2# Pernikahan Tanpa Khitbah

1605 Kata
Illyana menatap dirinya di depan cermin. Tubuh mungil berbalut gamis kebaya dan riasan ala pengantin sudah melekat di wajah ayunya. Satu minggu yang lalu saat disetujui seseorang berkunjung ke rumah hari ini jugalah diputuskan bahwa pernikahan Illyana dengan Diftan lelaki yang dijodohkan kedua orangtuanya akan dilaksanakan satu minggu setelahnya. "Illyana, bagaimana Nak? Apa kamu setuju dengan perjodohan ini," tanya Fadli Papanya saat itu. Meskipun ini perjodohan tapi Fadli dan Annisa tidak mau mengambil keputusan tanpa meminta lebih dulu pada Illyana. "Insya Allah Illyana siap Ma, Pa." Jawab Illyana yang tidak ingin mengecewakan orangtuanya. Berbakti kepada kedua adalah untuk menunggangi Illyana, dan dia akan melakukan itu dengan hati yang ikhlas. Lagi pula Illyana percaya apa yang sudah dipilihkan oleh kedua orangtuanya adalah apa yang sudah Allah tetapkan untuknya. Illyana masih mengingat pertemuan dengan Diftan seminggu yang lalu. Pertemuan pertama dan sekaligus pinangan untuknya. Kesan pertama saat mereka bertemu Illyana menghargai Diftan sosok yang tidak banyak bicara dan lebih banyak diam. Mungkin ini karena mereka baru pertama kali bertemu. Begitu batin Illyana. Tidak ada kontak fisik saat mereka bertemu, Illyana hanya melihat sekilas wajah tampan Diftan, ia tidak berani berlama-lama memandang lelaki yang belum sepenuhnya halal untuknya. "Illyana," "Diftan." Diftan mengulurkan persetujuan namun hanya memenangkan Illyana dengan menangkupkan kedua membantah. Masih ingat juga saat Illyana berkenalan dan mengutip namanya pada Diftan. Jantung Illyana berdegub kencang kala itu, bahkan ia dan Diftan tidak banyak mengobrol, tetapi dari cerita Om Anwar papanya, Illyana percaya kalau Diftan adalah sosok yang baik. Illyana percaya apa yang sudah di gariskan untuknya adalah ketetapan dari yang Maha Kuasa. Ia akan ikhlas dan ridha menyelesaikan semuanya. Meskipun jodoh, rejeki, dan maut sudah tertulis jelas di Lauhul Mahfuz, hanya usaha dan doa yang akan mengubah semua menjadi lebih sesuai dengan harapan kita. Suasana kediaman kedua dilihat Illyana sudah ramai sejak pagi, tamu-tamu sudah banyak yang hadir hanya sedikit dan tidak terlalu banyak, menerima persiapan acara pernikahan ini hanya satu minggu, sehingga kedua-duanya Illyana hanya mencari teman dan keluarga dekat saja. Hati Illyana berdebar kencang menunggu saat-saat ijab kobul selesei diucapkan. Ini adalah awal dari kehidupan baru yang akan dijalani oleh Illyana. Tidak ada hati dalam hati syukur selalu panjatkan, Allah mempertemukan ia dengan jodohnya di usia yang masih terbilang muda, 21 tahun. 'Berkahi selalu langkahku ya Allah, aku percaya dengan kisah yang sudah ditiru tetapkan untukku, berkahi pernikahan ini, jadikan aku perempuan yang bisa selalu menyejukkan jika aku ingin menikah, jadikan aku sebagai pengobat dikala lara, jadikan cintanya dan cintaku karena alasan untuk lebih sukaaimaimu ya Rabi. ' doa Illyana di dalam hati. Diftan sudah duduk di depan penghulu dan Fadli calon ayah mertuanya. Di sebelahnya ada pak Anwar Papanya dan sahabat Angga sepupunya yang menjadi saksi dalam pernikahannya. "Li, lo serius kan dengan pernikahan ini? Gue harap lo nggak buat ini sebagai permainan semata." cerca Angga beberapa hari yang lalu Diftan menyatakan ia setuju akan menikahi Illyana. "Kenapa lo bisa berpikir begitu Ga?" tatap Diftan pada Angga. "Illyana cewek yang sangat baik Li, cewek yang selalu suka pandangannya, gue harap lo nggak akan mempermainkan dia seperti pacar-pacar lo sebelumnya." Diftan menoleh Angga, menyelidik, mengapa sepupunya itu bisa sangat tahu sekali tentang Illyana. "Tahu darimana lo tentang dia?" selidik Diftan bertanya. "Mau tahu dia saat menghadiri seminar di kampus tempatnya kuliah, tapi jangan berkenalan dengan resmi, tapi aku yakin dia perempuan yang sangat baik dan pantas." terang Angga pada Diftan. "Apa lo udah ceritain semuanya sama dia Li?" Pertanyaan Angga membuat Diftan terdiam. "Ayo kenal sama dia, dan nggak ada waktu buat cerita. Lagipula apa artinya buat dia," Diftan teringat kalau ia menyimpan sesuatu yang hanya bisa dipahami oleh Angga dan Anwar papanya. "Jangan begitu Li, biar dia akan jadi istri lo, dia berhak tahu segalanya tentang lo." katakan Angga lagi menasihati. "Gue nggak ada waktu. Lagipula pernikahan ini juga atas kemauan dia, jadi dia harus terima apapun itu resikonya nanti." Angga hanya mengubah tampilan melihat sepupunya yang tidak pernah berubah itu. Keras kepala dan semaunya sendiri. <<<< 'Cantik' tentang kata pertama dalam hati Diftan kunjungan yang lalu saat pertama kali bertemu dengan Illyana. Namun ia jauh-jauh rasa jauh-jauh rasa kagum yang pernah dihampiri gembira. Diftan tidak peduli dengan pernikahan ini, Diftan mau hanya dilakukan menuruti kemauan Papanya. Diftan tidak percaya dengan yang namanya cinta. Kalau cinta itu ada, kenapa ia dan Mamanya diam? Kalau cinta itu nyata, kenapa Papanya harus menghianati Mamanya. Begitulah batin Diftan dalam hati. Tangan Diftan sudah berhasil dengan mudah pak Fadli calon papa mertuanya. Dalam satu kali tarikan nafas Diftan berhasil mengucap kalimat sakral ijab kabul. "Bagiamana saksi?" "Sah," "Sah," "Sah," Penghulu mengucap kata 'sah' di iringi oleh semua yang hadir menyaksikan ijab kabul itu. Sekarang halal sudah Illyana untuk Diftan. Mereka sudah sah dan resmi menjadi suami di mata hukum dan agama. "Alhamdulilah ya Allah," ucap Illyana saat mendengar ijab kabul sudah selesei. "Illyana Sayang, mari Mama antar bertemu dengan suamimu," Annisa Mamanya membimbing Illyana untuk menghampiri Diftan. Jantung Illyana berdegub kencang mendengar kata 'suami' yang diucapkan mamanya. Tanggung jawab baru sebagai istri telah menunggu Illyana, kini ia bukan lagi anak perempuan kesayangan kedua orangtuanya, "Assalamuallaikum Mas," ucap Illyana saat ia sudah berada di samping Diftan. Ada yang mengganjal di hati Illyana saat melihat wajah raut Diftan yang datar dan tanpa senyum. Dia berpikir mungkin menyukai itu sama dengan gugupnya tentang makanya Diftan terlihat tak acuh dan dingin. "Waalaikumsalam," jawab Diftan saat Illyana mencium kembali meminta. Sesaat gadis cantik yang baru beberapa menit yang lalu resmi menjadi seorang istri itu tampak tertegun, Diftan tidak mencium keningnya layaknya seorang suami yang baru saja mengucap ijab seperti yang biasa ia saksikan. 'Mungkin Mas Diftan malu karena di sini banyak orang.' batin hati Illyana yang selalu berusaha berprasangka baik. Malam pertemuan acara penerimaan di hotel berbintang dan cukup mewah. Banyak tamu undangan yang datang ke acara resepsi Diftan dan Illyana, termasuk rekan Diftan sesama dokter. "Dif, selamat ya, semoga kalian bahagia." Seorang perempuan yang merupakan rekan sesama dokter memberi selamat pada Diftan dan Illyana saat di atas pelaminan. "Kau tahu kan ini bukan kemauanku." ucapan Diftan yang setengah berbisik samar-samar terdengar oleh Illyana. Ada yang aneh dengan pandangan Diftan dan perempuan saat Illyana tanpa sengaja memperhatikan mereka. Apalagi saat telinga Illyana tanpa sengaja mendengar Diftan yang mengatakan sesuatu pada perempuan tadi. "Maaf Cindy apa yang sudah selesei? Aku juga ingin memberi selamat pada kedua pengantin baru ini." ucapan Angga yang ada di belakang gadis bernama Cindy yang menyadarkan Diftan dan gadis itu. "Selamat Li, Illyana. Semoga Allah selalu memberkahi pernikahanmu, lo beruntung Li bisa menikahi bidadari secantik Illyana, bahagiakanlah istrimu," ucap Angga saat Cindy sudah dapat dibawa dari pelaminan. "Terimakasih kak Angga," ucap Illyana namun Diftan hanya diam mendengar selamat datang dari Angga sepupunya. Para tamu sudah banyak yang pamit. Kedua menginap Illyana juga akan pamit pulang, sementara Diftan dan Illayana akan menginap dua hari di hotel tempat mereka mengadakan resepsi. "Bahagia selalu ya Sayang," Annisa tak bisa membendung tangisnya saat pamit pada putri semata wayangnya yang kini sudah menjadi seorang istri. "Terimakasih Mama, kenapa menangis," Illyana mengahapus airmata di kedua sudut mata Mamanya, namun ia sendiri juga tidak bisa menahan tangisnya. "Kamu juga Nak, kenapa menangis, sekarang sudah menjadi istri, Illyana nggak boleh manja dan cengeng lagi ya Nak," Illyana memeluk erat Mamanya. "Illyana menangis karena bahagia Mam, insya Allah ya Mam, doain Illyana biar bisa menjadi istri yang tegar dan kuat yang akan selalu bisa di belakang suamiiku dalam keadaan apa pun." "Doa kami selalu menyertaimu Nak. Semoga bahagia selalu menyelimuti rumah tangga kalian." ucap Annisa mendoakan Illyana. "Mas mau mandi?" tanya Illyana saat ia dan Diftan sudah berada di kamar hotel yang sudah di pesankan pak Anwar Papa Diftan untuk mereka. "Aku ingin keluar! Tidak mau menungguku kalau ingin tidur." ucap Diftan dingin dan berlalu meninggalkan Illyana sendiri di dalam hotel. Hati Illyana sedih mendengar ucapan Diftan yang tak acuh sedikitpun membantah. Tapi lagi-lagi ia mencoba untuk berpikir positif. Jam menunjukkan pukul dua dinihari saat Illyana terbangun dari tidurnya. Illyana baru bisa tidur jam lalu, berpikir memang terbaring, berpikir pun terpejam, namun pikirannya melayang bertanya-tanya, manfaatnya sampai selarut ini belum kembali dan membawanya sendiri di dalam kamar hotel. Illyana bangun dan segera mengambil wudhu untuk melakukan tahajjud. Illyana bersimpuh dalam sujudnya, mengadukan semua keresahan dan kegelisahan yang kini bergelayut dalam penguatan. "Ya Allah ya Rabb, yang maha membolak-balikan hati. Tolong minta kepadamu bukakan lah hati agar aku biriku bisa menerimaku, jika cinta itu ada tolong tunjukanlah, jika cinta itu ada, tolong hadirkan rasa itu di dalam. ikhlas ya Rabb, aku setuju akan menjadi suami yang baik untuk suamiku, berkahilah pernikahan kami, jadikanlah cinta yang ada di antara kami sebagai alasan untuk lebih menumbuhkan rasa cinta kepadamu ya Allah. , bimbinglah aku ya Rabb, jadikan kuarga kami Sakinah, Mawwadah, Warrohmah. " Illyana tergugu dalam tangisnya antara doa yang terucap. Tidak ada yang lebih baik untuk memohon dan berkeluh kesah selain Yang Maha Kuasa. "Dimana kamu Mas ,? Kenapa sampai jam segini belum kembali juga." Illyana melirik jam di handphone-nya, sudah lebih macet tiga hari dulu tapi Diftan belum kembali juga. Tidak ada yang lebih sulit dari ini. Illyana sudah resmi menjadi seorang istri, namun di malam pertama yang dikeluarkannya dengan indah, disetujui sudah keluar ia berangkat. Orang bilang malam pertama adalah malam yang paling indah untuk diundang suami yang baru saja mengikrarkan janji suci. Tapi apa yang ditangkap Illyana berbanding terbalik dengan apa yang biasa orang ceritakan. Ia tidur, tidak ada Diftan yang memeluk dalam tidurnya. Tidak ada kecupan sayang di keningnya. Bahkan setelah resmi pun, Diftan belum mengatakan kata 'cinta' untuknya. Illyana tidak berkecil hati. Karena semua butuh proses, Illyana tetap percaya kalau Allah sudah mentakdirkan ia berjodoh dengan Diftan, pasti Allah juga akan memberikan cinta untuk mereka. ~~~~~~~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN