Chapter 3 - Aku Mau Pulang!

1354 Kata
CHAPTER 3 – Aku Mau Pulang! Arkan duduk termenung di depan sepeda motor yang sudah siap ia kerjakan. Bukannya dia langsung mengerjakan apa yang di minta customernya sesuai yang tertulis dalam lembar perintah kerja bengkel, malah dia termenung dan hanya melihat sepeda motor yang ada di depannya, dengan memegang lembar perintah kerja bengkel yang ada di clipboar. “Woy... ngelamun aja!” seru Fajar dengan menyenggol lengan Arkan. “Kalau sedang tidak konsen bekerja, sana masuk ke dalam, rebahan sambil bucin mikirin Thalia. Salah sendiri mau di tinggalin Thalia,” imbuh Fajar. “Apaan sih! Aku enggak mikir Thalia, aku mikir Danish!” ucap Arkan dengan membuang lap yang ia pegang. “Bentar-bentar, Danish?” tanya Fajar. “Hmmm... dia semakin dekat dengan Thalia,” jawab Arkan. “Danish sepupu kamu itu, kan? Anaknya Om Zidane?” tanya Fajar lagi. “Iya, cerewet banget, sih!” tukas Arkan. Arkan semakin merasa takut saja, Thalia semakin dekat dengan Danish. Apalagi kalau Thalia tidak mau berangkat kuliah dengan Danish, pasti Danish juga tidak akan berangkat kuliah, dan Monic, mamahnya Danish akan membujuk Thalia dan memohon pada Thalia agar mau berangkat dengan Danish. “Apa aku harus rela, jika suatu saat Thalia bersama Danish? Enggak, aku tidak mau, aku tidak  akan membiarkan semua itu terjadi,” gumam Arkan. Arkan selalu berpikir akan terjadi hal yang tidak bisa dia bayangkan. Pasalnya, Danish sepupunya, sudah sakit-sakitan sejak masih SMA. Dia mengidap penyakit yang tidak bisa di sembuhkan. Jadi, semua keinginan dia, orang tuanya pasti menurutinya. Arkan sangat khawatir kalau Danish menyukai Thalia, dan ingin memiliki Thalia. Pasti apapun keinginan Danis akan dituruti oleh kedua orang tuanya. Termasuk menginginkan Thalia atau bahkan menikahi Thalia. “Ini tidak boleh terjadi, aku tidak mau semua ini terjadi. Aku percaya Thalia, pasti dia tidak akan mengingkari janjinya. Dia hanya ingin mencari ilmu di sana, bukan mencari laki-laki lain untuk menggantikan aku. Aku percaya itu. Thalia tidak akan melakukan hal seperti itu,” gumam Arkan. Arkan mencoba konsentrasi dalam pekerjaannya, tapi dia benar-bernar tidak bisa. Apalagi saat tadi Thalia video call dengan menangis karena dia kangen dengan dirinya, itu membuat Arkan tidak tenang. Dia tahu kalau Thalia menyembunyikan sesuatu. ^^^ Thalia keluar dari kelasnya. Dia sebenarnya ingin pulang sendiri untuk ke toko buku, untuk mencari buku referensi. Tapi, di depan kelasnya sudah ada Danish yang menunggunya. “Sudah tidak ada kelas lagi, kan?” tanya Danish. “Iya, tapi aku mau ke toko buku, Dan,” jawab Thalia. “Ayo aku antar,” ucap Danish. “Danish, aku bisa sendiri, kamu pulang saja, lagian hari ini kamu harus check-up, kan?” ucap Thalia. “Iya, masalah check-up aku bisa menundanya, yang penting aku menemani kamu ke toko buku,” ujar Danish. “Tidak bisa gitu dong, Dan? Kesehatan kamu lebih penting,” ucap Thalia. “Oke, kita pulang saja, nanti aku bisa lain waktu pergi cari bukunya. Nanti yang ada Tante Monic yang mengkhawatirkan kamu,” ucap Thalia dengan nada yang sedikit kesal. Thalia akhirnya pulang dengan Danish. Dia sebenarnya tidak hanya ingin ke toko buku saja, dia juga ingin ke sebuah teman, untuk mencari kedamaian untuk mengobrol dengan Arkan lewat video call. Hal seperti itu sudah jarang Thalia lakukan setelah dia mengenal Danish. “Quality Time ku dengan Arkan jadi berkurang karena manusia manja macam Danish! Hidupku benar-benar bagai di dalam neraka!” umpat Thalia dalam hatinya. Thalia sudah berada di dalam mobil bersama Danish. Thalia masih menampakan wajahnya yang kesal, karena Danish. Sekarang, Danish benar-benar jadi penghalang hubungannya dengan Arkan. Ponsel Thalia berdering, dia tidak langsung mengambil ponselnya, karena dia tahu kalau itu bukan Arkan yang memanggil. Nada dering untuk Arkan dia khususkan, baik itu panggilan atau chat. Thalia tahu, paling juga Mamahnya Danish yang menelepon Thalia untuk memberitahu kalau Danish harus cepat pulang karena mau check-up. Sudah lima kali ponsel Thalia berdering tapi dia tidak mengangkatnya. “Thalia, kamu kenapa tidak mau mengangkat teleponnya?” tanya Danish. “Hmmm... malas saja, aku pusing, Dan. Hari ini banyak tugas,” jawab Thalia. “Nanti aku bantuin kalau aku pulang check-up. Itu diangkat dulu teleponnya, kali aja penting, Lia,” ucap Danish. “Iya, ini aku angkat,” jawab Thalia. Benar sesuai dugaan Thalia, kalau yang meneleponnya adalah Monica, mamahnya Danish. “Kan, aku bilang apa? Pasti manusia ini yang menelepon. Menyusahkan saja!” umpat Thalia dalam hatinya. Dengan berat dia mengangkat telepon dari Monica. Thalia tahu, paling Monca menyuruh Danish pulang cepat karena mau Check-up. “Hallo, tante,” ucap Thalia. “Nak, jangan mampir-mampir, ya? Hari ini jadwalnya Danish Check-up,” ucap Monica. “Iya, tante, ini juga mau pulang,” jawab Thalia dengan suara datar. Thalia mengakhiri teleponnya, dia memasukan kembali ponselnya ke dalam tasnya. Danish hanya memandangi Thalia yang wajahnya sedikit kesal. “Mamah kamu menelepon, kamu di suruh cepat pulang, Dan,” ucap Thalia. “Iya,” jawabnya. “Kamu mau menemani aku check-up?” tanya Danish. “Maaf, banyak yang akan aku kerjakan hari ini,” jawab Thalia. “Termasuk dengan menelepon atau video call denga Arkan?” tanya Danish dengan wajah yang sedikit kesal. “Iya, karena itu hal wajib, untuk memberi kabar pada Arkan. Kamu tahu hubungan jarak jauh? Ya seperti ini, harus saling percaya, harus tau waktu kapan punya Quality Time bersama, pokoknya seperti itu,” jawab Thalia. “Jadi kamu tidak mau menemani aku Check-up karena mau menelepon Arkan?” tanya Danish lagi. “Iya, lebih tepatnya seperti itu,” jawab Thalia Danish hanya diam saja, mendengar jawaban dari Thalia. Dia benar-benar tidak rela Thalia selalu mengutamakan Arkan. Memang Thallia adalah kekasih Arkan, tapi dia juga sangat mencintai Thalia dan ingin sekali memilikinya. “Kamu penyemangatku untuk hidup, Thalia. Kamu yang membuat aku kuat hingga sejauh ini. Padahal dokter sudah memvonis umurku yang hanya hitungan bulan saja, tapi setelah mengenalmu, aku mencoba untuk bertahan lebih dari Vonis dokter yang di tentukan,” gumam Danish. Thalia hanya diam, dia dari tadi menunggu balasan pesan dari Arkan yang tidak kunjung di balas. Dia memang sudah janji dengan Arkan seusai pulang kuliah akan meneleponnya, tapi dia tidak jadi keluar dan ke suatu tempat untuk mengobrol dengan Arkan lewat telepon. “Apa Arkan sedang sibuk? Harusnya dia jam segini sudah tutup bengkel, dan sedang santai habis sholat isya. Lebih baik aku tunggu saja di rumah,” gumam Thalia. “Lia, jadi benar kamu tidak mau menemani aku untuk Check-up?” tanya Danish lagi. “Iya, Dan. Aku sudah janji dengan Arkan, ingin meneleponnya sepulang kuliah,” jawab Thalia. “Ya sudah aku batalin tidak check-up,” ucap Danish. “Kamu jangan seperti anak kecil, dong! Kamu ngerti aku dikit kenapa sih? Aku ingin hidupku bebas tanpa di atur kamu, Dan! Aku punya duniaku sendiri, tidak harus tiap hari sama kamu!” ucap Thalia dengan kesal dan dengan suara yang keras. “Pak, berhenti di sini! Aku sudah muak dengan semua ini!” Thalia meminta sopir pribadi Danish menghentikan mobilnya. “Tapi, Non,” jawabnya. “Hentikan atau aku akan semakin murka di sini!” perintah Thalia. “Lia, Lia, bukan aku mengekang kamu, Lia. Aku hanya ingin kamu menemani aku check-up saja,” pinta Danish. “Aku tidak bisa! titik!” tegas Thalia. “Pak, kalau tidak mau menurunkan aku, antar aku pulang sekarang!” pinta Thalia. “Pak, kita langsung ke rumah sakit!” perintah Danish. “Aku mau pulang!” pinta Thalia. “Jadi saya harus gimana ini?” tanya sopir pribadi Danish. “Bapak bekerja dengan saya, jadi menurutlah sama saya!” tegas Danish. Thalia semakin murka dengan keadaan saat ini. Beruntung Arkan belum juga membalas pesannya, jadi Thalia menuruti dulu apa yang diingkan Danish saat ini. “Dasar lelaki penyakitan! Kalau kamu gak penyakitan, aku dengan mudah mengumpat di depan wajahmu, aku takut kamu mati saja, saat aku murka di depan kamu, aku bicara kasar saja wajahmu sudah pucat mau mati!” umpat Thalia dalam hatinya. “Aku ingin di sisa hidupku, kamu menemaniku, Thalia. Meski tanpa cinta sedikitpun dari kamu. Karena aku sangat mencintaimu. Aku tidak peduli kamu kekasih saudara sepupuku sendiri. Karena yang aku inginkan, kamu bisa menjadi istriku dan menemaniku di sisa hidupku yang tidak lama lagi,” gumam Danish.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN