bagaimana kalau hidungnya bengkok? Dahi yang lebar dan rambut tipis seperti orang botak? Dan bagaimana kalau ternyata dia juga suka main wanita?”
“Jangan berpikir yang aneh-aneh. Mama jamin kamu pasti akan menyukainya.”
“Tapi ma, ak–”
Ny. Retno menjulurkan jari telunjukku tepat di depan bibir Fara. “Ssttt... sudah, percaya sama Mama kalau Reynand itu bukan seperti yang kamu pikirkan sayang.”
“Reynand?”
“Iya. Namanya Reynand. Sudah yah, kamu istirahat sekarang. Mama mau menyiapkan acara makan malamnya.”
***
Reynand memakai setelan jas Slate Grey dan melepaskan satu kancing atas kemejanya agar tidak terkesan formal di acara makan malam.
Kedua orang tuanya berangkat lebih dulu ke rumah keluarga Dawson. Setelah penampilannya dirasa rapi dia pun keluar apartemen menuju rumah Dawson.
“Eh Nak Rey udah datang...” ucap Ny. Retno dan menghampiri Reynand yang sedang berjalan masuk menuju ruang tengah.
Reynand tersenyum simpul sembari menghampiri kedua orang tuanya dan calon mertuanya.
“Ayo duduk.”
Reynand duduk di sofa hitam berbahan beludru yang berada di ruang tengah. “Aduh sayang sekali, Faranya sedang sakit jadi dia tidak bisa keluar,” ucap Ny. Retno yang menyadari Reynand hanya diam mendengarkan ocehan mereka berempat.
Fara? Nama yang aneh. Itu bukankah nama gadis bodoh yang nyasar ke apartemenku? batin Reynand. “Memangnya dia di mana sekarang Tan?” tanya Reynand pada Ny. Retno.
“Dia ada di kamarnya, sedang tidur. Tadi baru saja di periksa sama dokter dan mungkin karena efek dari obat jadi dia tertidur,” jelas Ny. Retno.
“Rey… jenguk dia gih,” ujar Ny. Arini membuat Reynand menoleh ke arahnya yang duduk tepat di sampingnya.
“Kalau kamu mau ke kamarnya, biar Bik Inah saja yang nganterin,” ujar Tn. David dan langsung memanggil pembantunya.
“Bik, tolong antar nak Rey ke kamar Fara ya.”
“Iya, Tuan. Mari Den, ikut Bibi.”
Reynand beranjak berdiri dan mengikuti wanita tua di depannya menuju kamar anak Tn. David. Kamarnya berada di lantai dua tepat di ujung tangga.
“Ini Den kamarnya. Neng Fara baru saja istirahat,” tutur Bik Inah.
Tanpa menjawab penuturannya Reynand langsung membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia menutup kembali pintunya sebelum melenggang menuju ke ranjang Fara. Langkahnya terhenti tepat satu meter dari ranjang.
Reynand melihat wanita aneh itu sedang tertidur pulas. Seluruh tubuhnya dibaluti selimut tebal berwarna merah muda dan hanya menyisakan bagian kepalanya saja. Reynand melanjutkan langkahnya namun pelan dan duduk di atas ranjang. Dia memperhatikan wajah Fara yang terlihat sedikit pucat. Kedua matanya tertutup namun keningnya berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu.
Apa yang dia pikirkan? Apa lelaki yang bernama Alex itu?
Reynand mengarahkan kedua tangannya pada kening Fara. Memijatnya dengan pelan agar Fara bisa rileks. Reynand tidak tahu bagaimana kemampuan memijatnya namun dia lega melihat kening Fara sudah tidak berkerut lagi dan Reynand melepaskan kedua tangannya dari wajah Fara.
“Kau itu gadis bodoh. Tapi aku tidak menyangka kalau gadis sebodoh dirimu itu bisa berpikir saat tertidur,” ucap Reynand pelan.
Reynand merasa pergerakan tangan Fara di balik selimut dan perlahan Fara membuka kedua matanya. Fara langsung menatap Reynand terkejut dan langsung terduduk. Kedua tangannya memegang selimut untuk menutupi tubuhnya. Sedangkan Reynand hanya membalas menatapnya datar.
Bodoh! Meskipun tubuhmu tertutupi selimut tapi aku masih ingat rasa tubuhmu itu, batin Reynand.
“S-si-apa kamu?! D-dan ma-mau apa kamu?!” tanya Fara terbata-bata.
Nampaknya Fara takut pada Reynand dan tidak ingat dengannya. Reynand memajukan tubuhnya dengan kedua tangan berada di masing-masing sisi tubuh Fara. Fara merasa dirinya tak bisa kabur dari Reynand, ia semakin menutupi tubuhnya dengan selimut hingga sampai hidungnya. Kedua tangannya memegang erat sisi selimut bagian atasnya. Keadaan Fara sekarang berada di bawah kungkungan Reynand.
Reynand bisa melihat Fara ketakutan dan kening wanita itu kembali berkerut.
“S-siapa kamu?!” tanya Fara dengan satu tarikan nafas.
Reynand menyeringai untuk menakutinya dan mengulang pertanyaan Fara. “Siapa aku?” Dia terkekeh membuat Fara semakin ketakutan. “Aku Reynand. Calon su-a-mi-mu,” jawabnya dengan menekankan kata suami pada Fara.
Mendengar jawaban Reynand, Fara menatap kedua bola mata heterochromia milik Reynand. Sepertinya Fara hanya mengingat bola matanya saja. “Sudah selesai menatap bola mataku, heh? Apa kau tertarik atau… mengingatkanmu pada seseorang?” tanya Reynand sedikit berbisik.
“K-kau?!”
“Iya. Ini aku. Tuan rumah yang mendapatkan tamu tak diundang seorang wanita mabuk karena kekasihnya,” jawab Reynand tenang.
Sepertinya Reynand berhasil membuat Fara ketakutan karena dia mulai melihat keringat di kening wanita itu. Reynand mengarahkan tangan kirinya untuk menghapus keringatnya. “Dan kau tahu bagaimana reaksi orang tuamu jika mereka mengetahui–” Reynand menurunkan selimut Fara hingga bagian perut, “kalau anak perempuan mereka mabuk hanya karena kekasihnya sehingga kehilangan keperawanannya,” imbuh Reynand.
Fara menegang sesaat mendengar ucapan Reynand, “Apa yang kau mau?”
Reynand menyeringai, “Apa yang aku mau? Gampang saja.”
Reynand kembali menyentuh wajah Fara dengan jemarinya. “Aku mau menyentuhmu,” jarinya turun melewati hidung dan bibir Fara, “Menciummu, dan kita melakukannya lagi seperti semalam.”
Fara membuka bibirnya, ingin membalas ucapan Reynand. Namun sebelum ia berhasil mengeluarkan kata-katanya, Reynand sudah terlebih dahulu menguncinya dengan bibirnya. Karena bibirnya sudah terbuka sejak awal membuat Reynand semakin mudah untuk memperdalam ciumannya.
Fara mencoba mendorong tubuh Reynand sehingga membuat Reynand terpaksa mengunci kedua tangan Fara di atas kepalanya sendiri dengan tangan Reynand. Keadaan Fara memang cukup lemah. Bahkan Reynand merasa Fara sudah tidak melawannya.
Reynand menuntun kedua tangan Fara pada leher. Dia ingin merasakan jemari lembut Fara merangkul erat lehernya dan meremas rambutnya, seperti yang waktu malam itu Fara lakukan. Dan keinginan Reynand pun berhasil, sekarang Fara sedang meremas rambutnya kasar dan Reyannd semakin menikmati rasa pada bibir Fara. Mereka berdua terlalu menikmati ciumannya dan membuat mereka tak sadar kalau kedua orang tuanya datang dan menyaksikan kegiatan anak mereka.
“Oh Maaf nak Rey,” ucap Tn. David membuat Reynand menyudahi ciuman mereka. Mereka langsung terduduk dan Reynand melihat wajah Fara sudah sangat merah dengan kedua bibirnya yang membengkak sempurna bercampur saliva mereka di sekitar bibirnya.
“Ah eh Tan-tante. Ma-af. Tadi aku cuma ingin–” ujar Reynand tergagap.
“Rey, Fara kan lagi sakit,” Ny. Arini mengingatkan Reynand.
“Tidak apa-apa nak Rey, justru kami yang ganggu,” ucap Ny. Retno.
Keempat orang yang sudah menonton mereka berdua hanya terkekeh pelan melihat tingkah mereka seperti maling ketahuan. Reynand hanya tersenyum tipis dan mengalihkan pandangannya pada Fara yang sedang menunduk malu. Pandangan Fara hanya terjatuh pada kedua jari tangannya yang saling bertaut.
Tanpa rasa malu lagi pada kedua orang tua mereka, kedua tangan Reynand menopang wajah Fara dan mengangkatnya membuat kedua bola mata coklat milik Fara menatapnya. Kedua ibu jari Reynand mengusap bibir Fara untuk membersihkannya dari bekas ciuman mereka. “Maafin aku yah sudah buat bibir kamu jadi merah,” ucap Reynand dengan halus.
Kedua orang tua mereka hanya tersenyum melihatnya dan Reynand langsung memeluk Fara sejenak. Beberapa detik kemudian dia melepaskannya dan tersenyum manis pada Fara. “Ya sudah sekarang kamu istirahat yah,” ucap Reynand sembari mencium kening Fara. Reynand mendorong Fara agar kembali berbaring lalu menyelimuti tubuhnya. Fara hanya menatapnya datar tanpa menjawab apapun.
Setelah Fara memejamkan matanya, Reynand dan kedua orang tua mereka melenggang keluar meninggalkan Fara sendiri di dalam kamar untuk istirahat. Dan mereka melakukan acara makan malam tanpa Fara. Meskipun begitu Reynand sudah merasa senang.
***