PART 1 - Seorang Leader

1355 Kata
Lima tahun setelah Maserati debut... "Kau bodoh? Kau gila? Kenapa kau datang ke acara itu? Kita sudah sepakat tak akan datang! Kau tahu Sam Kim! Dia MC gila yang membenci kita! Dia pasti akan menyerang kita! Kita sudah membahasnya kemarin! Dan kau masih datang ke sana setelah tahu semua itu! Apa sebenarnya yang kau lakukan, Lena?" teriak Rubi dengan wajah marah. Lena menatap Rubi datar. "Aku hanya menjalankan tugasku sebagai leader," katanya. Rubi tertawa tak percaya. "Leader? Kau butuh sebuah grup untuk menjadi leader. Tapi apa? Kau tak memiliki grup lagi! Kita sudah bubar! Kau masih tak paham? Kita sudah bubar tiga tahun yang lalu! Dan kau masih bermimpi menjadi leader?" Rubi menatap Selene yang diam di sampingnya. "Apa dia gila?" tanya Rubi pada Selene. Selene hanya diam. Tak ingin terlibat dengan pertengkaran itu. Perempuan itu hanya berharap Rubi segera menyudahi pertengkaran itu. Selene tak suka pertengkaran - apalagi antara dua orang yang ia sayangi. Lena mendekati Rubi dan menatap anggota termuda itu dengan tajam. "Kita belum bubar, Rubi. Maserati belum bubar. Jangan berkata sembarangan," ucap Lena. "Kau sungguh lucu, Lena! Sungguh lucu! Maserati sudah bubar! Kau tak tahu? Kemana saja dirimu lima tahun ini? Kau tak lihat sekarang?" Rubi melebarkan tangannya, menunjuk semua orang di ruang tamu itu. "Apa kita pernah tampil bersama? Apa kita pernah diundang ke acara musik bersama? Apa ada yang mendengarkan lagu kita sekarang? Tidak ada, kan?! Maserati sudah bubar! Kita bukan lagi idol! Kau bukan lagi idol! Kau hanya pelayan hotel sekarang!" teriak Rubi lagi. "Rubi!" panggil Airish dengan suara lembutnya. "Lihat Kak Airish! Setidaknya dia membantu kita hidup selama ini! Dia berusaha bangun dan menjadi artis setelah dicap sebagai idol gagal! Setidaknya Kak Airish memberikan uang untuk sewa rumah ini! Tapi apa yang kau lakukan? Apa yang kau - yang mengaku sebagai leader kami lakukan?" Rubi menatap tajam Lena. Tubuhnya yang tinggi membuat Lena harus mendongak untuk membalas tatapannya. "Kau hanya mempermalukan kami! Kerjaanmu hanya mengemis ke agensi dan mempermalukan kami di acara-acara murahan itu! Kau bahkan tak dibayar! Kenapa kau datang ke acara itu?" tanya Rubi. Airish menahan tangan Rubi, "Rubi! Sudahlah! Lena pasti lelah karena syuting seharian ini," katanya. "Syuting? Kak Airish bilang itu syuting?" Rubi menepis tangan Airish dengan kasar. "Dia bukan syuting! Dia hanya datang untuk dipermalukan! Apa Kak Airish tak melihatnya tadi di televisi? Dia sungguh memalukan! Aku sudah bilang - Lena-lah yang membuat kita gagal! Karena dia leader kita, karena itu kita gagal!" teriak Rubi lagi. "Rubi!" Airish menampar Rubi dengan tangan kecilnya. Menatap perempuan yang dua tahun di bawahnya itu dengan kecewa. Perempuan yang tak pernah marah itu menatap Rubi dengan penuh kekecewaan. Membuat Rubi sedikit takut karena Airish tak pernah memasang wajah seperti itu. "Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?" tanya Airish. Lena mendekati Airish, "Sudahlah, Rish. Kita kembali ke kamar saja," kata Lena dengan lemah. "Dari semua orang, kau yang paling tak pantas mengatakan itu pada Lena! Kau sudah keterlaluan Rubi! Aku tahu kau yang termuda di sini, tapi bukan berarti kita harus mewajarkan tingkah kekanak-kanakanmu sekarang, kan? Kalau kau hanya bisa membuat keributan, lebih baik kau pergi dari rumah ini!" kata Airish. "Airish," panggil Lena. "Baiklah. Aku akan pergi. Memangnya kalian pikir aku tak punya tempat pulang lain? Kalian pikir aku tak bisa hidup tanpa kalian? Yang benar saja! Kalian adalah hal yang paling aku sesali di dunia ini," kata Rubi lalu masuk ke kamarnya. Perempuan itu menutup kamarnya dengan kasar dan menguncinya dari dalam. Lena yakin Rubi pasti sedang mengemasi pakaiannya untuk pergi. Lena menarik tangan Airish dan menatapnya dengan kecewa. "Kenapa kau bilang begitu ke Rubi?" tanya Lena. Airish menatap Lena tak percaya. "Lalu bagaimana? Apa kau berniat membiarkannya terus seperti sekarang? Kau akan terus mengalah untuknya? Aku tak bisa membiarkannya, Lena. Aku tak bisa membiarkan orang yang menyakitimu. Sudah kubilang kan, apapun yang terjadi, aku ada di pihakmu," kata Airish. "Tapi kita tahu Rubi tak punya tempat tinggal lain," kata Lena. Airish menggigit bibirnya. "Dia pasti akan mendapatkannya. Dia bisa menginap di rumah Irene, atau dia bisa menyewa kamar hotel. Dia punya uang dari kerjaannya menari di bar," kata Airish. "Airish..." panggil Lena dengan lirih. Mata Airish berkaca-kaca. Meskipun hanya melalui tatapan, Airish tahu apa yang akan dikatakan Lena. "Kau ingin aku minta maaf pada Rubi?" Airish menggelengkan kepalanya. "Aku tak bisa melakukannya," ucap Airish. "Airish..." lirih Lena lagi. "Kenapa kau melakukan ini padaku? Aku melakukan ini karena peduli padamu, Lena. Apa kau tak sakit hati dengan perkataan Rubi? Dia tak sekali dua kali menyakitimu seperti ini! Aku juga punya batas sabar! Aku tak sekuat dirimu!" ucap Airish. "Airish, kita semua tahu Rubi tak benar-benar berpikir begitu. Kata-kata Rubi memang kasar, tapi kita semua tahu Rubi tak bermaksud begitu. Kita semua saling mengenal, kan? Kita pasti tahu Rubi tak sejahat itu, kan? Aku tahu Rubi tak akan mengalah, karena itu aku memohon padamu untuk mencegahnya pergi sekarang. Kau tahu dia tak memiliki keluarga selain kita, kan?" tanya Lena sambil memegang kedua lengan Airish. "Tapi -" "Rubi tak punya keluarga. Dia bisa menyewa kamar atau menginap di rumah Irene, tapi itu bukan rumahnya. Rumah Rubi adalah di sini. Jika kita mengusirnya, kau tahu Rubi tak punya rumah lagi. Apa kau benar-benar ingin Rubi pergi dari rumah ini?" tanya Lena lagi. Airish menggeleng pelan. Perempuan itu menatap Lena dengan matanya yang berkaca-kaca. Lena memeluk Airish. Tahu bahwa perempuan itu sudah mengerti apa yang Lena katakan. Lena tahu Airish hanya termakan emosi sesaatnya. Dan Lena tak ingin Airish merasa bersalah karena mengusir Rubi. Karena itu Lena menyuruh perempuan itu meminta maaf ke Rubi. "Kita sudah bersama sepuluh tahun. Aku sudah mengenal kalian berlima. Dan apapun yang kalian katakan padaku, aku tak akan sakit hati. Karena aku tahu kalian tak bermaksud menyakitiku," kata Lena sambil memeluk Airish. Lena melepas pelukannya dan berkata lagi. "Kita hanya sedang marah pada keadaan. Rubi bukan marah padaku, dia hanya marah dengan keadaan. Aku tahu itu, Airish. Jadi aku tak akan menyalahkan Rubi. Dan tidak ada yang boleh pergi atau mengusiri siapapun dari rumah ini," kata Lena. Pintu kamar Rubi terbuka dan perempuan itu keluar sambil menarik kopernya. Rubi menatap Lena dan Airish dengan tajam. Airish mendekati Rubi dan memegang tangan perempuan itu. "Hanya karena aku mengusirmu, apa kau benar-benar akan pergi? Sejak kapan kau menuruti perintahku, Rubi?" tanya Airish. Mata Rubi berkaca-kaca. "Kau mengusirku! Kau pikir aku tak bisa pergi dari rumah ini?! Kau pikir aku tak punya tempat lain? Aku benci tinggal bersama kalian! Aku benci!" teriak Rubi dengan mata berair. Airish menangis dan memeluk perempuan yang lebih muda darinya lima tahun itu. "Maafkan aku. Aku tak bermaksud mengusirmu, Rubi. Aku tak ingin kehilangan siapapun lagi di rumah ini," kata Airish. "Kau pikir aku suka memarahi Lena setiap hari? Aku juga tak suka! Aku hanya tak ingin kita selalu menjadi bahan tertawaan orang! Aku tak ingin lebih banyak orang membenci kita! Jadi daripada kita mengemis pada mereka, lebih baik kita menghilang! Kita sudah menghilang dua tahun ini! Aku sudah tenang dua tahun ini! Tapi dia!" Ruby menunjuk Lena di belakangnya. "Lena membuat semua orang menertawakan kita lagi! Aku benci itu, Airish! Memangnya apa salah kita hingga semua orang membenci kita?" "Rubi..." panggil Lena. Rubi menoleh pada Lena. "Aku tak suka semua orang meremehkanmu! Aku tak suka semua orang menghinamu! Kau tak paham itu?" kata Rubi dengan air mata yang sudah jatuh. Lena memeluk anggota termudanya itu. "Aku paham. Aku paham maksudmu, Rubi." "Enam bulan lagi kontrak kita akan habis. Enam bulan lagi kita akan benar-benar bubar. Jadi -" Rubi melepaskan pelukan leader-nya itu dan menangis. "Bisakah kau membiarkan kita bubar tanpa hinaan dan komentar jahat lagi? Aku tak mau sampai akhir pun, semua orang tetap membenciku, Lena," kata Rubi. Lena menyentuh bahu Rubi dengan ringan. "Aku paham. Aku paham apa yang kau inginkan. Tapi Rubi, -" Lena menghapus air matanya yang jatuh. "Aku tak akan menyerah begitu saja. Aku tetap ingin mengejar mimpiku. Sebelum kita benar-benar - aku akan terus berusaha untuk grup kita. Dan bukankah itu kewajiban seorang leader? Aku akan menepati janjiku dulu pada kalian. Aku akan membawa kalian ke panggung dan kita akan bernyanyi bersama lagi. Aku ingin kau percaya padaku, Rubi," kata Lena.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN