Kiandra langsung membanting pintu kamarnya dan naik ke atas kasur. Dia marah dengan apa yang diucapkan Khalisa di mobil. Bagi Kiandra Khalisa tidak berhak memberi taunya dengan cara seperti itu. Kiandra juga lelah menghadapi semua ini. Bukan inginnya untuk menjadi anak yang tumbuh begini. Kiandra melepas jaketnya dan memejamkan mata. Lelehan air mata membasahi pipinya.
“Kian, maaf mbak keterlaluan.” Khalisa mengetuk pintu kamar Kiandra, namun tidak ada balasan darinya. Kiandra begitu marah, sampai diam menjadi jawabannya. Tadi saat di mobil Khalisa mengatakan jika Kiandra anak yang memalukan, Kiandra tidak bisa menjaga keanggunannya sebagai perempuan karena sudah melakukan kekerasan kepada Fabian. Hal itu membuat Kiandra terluka dan marah, dia sangat kesal Khalisa mengatakan hal itu. Ayah dan ibunya saja tidak pernah berkomentar apapun tentangnya.
“Kiandra?” panggil Khalisa lagi. Kiandra masih terdiam, dia tidak mau menjawab sama sekali. Dia benci dengan Khalisa. Kenapa tutur bicaranya sangat tidak sopan baginya.
Kiandra menyumpal telinganya dengan headset dan menyalakan musik sekerasnya. Namun tiba-tiba musik itu mati, ada telepon masuk dari Reno.
“Ya?” jawab Kiandra malas.
“Dek, lo gausah bikin masalah sama istri gue, lo nurut bisa enggak sih?”
Tanpa menjawab Kiandra langsung mematikan teleponnya. Kiandra mengambil koper, mengemasi semua pakaiannya termasuk seragam sekolahnya. Dia tidak suka jika kakaknya mengatur begini. Kenapa kakaknya selalu menyalahkannya tanpa mendengar alasan darinya. Kiandra keluar sembari menyeret kopernya. Khalisa yang melihat Kiandra membawa koper besar terkejut, dia menarik tangan Kiandra.
“Kamu mau kemana Kian? Yaampun mau kemana kamu?” ucap Khalisa panik. Kiandra mencekal tangan Khalisa.
“Lo gausah ikut campur. Gue gak suka diatur, lo gak tau masalah gue. Lo mending diem. Gue tau lo nikah sama kakak gue karena duit doang kan?” ucap Kiandra tersenyum miring.
Satu tamparan keras mendarat di pipi Kiandra, wajahnya memerah karena marah. Khalisa begitu tega menampar Kiandra ketika niat terselubungnya diketahui. Kiandra memincingkan matanya meski berair. Dia menatapnya dengan tatapan tajam.
“Gue enggak akan biarin benalu hidup di keluarga gue. Gue bakalan musnahin lo!” ucap Kiandra. Dia lalu pergi dengan kopernya dan membawa mobil milik ayahnya.
Kiandra memang belum cukup umur untuk mengendarai mobil, dia bahkan belum memiliki lisensi mengemudi, namun Kiandra tidak peduli lagi, dia terus menyetir, sejak smp ayahnya selalu mengajarinya menyetir, jadi Kiandra ahli dalam hal ini.
Dia berulang kali mengusap tangisnya, kejadian beberapa tahun yang lalu membuat dia terluka. Tepat saat pesta pertunangan, Kiandra mendengar Khalisa berbicara dengan orang tuanya. Dia dipaksa menikah dengan Reno agar bisa mendapatkan kekuasaan atas Abimanyu Corporation. Benar saja, beberapa bulan setelah pernikahan Reno dengan Khalisa, perusahaan ayahnya menyumbang uang untuk keluarga Khalisa yang bangkrut. Kiandra tau itu semua, kehidupan keluarga Khalisa foya-foya dan mengandalkan kekayaan Reno. Sungguh Kiandra sangat kesal mengetahui itu semua, dia mengatakan kepada Reno apa yang dia dengar. Namun Reno tidak percaya dengan Kiandra, dia malah mempercayai istrinya. Belum lagi saat Kiandra pergi ke mall dengan Aurel, Kiandra melihat Khalisa yang tengah berciuman dengan seorang lelaki di bioskop. Kiandra mengatakan semua yang dia tau kepada Reno, tetapi Reno tidak pernah percaya dan malah bersikap dingin kepada Kiandra. Reno hanya menganggap Kiandra mencari perhatian.
Kiandra mengebut, dia melewati beberapa mobil dengan gesit, hingga dia akhirnya sampai di parkiran apartemen mewah. Apartemen ini milik ayahnya. Dia masih ingat ayahnya dulu sering mengajaknya ke sini saat belum sibuk seperti sekarang. Kiandra memasukkan kode apartemen lalu masuk ke dalamnya. Masih sama seperti dulu, dia rasa akan lebih nyaman hidup sendirian di sini. Bagi Kiandra tidak ada orang yang mempercayainya di dunia ini, dia marah kenapa dunia berlaku tidak adil baginya. Dia bersyukur mendapatkan semua kemewahan, tetapi dia merasa sendiri di dunia ini.
Bunyi ponselnya membuat dia kesal, nama Reno lagi di sana. Dia mengangkatnya.
“Apa lagi sih?” ucap Kiandra gemas.
“Gue suruh lo pulang, kenapa pergi lagi?” tanya Reno.
“Kalau lo enggak pernah nganggep gue sebagai adik, mending enggak usah hubungi gue lagi.” Kiandra mematikan telepon dari Reno dan memblok nomornya. Kiandra mengusap wajahnya kasar, dia sangat frustasi. Kiandra memilih mandi, dia memasak mie instan lalu mulai membaca pelajaran. Dia sangat lelah menjalani hari ini. Hingga larut malam dia tertidur diatas bukunya.
***
Pukul enam pagi telah tiba, berulang kali Aurel menelpon Kiandra, namun gadis itu tidak menjawab. Aurel terus menghubunginya. Kiandra akhirnya terbangun, dia mengerjapkan matanya dan terkejut sudah hampir terlambat. Dengan cepat dia mandi, berganti baju lalu ke sekolah. Tidak mungkin dia menggunakan mobil ayahnya, dia menggunakan ojek online.
“PAK CEPETAN PAK! AYO PAK!!!”
“PAK AWAS!!!”
“PAK NGEBUT DONG PAK!!”
Berulang kali Kiandra berteriak kepada tukang ojek online untuk mengebut. Davon menggunakan motor ninja, dia menyetir dan tertawa melihat Kiandra yang naik ojek di depannya heboh.
“Hei! Mau bareng?” tanya Davon. Kiandra melirik ke samping, saat itu juga dia mengangguk lalu memijat pundak bapak ojek online dengan keras.
“PAK STOPP!!!” mereka lalu berhenti di pinggir jalan. Kiandra dengan cepat naik ke atas motor Davon. Dia mengeluarkan uang lembaran ratusan ribu kepada tukang ojek itu lalu berangkat bersama Davon.
“Kian, udah siap? Pegangan ya!” ucap Davon. Kiandra segera memeluk jaket Davon dengan erat, dengan kecepatan penuh Davon mengebut, menembus kemacetan. Kota di pagi hari pasti ramai, banyak orang yang melakukan aktivitas. Davon mengebut dengan cepat, seolah memburu waktu, namun entah kenapa Kiandra rasanya ingin terus memeluk Davon, enggan melepasnya. Kiandra sangat ingin menghentikan waktu saat ini. Tidak butuh waktu lama untuk mereka sampai di sekolah. Keduanya turun bersama dari motor. Kiandra tersenyum senang karena tidak terlambat. Hari ini ulangan harian pertama pelajaran pak Atim. Bisa-bisa Kiandra dihukum lagi jika melakukan kesalahan. Hanya pak Atim yang Kiandra takuti di sekolah yang luas ini.
Davon melepaskan jaketnya lalu melingkarkan ke pinggang Kiandra. Hal itu membuat mereka semakin dekat, nafas Kiandra menjadi tercekat atas perbuatan Davon yang manis.
“Kenapa emangnya?” tanya Kiandra.
Davon lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Kiandra.
“Lo lupa enggak pakai popok? Merah semua tuh,” ucap Davon.
Kiandra lalu menatap Davon tidak percaya, karena panik takut terlambat dia lupa mengenakan pembalut.
“Udah tenang aja, lo tunggu di sini, gue beliin.”
Davon lalu berlari menuju koperasi mahasiswa, untungnya mereka menyediakan pembalut. Davon tanpa rasa malu membelikan pembalut untuk Kiandra. Dia segera mendatangi Kiandra yang ada di depan kamar mandi dan memberikan pembalut itu.
“Thanks Dav,” ucap Kiandra. Dia merasa sangat senang karena sikap Davon yang manis kepadanya.