Delapan

908 Kata
Kening Kemala mengernyit mendengar keributan dari depan toko. Kemala beranjak, saat akan keluar dari gudang, tiba-tiba Satria menghadangnya tepat di depan pintu. Kemala mendongak, menatap sorot mata tajam Satri. "Ada apa, Mas?" Dengan napas terengah, Satria menggeleng. "Kamu diam dulu di sini, nanti baru keluar sesudah sepi." Kening Kemala semakin mengernyit kebingungan. "Loh, memang ada apa di depan?" Satria menyeka keringat di keningnya, mengembuskan napas perlahan. "Biasa, konsumen lagi ngamuk-ngamuk." Kemala menggeleng. "Terus hubungannya sama saya apa sampai nggak boleh keluar dulu. Siapa tahu gara-gara pelayanan saya, kan?" Satria merentangkan kedua tangannya menghalangi jalan Kemala. "Kamu nurut dulu ya, sekali aja sama saya. Demi mengamankan nama baik kamu." Kemala bergeming, dalam hatinya bertanya-tanya mengapa bisa masalah konsumen berhubungan dengan nama baiknya? Tanpa aba-aba, Kemala menunduk melewati lengan Satria, bergegas lari ke depan toko. Seketika langkah Kemala terhenti di ambang pintu penghubung saat melihat siapa yang sedang Dian tenangkan. Senyum miring tersungging, perlahan Kemala kembali melangkah. "Ada apa, Ian?" Dian menoleh, mengusap wajah kasar karena tahu kegaduhan di toko akan semakin menjadi setelah mereka bertemu. "Mas Bos nggak nahan kamu, Kem? Ngapain keluar segala, sih?!" Laksmi yang dipaksa duduk, seketika berdiri menghampiri Kemala. Sorot matanya berapi-api penuh amarah. "Dasar w************n!" Tangan Laksmi melayang di udara hendak menampar Kemala, tetapi urung ketika melihat Kemala bersedekap, memajukam wajahnya seolah sedang menantang. "Kenapa nggak jadi tampar aku, Mbak? Bukannya mau nampar, ya?" tanya Kemala dengan nada mengejek. "Jauhin suami aku!" tekan Laksmi menatap tajam Kemala. Kemala tersenyum sinis, merapikan rambutnya. "Aku nggak masalah sih jauhin Mas Santo, tapi masalahnya apa Mas Santo bersedia berpisah sama aku?" Laksmi menunjuk Kemala sangat dekat seolah ingin mencongke kedua mata Kemala yang memancarkan keangkuhan. "Kamu nggak kasihan sama aku, Kem?" Seketika Kemala tertawa sumbang, bersedekap. "Apa itu kasihan? Hampir lupa aku, Mbak." Laksmi menutup wajahnya, kemudian menangis. "Aku minta nurani kamu sebagai sesama perempuan, Kem." Kemala tersenyum geli, matanya beralih pada pelanggan toko yang menatap ke arahnya. "Kita bicara di dalam, Mbak, sekalian silaturahmi udah lama loh kita nggak ketemu dan nggak saling berkabar." Kemala berbalik, matanya bertemu dengan sorot mata tajam Satri yang tengah berdiri di ambang pintu. "Boleh kan, Mas?" Tanpa mengatakan sepatah kata pun Satria menyingkir dari tempatnya mempersilakan Kemala memakai ruang istirahat. Setelah Kemala dan wanita aneh itu masuk, Satria menghela napas bersandar di balik pintu. "Kemala... Kemala... cari mati aja kerjaannya," gumam Satria kemudian melangkah menuju meja kasir. Sementara di ruang istriahat, Kemala dan Laksmi saring bertatapan menunggu salah satu dari mereka mulai membuka pembicaraan. Hawa di ruangan terasa semakin panas, Laksmi mengeluarkan segepok uang dengan pecahan seratus ribu dari tasnya, menyodorkannya ke arah Kemala. "Tinggalkan Mas Susanto." Kemala menyunggingkan senyum tipis, meraih segepok uang tersebut. "Berapa ini, Mbak?" "Lima puluh juta. Aku harap cukup supaya kamu meninggalkan Mas Santo dan berhenti mengusik rumah tangga kami." Kemala berdecih, tersenyum sinis. "Wah, sekarang udah banyak uang ya, Mbak." Laksmi risi melihat Kemala yang begitu santai menghitung lembar demi lembar uang. "Kamu mendekati Mas Santo karena uangnya, kan?" Mendengar hal itu, Kemala memutar bola mata, berpikir. "Nggak juga, sih." Laksmi melotot. "Kamu masih mencintai Mas Santo?" Kemala tertawa geli, tetapi sorot matanya memancar datar. "Aku? masih mencintai pria b******n? ah, aku nggak sebodoh Mbak, sih. Mikir ratusan kali balikan lagi sama dia." "Terus tujuan kamu mendekati Mas Santo apa?!" Laksmi dibuat gemas ingin menjambak rambut dan mengacak-acak wajah Kemala yang dipasang seolah sengaja mengejeknya. "Apa, ya?" Kemala mengusap dagunya, lalu beralih pada rambutnya. "Menghancurkan kalian dengan tanganku sendiri?" "Gila kamu, Kem." "Loh, nggak gila dong, Mbak. Mbak merusak rumah tanggaku dulu sampai sekarang masih waras, kan?" Laksmi menggebrak meja. "Kamu gila! Ngapain dekatin Mas Santo cuma buat balas dendam sama aku?!" "Buat apa? Buat memuaskan hati aku." Kesabaran Laksmi yang sudah diujung membuat berdiri, lalu menjambak rambut Kemala sekuat mungkin hingga membuat kepala Kemala mendongak. "Apa pun alasan kamu, nggak ada yang membenarkan merusak ruah tangga orang lain," ucap Laksmi menggeram marah. Dengan tenangnya Kemala mencengkeram kuat tangan Laksmi yang tengah menjambak rambutnya, menancapkan kuku panjangnya hingga membuat Laksmi mengaduh melepaskan jambakannya. "Lantas, mengapa Mbak merusak rumah tanggaku dulu dengan dia?" "Itu masa lalu, nggak harus kamu ungkit!" Kemala berdecih. "Kalau masa laluku nggak Mbak rusak, nggak akan aku jadi janda." "Dasar wanita hina!" "Bukannya Mbak yang lebih hina? Mbak menggoda dia supaya tertarik sama Mbak, lalu menjebak dia dengan kehamilan Mbak supaya Mbak terbebas dari kesengsaraan," balas Kemala dengan nada tenangnya. "Diam!" "Bahkan Mbak melupakan semua kebaikanku. Di saat orang lain mengharamkan kedatangan Mbak di kampung karena Mbak kabur dengan pria lain, cuma aku yang mau menerima Mbak tinggal bersamaku. Lebih hina aku atau Mbak?" Laksmi semakin melotot, napasnya memburu. "Aku datang ke sini buat meminta baik-baik kamu menjauhi Mas Santo. Bukan buat mengkilas balik kejadian dia masa lalu! Aku udah kasih kamu uang, jadi aku harap kamu jauhi dia." Kemala mengangkat bahu ringan, mencengkeram segepok uang itu. "Makasih loh uangnya, aku anggap asuransi dari Mbak karena sudah merusak rumah tanggaku, ya?" ucap Kemala dengan nada santai. Laksmi tidak suka dengan ketenangan yang Kemala tunjukkan. "Awas kalau sampai kamu mendekati suamiku lagi." Kemala memasang raut wajah takut. "Aw... suamimu mantan suamiku itu, ya?" ejek Kemala kemudian disusul dengan tawa. Alih-alih meluapkan kekesalannya pada Kemala yang sudah menggoda suaminya, Laksmi malah menerima hinaan menambah kekesalan di hatinya. Yang Laksmi rasakan sekarang gondok setengah mati. Setelah Laksmi pergi, raut wajah Kemala berubah datar, tatapannya kosong. Tanpa disadarinya air mata mengaliri pipi. Pikirannya melayang, menyesali masa lalu. Mengapa bisa dia memilih pria yang salah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN