Niat Demian Yang Kejam

1156 Kata
Demian terkesiap. Apa yang dikatakan oleh Zara istrinya seperti lelucon. Benarkah Zara ada di kafe saat dia sedang barsama Bella? Itu artinya istrinya ini melihat kemesraannya bersama sang kekasihnya itu? "Kamu jangan bercanda, sayang?" ucap Demian kemudian. Hatinya mulai ketar-ketir. Jika memang itu yang terjadi, haruskah dia jujur saja? "Aku tidak bercanda, mas. Aku sedang serius. Apa mas mau aku lihatkan bukti? Aku punya banyak foto mas bersama wanita itu. Oh, maksudku Bella. Bahkan tadi sore, mas bersamanya bukan? Jadi ini sebabnya kenapa sudah beberapa hari Minggu mas tidak punya waktu untuk aku dan Cahaya? Beberapa Minggu ini, mas menghabiskan waktu bersamanya bukan?" Demian terdiam dengan wajah tertunduk. Sepertinya tidak ada lagi yang dia sembunyikan. Zara sudah mengetahui semuanya. Bahkan istrinya itu sudah tahu nama kekasihnya tersebut. Demian menghela nafas panjang. Dia lalu menggenggam tangan Zara. "Aku minta maaf untuk ini. Tapi... memang benar aku menjalin asmara dengan Bella sejak enam bulan yang lalu. Dan benar juga, beberapa Minggu ini aku habiskan bersamanya." Zara terkesiap mendengar itu. Dia langsung menarik tangannya dari genggaman Demian. Lalu menatap Demian tajam. Wajahnya penuh kekecewaan. "Jadi benar mas telah berselingkuh dariku? Kenapa mas melakukan itu?" Demian menelan salivanya. "Tadinya, aku belum ingin jujur kepadamu mengenai ini. Aku berencana untuk memberitahumu setelah aku menikahinya. Tapi karena kamu sudah tau lebih dulu, ya sudah, mau bagaimana lagi." Bagai tersambar petir Zara mendengar itu. Dia berharap pembicaraan ini bisa menyadarkan Demian sehingga suaminya itu menyadari kekeliruannya dan meninggalkan wanita itu. Tapi ternyata Demian justru sudah berniat untuk memadu dirinya. "Apa? Mas mau menikahinya? Apa aku ini mandul sampai mas harus menikahinya? Mas, aku sudah memberikan mas anak." Demian kembali menghela nafas panjang kembali. Dia ingin tetap tenang menghadapi istrinya ini. "Zara, kamu tau bukan kalau aku ini sekarang seorang manager di perusahaan? Itu artinya aku ini mapan. Selama ini kamu sudah aku manjakan dengan uangku. Berapa kamu minta, aku memberikannya. Nah, dalam agama kita, lelaki yang mampu itu boleh menikah lebih dari satu istri. Itu sebabnya aku berniat untuk menikahi Bella. Bella sudah tau tentang kamu. Dia mau menerima kamu sebagai kakaknya." Set. Zara langsung berdiri dari duduknya. Matanya sudah berkaca-kaca mendengar ucapan Demian. Sakit sekali hatinya mendengar itu. "Dia bisa menerima aku sebagai kakaknya, tapi aku tidak mas! Aku tidak mau dipoligami!" ucap Zara lirih tapi tegas. Demian ikut berdiri. "Ayolah, Zar. Jangan egois. Kalau Bella bisa menerima kamu, kenapa kamu tidak bisa menerima dia?" Mata Zara melebar mendengar itu. "Mas, tentu saja kami tidak akan sama! Dari awal dia sudah tau kalau kamu beristri, itu sebabnya dia bisa saja menerima! Beda dengan aku mas, aku merasa seperti dikhianati!" "Oke, kalau sebelum ini, aku mengaku bersalah karena tidak jujur padamu. Tapi sekarang aku sudah jujur. Kamu sudah tau rencana aku. Aku ingin kamu sekarang bisa menerima itu. Menerima pernikahanku nanti dengan Bella. Bahkan aku berencana membawa Bella ke sini. Kita bertiga tinggal satu rumah biar tidak ada prasangka dan rahasia." Setetes bening pertama mengalir dari kedua mata Zara yang jernih. Hatinya menangis. Demian ternyata selama ini tidak perduli dengan perasaannya. "Sekejam inikah dirimu, mas? Kamu tidak bertanya hatiku sakit atau tidak kamu merencanakan ini?" "Aku tidak berniat untuk menyakiti hati kamu. Aku akan tetap bersamamu. Aku akan tetap menyayangimu dan mencintaimu seperti selama ini. Aku akan berusaha untuk adil. Percayalah." Zara menyeka air matanya. Ternyata percuma membicarakan hal ini pada Demian. Suaminya tersebut ternyata sudah berniat memadunya dan merasa apa yang dilakukannya adalah sebuah kebenaran. "Aku tidak tau harus mengatakan apa lagi padamu mas. Aku hanya tidak menyangka kamu bisa mempunyai pemikiran seperti ini. Kamu benar-benar kejam, mas. Bahkan kamu tidak menganggap aku. Kamu tidak membicarakan ini padaku sebelumnya. Kamu tidak bertanya apakah aku setuju kamu menikah lagi atau tidak." "Tentu saja aku tidak bertanya. Dalam agama kita, suami boleh menikah lagi diam-diam tanpa sepengetahuan istrinya. Lagipula, aku tau jika aku bilang ke kamu, kamu tidak akan setuju." "Kalau kamu tau aku tidak akan setuju, kenapa kamu nekad berniat menikah lagi?!" suara Zara mulai meninggi. Penjelasan Demian yang santai dan seolah tanpa dosa membuatnya seperti akan kehilangan kendali. "Karena aku mencintainya, Zara. Daripada aku berzina, lebih baik aku menikah lagi." "Bagaimana jika aku tidak setuju, mas? Bagaimana jika aku tidak mau kamu menikah lagi?" "Kamu tidak bisa tidak setuju. Kamu harus setuju. Aku sudah melamar Bella pada kedua orangtuanya dan sudah mendapatkan restu. Bahkan kami sudah memastikan tanggal dan akan menikah bulan depan." Makin tercabik hati Zara mendengar itu. Demian sudah benar-benar berubah dari Demian yang dia kenal dulu. Waktu mereka masih pacaran, Demian berjanji akan selalu mencintainya. Tapi sekarang, pria itu akan berbagi cinta. Apakah Demian sudah melupakan kisah cinta mereka yang indah? "Mas, aku tidak tau apa yang merasukimu saat ini. Apapun penjelasan mas, aku tidak akan pernah menyetujui pernikahan ini. Baiknya dari sekarang, mas mulai memilih, aku atau dia. Kalau mas memilih dia, maka aku akan melepaskan diri dari pernikahan ini." Demian tersentak kaget mendengar itu. Dia tidak menyangka kalau Zara akan mengancamnya seperti ini. "Kamu tidak boleh bicara seperti itu, Zar. Kita..." Zara berbalik. Dia lalu melangkah meninggalkan Demian yang masih syok mendengar ucapannya, menuju kamar Cahaya. Dia memutuskan mulai malam ini dia akan tidur dengan putrinya. Dia mulai merasa jijik dengan Demian dan enggan disentuh oleh pria itu. Klak. Zara menutup pintu kamar Cahaya dan tak lupa menguncinya. Untuk beberapa saat, dia menyandarkan punggungnya di daun pintu tersebut. Buliran-buliran bening mengalir tiada henti membasahi kedua pipinya yang mulus. Dalam sekejap wajah itu banjir oleh airmata. Akan tetapi meskipun sedang menangis, Zara berusaha untuk tidak mengeluarkan suara tangisan. Begitulah memang Zara, selalu menyembunyikan kesedihannya dari siapa pun. 'Allah, aku tidak bisa menerima niat suamiku untuk menikah lagi. Sekali lagi aku tidak bisa. Aku tidak akan kuat diduakan. Belum apa-apa saja, hatiku sudah sakit sekali. Apalagi jika suamiku sudah menikah nanti dan istri mudanya tinggal di rumah ini bersamaku. Tidak, aku tidak sanggup,' jerit Zara dalam hati. Dengan langkah yang diseret, Zara lalu mendekati tempat tidur Cahaya dan duduk di tepinya. Dia pandangi wajah putrinya yang sudah tertidur nyenyak itu dengan pandangan penuh cinta. Cahaya begitu mengidolakan Demian. Inilah yang membuatnya berat. Mampukah Cahaya menerima keputusan nanti untuk berpisah dari idolanya tersebut? Tok! Tok! Tok! "Zara! Sayang! Buka pintunya! Kita bicara lagi! Aku masih sangat mencintaimu dan tidak ingin berpisah darimu! Karena itu kamu jangan ada pikiran untuk berpisah dariku!" Zara menoleh ke pintu. Dia menatap pintu itu nanar seolah pintu tersebut adalah wajah Demian. "Kalau mas memang tidak mau berpisah dariku, apakah mas mau membatalkan rencana pernikahan mas dengan Bella?" jawab Zara agak keras. Dia sebenarnya takut Cahaya akan terbangun. Tapi untungnya tidak, Cahaya tetap tidur nyenyak. "Kalau itu tidak bisa Zara! Aku sudah sangat mencintai Bella seperti aku mencintaimu! Begitu pun dengan Bella! Kedua orangtuanya sekarang bahkan sudah siap-siap untuk hari bahagia itu!" Deg. Hati Zara seperti dipukul benda keras. Hari bahagia? Hari bahagia siapa? Hari bahagia suaminya dan wanita itu? Lalu bagaimana dengan dirinya? Hari bahagia suaminya pasti akan menjadi hari yang paling menyakitkan baginya. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN