7. MENEPATI JANJI

1954 Kata
Merelakan yang pergi itu menjadi tantangan yang tidak semua orang bisa lakukan. Menatap deretan foto yang terpajang di dinding kamarnya tampak membuatnya sedih. Namun, dengan melepaskan semuanya akan mempermudah semuanya, semoga. Alyn melepaskan satu-persatu foto yang terpajang di sana. Melepaskan sebuah bingkai foto paling besar dan meletakkannya di bawah. Pagi ini, Alyn menepati janjinya kepada diri sendiri. Jika Regan masih hidup, dia akan membuka hatinya untuk Regan. Membuka hati tidak akan mungkin jika Alyn masih memasang semua foto dan mengenang semua kenangan di kamarnya. Genta memang masih betah hidup di dalam hatinya, tetapi laki-laki itu telah pergi entah kemana. Bahkan belum Alyn ketahui sama sekali. Mungkin, ini waktunya untuk move on. Melupakan seorang Genta yang pernah mengisi masa-masa SMA-nya. Alyn tersenyum samar, semua yang Dimas katakan benar. Melupakan atau tidak, hanya tergantung kepada diri kita sendiri. Jika hati tidak mau berusaha, maka Alyn selamanya akan tetap stuck dalam posisi menunggu ketidakpastian seperti ini. Alyn juga tidak mau kehilangan lagi. Terlalu menyakitkan jika harus kehilangan sekali lagi. Berulang kali Alyn mengatakan pada dirinya sendiri jika bisa berdiri kokoh sendirian. Sekarang ada Regan yang perlu diperhatikan dan diberikan seluruh rasanya. Untuk apa terlalu berharap kepada Genta, toh Alyn juga tidak bisa memastikan apakah Genta masih sendiri dan menginginkan dirinya. "Move on, Alyn. Lupakan Genta dan kembali fokus dengan Kak Regan. Kamu sudah punya pacar, kamu harus ingat kenyataan itu." Alyn berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri. Perempuan itu tidak beranjak dari kursi setelah menatap sebuah foto yang sengaja dirinya simpan di dalam laci. Foto laki-laki berambut gondrong, itu adalah abangnya. Jemarinya membelai kaca bingkai foto itu pelan. Lalu kembali memasukkan bingkai itu ke dalam laci kembali. Setelah selesai membereskan semua barang-barangnya, Alyn meminta bu Indah untuk memasukkan semua kardus di kamarnya ke gudang. Dia benar-benar ingin melepaskan masa lalunya mulai sekarang. Setiap orang harus memiliki hidup yang baru. Tentu saja berlaku dengan dirinya juga. Perempuan itu kembali duduk di depan cermin lalu memoles wajah bersihnya dengan make up tipis. Tak lupa parfum kalem menyentuh kulit membuatnya semakin wangi. Alyn tersenyum tipis lalu mengambil tas selempangnya yang digantung tidak jauh dari tempatnya duduk. Menjemput Regan dulu baru pergi ke rumah sakit. Seperti yang sudah dia rencanakan tadi, Regan akan dibawa ke rumah sakit. Setidaknya untuk menemaninya. Sebenarnya, dengan membawa Regan ke rumah sakit akan membuat banyak orang penasaran dengan hubungan mereka. Namun, Alyn sudah bertekad untuk segera mempublikasikan hubungannya dan Regan. Seperti janjinya kemarin. Alyn masuk ke dalam mobilnya dan meletakkan tas selempangnya di jok samping. Mobil itu melesat pelan membelah jalanan, berdesakan dengan banyak kendaraan yang begitu ramai di pagi ini. Memulai hidup yang baru tampaknya tidak akan sulit. Bedanya, Alyn berusaha keras untuk mengikhlaskan masa lalunya bersama dengan Genta. Ya, mulai hari kemarin. Tidak lama kemudian, Alyn sampai di bandara. Perempuan itu memarkir mobilnya. Setelah itu bergegas ke masuk untuk menuju ke tempat menunggu penumpang. Tepatnya di kedatangan luar negeri. Perempuan itu menyempatkan diri untuk membeli minuman di salah satu cafe yang ada di depan bandara. Sesekali menatap jam tangannya untuk memastikan jika pesawat sudah mendarat. Alyn kembali sibuk meminum minumannya dan berdiri di tempat tunggu. Siapa tahu Regan sudah keluar dan tidak melihatnya. Benar saja, Alyn melihat Regan yang sedang berdiri dengan menggeret kopernya. "Kak Regan?" Panggil Alyn dengan sedikit berteriak. Laki-laki dengan setelan kaos warna hitam berlengan pendek dan celana jeans panjang itu berjalan mendekat ke arah Alyn yang tersenyum lebar ke arahnya. Regan—nama yang begitu indah dan pas untuk laki-laki yang berada di dalam pelukan Alyn itu. Wajah tampannya dengan senyuman manis yang membuatnya semakin cemerlang. "Kangen," lirih Alyn ketika memeluk Regan yang lebih tinggi darinya. Regan tertawa, "untung enggak jadi mati kemarin." Candanya yang membuat Alyn menatapnya tidak suka. "Bercanda Yang," Regan mengelus kepala Alyn dengan sayang, mencium kening perempuan itu cukup lama. Alyn kembali memeluk Regan dan mencium pipi laki-laki itu. Setelah selesai kangen-kangenan, Alyn dan Regan berjalan keluar dari bandara. Dengan tangan kanan Regan yang merangkul pundak Alyn. Mereka berdua tampak sangat bahagia. Layaknya pasangan kekasih yang begitu saling mencintai. Tanpa ragu, Alyn mengemudikan mobilnya ke rumah sakit. Setelah sampai, Regan sedikit ragu untuk turun karena tidak pernah datang bersama dengan Alyn. Selama ini, Alyn menyembunyikan hubungannya rapat-rapat. Sehingga akan terlihat aneh ketika Alyn berjalan bersama dengan seseorang. Wajah Alyn sudah kembali cerah, tak semendung kemarin. Perempuan itu sempat menyapa tukang parkir yang berjaga di dekat mobilnya, lalu pak satpam yang berdiri di dekat pintu, dilanjutkan beberapa pekerja rumah sakit yang ada di sana. Semua orang tampak memperhatikan keduanya. Lebih tepatnya ke arah Regan yang berjalan sejajar dengan Alyn. "Naura," sapa Alyn ketika melihat Naura yang membawa papan kayu keluar dari sebuah ruangan. Perempuan itu menoleh, terkejut karena Alyn memanggilnya. "Mau mengembalikan tempat makan kamu. Tapi diganti pakai ini, ya. Saya enggak bisa masak seenak buatan Ibu kamu." Puji Alyn yang memberikan sebuah bungkusan berisi brownies mahal yang sempat Alyn beli sebelum datang ke rumah sakit. "Harusnya tidak perlu repot-repot seperti ini, Dokter Ralyn. Padahal masakan kemarin hanya sederhana, sekarang kenapa jadi makanan mahal kaya gini." Ucap Naura tidak enak. Alyn hanya tersenyum tipis, Regan yang berada disamping Alyn sangat menarik perhatian. Banyak orang yang penasaran dengan hubungan keduanya. Namun tidak ada yang berani bertanya tentang siapa Regan sebenarnya. "Pacarnya, Dok?" Tanya Naura yang menggoda Alyn. Regan yang mendengar pertanyaan itu hanya diam. Tidak berani untuk menjawab apalagi menatap wajah Alyn. Selama lima tahun, mereka backstreet. Tidak ada yang tahu soal hubungan mereka kecuali Dimas dan Rere. Itu saja mereka tidak sengaja tahu. Alyn melirik Regan yang tiba-tiba diam. "Iya!" Jawab Alyn singkat, membuat Regan mendongakkan kepalanya tidak percaya. Bagaimana seorang Alyn bisa mengakui hubungan mereka? Naura tampak senang mendengar jawaban Alyn. Beberapa orang yang mendengarnya tiba-tiba lesu. Para fans Alyn dari kalangan anak koas sampai dokter senior pun harus patah hati sebelum berjuang. Mereka kira, Alyn tidak akan memiliki kekasih dalam waktu dekat. Sayangnya, Alyn berani go publik tentang hubungan mereka. "Kenalin Yang, ini anak koas. Naura namanya. Dia sering bantuin aku di rumah sakit." Ucap Alyn kepada Regan. Laki-laki itu menjabat tangan Naura sembari tersenyum, "Regan." "Naura," balas Naura. Mereka berbincang sebentar lalu Alyn kembali dengan tugasnya di rumah sakit. Sedangkan Regan menunggu di sekitar sana sambil bermain ponsel. Sebenarnya sedikit tidak nyaman karena dipandangi oleh beberapa orang, namun Regan sok bodo amat saja. Sesekali, rekan-rekan Alyn menyapa dan Regan balas dengan ramah. Setidaknya Regan bahagia, sangat bahagia. Ketika Alyn akhirnya mau mempublikasikan hubungan mereka berdua. ### Alyn masih berada di kamar tamu, tempat yang akan Regan tempati untuk beberapa hari ke depan. Alyn merapikan beberapa pakaian Regan dan memasukkannya ke dalam lemari. Sedangkan Regan sendiri sedang keluar, katanya membeli martabak di dekat minimarket yang mereka lewati tadi. Ada sebuah kaos yang membuat Alyn tertarik, itu adalah kaos pemberian Alyn beberapa tahun lalu ketika Regan ulang tahun. Memang, Alyn tidak pernah melupakan hari-hari spesial di antara mereka. Namun, Alyn tetap salah karena seperti sedang mempermainkan perasaan. Waktu lima tahun tidak sebentar, mereka seharusnya sudah bicara ke tahap yang lebih serius. Mau dibawa kemana hubungan mereka? Semua kesalahan Alyn, tentu saja. Andaikan perasaannya kepada laki-laki lain tidak ada, mungkin mencintai Regan tidak akan seberat yang dirinya bayangkan. "Melamun? Mikirin apa?" Tiba-tiba Regan masuk ke dalam kamar dan duduk di depan Alyn. Alyn hanya menggeleng, "enggak mikirin apa-apa." "Kamu ... Udah dapat kabar tentang Genta, Yang?" Tanya Regan yang mendapat gelengan kepala dari Alyn. Regan tahu tentang Genta, Rere yang menceritakan semuanya. Awalnya Regan hanya kasihan kepada Alyn, namun lama-kelamaan rasa kasihan itu berubah menjadi cinta. Setelah kepergian Genta, Regan yang ada disamping Alyn. Menemani dari satu langkah ke langkah yang lainnya. Mengajak Alyn bicara, menemani Alyn tes masuk perguruan tinggi, mengajari Alyn banyak hal. Laki-laki itu tidak banyak meminta. Kesalahannya adalah memaksa Alyn untuk mau menerima cintanya. Dan tahu sendiri? Walaupun sudah pacaran selama lima tahun, Alyn tidak pernah membahas hubungan mereka. Regan pun tidak berani menyinggung hubungan mereka, karena merasa tidak enak dengan Alyn. "Katanya, novel kamu mau dijadikan film. Tapi kalau enggak ijin ke Genta, susah juga ya? Mau aku bantu buat cari Genta?" Tanya Regan kepada Alyn. Perempuan itu menggeleng lalu mendekat ke arah Regan dan memeluknya. "Enggak usah bahas dia lagi, ya. Aku udah enggak pengen memfilmkan novel itu. Uangku juga udah banyak, aku enggak perlu nambah uang lagi." Canda Alyn yang membuat Regan tertawa. Regan mengelus kepala Alyn dengan sayang. "Ke bawah yuk, katanya mau nonton film. Aku udah beli martabak lho." Alyn mengangguk, mereka berjalan menuju ruang keluarga, di mana ada satu televisi besar berada di sana. Televisi itu tampak baru karena selama ini Alyn jarang nonton. Selain dia sibuk, Alyn tidak terlalu suka sinetron yang sering ditayangkan. Mungkin, jika menonton televisi pun, Alyn memilih memutar film-film berdurasi satu sampai tiga jam. Mereka duduk bersebelahan dengan antusiasme yang sama. Regan adalah orang yang sangat menyukai film dengan genre apapun. Asalkan cocok, Regan pasti menontonnya. Untuk masalah perfilman apa yang bagus bulan ini misalnya, Regan akan langsung bisa menjawabnya. Sedangkan Alyn, dia memang suka nonton namun tidak se-fanatik Regan. Sesekali Alyn menonton juga untuk menemani Regan saja. Kadangkala, Regan yang menemani Alyn untuk pergi ke perpustakaan walaupun akhirnya Regan numpang tidur di sana. Walaupun pintar, Regan tidak terlalu suka membaca seperti orang pintar lainnya. Ketika film diputar, mereka berdua hanya diam. Alyn sudah memakan martabak telur yang masih panas, menikmati makanan itu sendirian karena Regan terlalu fokus dengan filmnya. Mereka cukup lama diam, sampai ada adegan yang cukup intim dari pemain. Keduanya tidak tahu jika akan ada agedan seperti itu. Sampai akhirnya Alyn memalingkan wajahnya, sedangkan Regan buru-buru mencari remot untuk mematikan televisi itu. Regan memakan martabak yang masih sisa sedikit. Rasanya canggung padahal semua 'kan hanya masalah film. "Ke balkon?" Tawar Alyn yang memecahkan keheningan di antara mereka. Regan mengangguk, "boleh! Kayanya lebih enak duduk-duduk di balkon dan cerita panjang lebar." Alyn tersenyum, mereka berjalan menuju balkon. Menatap hamparan bintang di angkasa lalu diam cukup lama. Sebenarnya Alyn tidak tahu mau bicara apa lagi. Canggung dan aneh karena sudah lama tidak bertemu. Beberapa kali ada pesan masuk ke ponsel Regan. Laki-laki itu tampak mengerutkan keningnya lalu sedikit berpikir. "Ada masalah?" Tanya Alyn. Regan menggeleng, "ada pekerjaan baru aja. Maaf ya Yang, jadi mainan handphone." Alyn tersenyum, "enggak pa-pa kok, namanya juga kerjaan. Kalau udah terkenal mah beda." Alyn menggoda Regan yang hanya bisa tertawa. Laki-laki itu membuat Alyn merasa memiliki rumah untuk pulang. Setidaknya, Alyn merasa jika jalan yang dia lalui sudah benar dan tidak menyakiti hati Regan kembali. Setelah selesai mengurusi semuanya, Regan kembali memasukkan ponsel warna hitam itu ke dalam sakunya lalu kembali fokus kepada Alyn. "Kamu kurusan," lirih Regan yang melihat Alyn dari atas sampai bawah. "Iya, sering banget aku begadang, Kak. Pernah, gara-gara lubang di jalanan, bikin UGD sibuk. Sehari bisa sampai banyak kasus kecelakaan. Capeknya, jangan ditanya lagi." Curhat Alyn soal pekerjaannya. "Jadi kurang ya istirahatnya? Kamu gimana? Enggak pa-pa?" Tanya Regan yang mengelus kepala Alyn. Rindu sekali melakukan hal ini kepada perempuan di depannya. Alyn mengangguk, "kadang berat sih, Kak. Soalnya 'kan sampai lemes gitu. Tahu sendiri, efek belum tidur kaya apa. Pasti lemes, kaya mual gitu, dan pusing. Kaya sepaket lengkap!" "Kaya kata kamu waktu itu : dokter sudah dilatih jarang tidur semenjak menjadi mahasiswa kedokteran. Iya 'kan?" "Bener banget, Kak. Tapi manusia ini masih suka ngeluh capek. Apalagi ya Kak, kalau dapat pasien yang sedikit cerewet. Parah!" Regan tertawa, dia sangat suka ketika Alyn berbagi keluh-kesahnya seperti ini daripada harus mengatakan tidak apa-apa terus-menerus. Regan juga ingin menjadi orang yang penting dalam kehidupan Alyn walaupun sedikit. "Aku senang setiap kali kamu mau berbagi sama aku, Yang. Aku jarang banget bisa meluangkan waktu buat ketemu sama kamu. Sering banget ke luar kota, ke luar negeri, kadang juga dekat tapi enggak bisa sering-sering ketemu." Alyn tersenyum tipis, "aku bakalan selalu cerita kaya gini ke Kakak. Kita 'kan sama-sama sibuk. Jadi memang waktunya gitu. Aku juga kadang enggak bisa angkat telepon Kakak kalau ada yang mendesak. Kita saling pengertian aja, ya." Pengertian. Alyn baru akan mencoba hal itu. Namun, apakah Regan masih bisa bersabar untuk menunggu hal itu? ###
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN