BAB 2: TAMU LAMA

1150 Kata
SELAMAT MEMBACA  **** “Bu Adel sudah mau pulang?” sapa seorang gadis dengan tas slempang di bahunya. Susan, karyawan baru yang sudah 3 bulan ini menjadi asisten Adel di kantor. “Iya San, kamu juga mau pulang?” tanya Adel saat dia melihat Susan sudah membereskan barang-barangnya. “Iya Bu,” jawab Adel sopan. “Mau bareng sama Saya?” tawar Adel. Karena rumah mereka satu arah dan Susan biasanya naik ojek atau taksi, Adel sering memberinya tumpangan saat pulang. “Tidak usah Bu, saya di jemput calon suami,” jawab Adel dengan senyum malunya. “Jangan meledek saya San,” jawab Adel langsung. Mendengar jawaban Adel, Susan langsung gugup dia takut atasannya itu tersinggung karena sacara tidak langsung dia sudah mengatai Adel belum juga punya calon suami. “Maaf Bu, saya tidak bermaksud. Maaf ya Bu, saya benar-benar minta maaf,” ucap Susan dengan gelagapan. “Hahahaha, saya cuma bercanda San. Jangan serius-serius seperti itu saya tidak marah,” Adel tertawa melihat reaksi asistennya yang menurutnya berlebihan. Padahal dia sama sekali tidak tersinggung, dia hanya ingin bercanda. Sedangkan Susan dia bisa membuang nafas dengan lega. Dia sudah panik, takut-takut jika bosnya itu marah ternyata hanya bercanda. “Yasudah saya pulang duluan ya San,” pamit Adel pada Susan. “Iya Bu, hati-hati di jalan Bu.” “Kamu juga.” *** Adel turun dari mobil, dia saat sampai di pekarangan rumahnya. Dia mengernyitkan keningnya saat melihat sebuah mobil yang tidak pernah dia lihat sebelumnya terparkir di halaman rumahnya. Adel bisa menduga, pasti ini adalah laki-laki pilihan mamanya untuk di kenalkan dengannya lagi. Adel lalu berjalan kearah samping, dia tidak akan lewat pintu depan. Dia akan lewat pintu samping, masuk kedapur, naik tangga dan masuk kekamaranya lalu pura-pura tidur. Rencana yang sempurna. Dengan pelan, Adel membuka pintu samping rumahnya, dia mengabaikan suara Mamanya yang asik ngobrol entah dengan siapa di dapur. Dia mengendap-endap dengan pelan berharap mamanya tidak akan menyadari kepulangannya. “Adelia…” Mendengar panggilan untuknya, Adel langsung menghentikan langkahnya. Dia membalikkan badan dan menatap mamanya yang tengah berdiri di dapur dengan tatapan tajamnya. “Assalamu’alaikum Mama…” Adel memutar tujuannya yang semua ingin kekamar dia langsung berjalan kearah dapur dan menyalami Ratna. “Bagus kamu ya, masuk kerumah bukannya lewat depan salam baik-baik malah mengendap-endap kaya maling lewat samping. Siapa yang ngajarin?” Adel hanya tersenyum canggung, saat menerima omelan dari mamanya seperti anak usia 10 tahun yang telat pulang dari main. Tiba- tiba otaknya langsung berfikir cara menghindar dari omelan mamanya. “Adel fikir di depan ada tamu Ma, takut ganggu Mama ngobrol makanya Adel lewat samping,” kilah Adel dengan wajah tanpa dosanya.   “Adel makin cantik ya sekarang,” Adel menoleh kearah samping. Ternyata sejak tadi tidak hanya ada mamanya di sana tapi juga seorang wanita paruh baya seusia mamanya juga ada di sana. Rasa-rasanya Adel mengenal wanita itu tapi Adel sedikit lupa. “Kamu ingat tidak ini siapa?” tanya Ratna. “Tante… lupa Ma,” ucap Adel dengan malu. Dia memang sulit mengingat nama seseorang, namun dia mudah mengingat wajah meski mereka baru beberapa kali bertemu. Namun Sering lupa nama mesti mereka sering bertemu. “Ini Tante Elen, ingat kan kamu. Mamanya Mas Adam,” ucap Ratna. Adel langsung ingat, iya dia adalah Elen. Mama mertua dari Sasrena yang tak lain adalah kakak kandungnya sendiri yang sudah lama meninggal dunia. Lama sekali mereka tidak bertemu, entah 5 tahun atau 10 tahun mereka tidak bertemu, tapi Adel fikir tidak selama itu. “Tante Apa kabar?” Adel langsung menyalami Elen dengan sopan. Meski mereka tidak terlalu akrab karena pertemuan mereka yang sangat minim dulu tapi sebagai bentuk kesopanan Adel harus menyalami dan menyapa Elen. “Alhamdulillah Tante baik, Adel sendiri bagaimana?”  jawab Elen dengan ramah. “Baik juga Tan,” jawab Adel pelan. “Lama ya kita tidak bertemu, dulu Adel masih kuliah dan jarang pulang waktu Tante sering main kesini sekarang sudah secantik ini. Ternyata waktu sudah berlalu begitu cepat,” ucap Elen dengan santainya, namun siapapun dapat mendengar adanya kesedihan didalam ucapan Elen. “Iya Tan, Tante bukannya selama ini di Malaysia?” tanya Adel pada Elen. Karena seingatnya keluarga mendiang kakaknya itu pindah ke Malaysia setelah kakaknya meninggal. Mereka mengembangkan bisnis keluarga di sana. “Iya, tapi sekarang Tante kembali ke Indonesia. Tante kangen tanah air,” jawab Elen. Adel hanya mengangguk faham. Dia kemudian pamit untuk mengganti pakaiannya dan bersih-bersih. Sedangkan Elen dan Ratna masih asih ngobrol di meja dapur sambil membuat kue. “Cantik ya Na si Adel. Makin kesini kok mukanya persis Sena,” Elen menatap kepergian Adel dengan pandangan sendunya. Melihat Adel, Elen langsung teringat menantunya yang kini sudah kembali ke pangkuan yang kuasa. “Namanya kakak adik Mbak wajar kalau persis,” jawab Ratna. “Orang mana calonnya Na?” “Ya itu masalahnya Mbak, sampai pusing aku ini ngurusin anak itu. Umurnya sudah tua tapi di suruh menikah tidak mau. Sudah entah berapa banyak laki-laki yang tak bawa kesini, dari yang kaya sampai yang sederhana, dari yang ganteng sampai yang biasa tidak ada yang dia terima. Pusing aku Mbak…” keluh Ratna pada Elen. “Biarin lah Na, mungkin masih mau kerja. Jangan di paksa, nanti kalau sudah bertemu jodohnya ya menikah.” Hibur Elen. “Lupakan Adel Mbak, jadi kapan Adam sama Kayla nyusul kesini?” “Minggu depan sepertinya, masih ngurus surat-surat kepindahan sekolahnya Kayla. Sama kerjaan Adam disana.” “Makin sukses ya Mbak Adam sekarang, lama sekali tidak bertemu…” “Ya begitulah Na, sejak Sena pergi Adam itu jadi gila kerja, padahal Kayla juga butuh perhatian. Kadang sampai lupa sana anak saking sibuknya sama kerjaan,” Elen menghembuskan nafasnya dengan pelan. Dia tau jika sejak meninggalnya menantunya, putranya seperti kehilangan arah. Hatinya beku, hidupnya hanya seputar kerja dan kerja. “Carikan sisihan Mbak, kami tidak keberatan sungguh. Kami sudah ikhlas, Adam harus melanjutkan hidupnya. Kayla juga butuh kasih sayang seorang wanita, dia semakin besar.” “Di mata Adam hanya ada satu perempuan yang menarik Na, itu Sena. Setelah Sena pergi, tidak ada lagi yang bisa menarik perhatian Adam. Anak itu hatinya beku, kadang bicara saja dia malas. Hidupnya hampa, semangatnya tidak ada.” Jelas Elen dengan sedihnya. “Butuh waktu Mbak, namanya juga di tinggal pergi istri. Apalagi Adam terlalu mencintai Sena, kepergian Sena yang terlalu mendadak menjadi pukulan berat untuk kita semua terutama untuk Adam.” “Ini sudah 5 tahun Na. Seperti yang kamu katakan, Kayla semakin besar. Kadang banyak yang ingin dia tau, dia butuh sentuhan seorang ibu…” “Sabar Mbak, kita semua sudah melalui duka yang panjang. Sekarang kita tinggal menyembuhkan luka, pasti akan sembuh seiring berjalannya waktu Mbak.” “Aku harap juga begitu Na,” jawab Elen dengan penuh harap. Sungguh kepulangannya ketanah air, memiliki harapan yang besar untuk kehidupan keluarganya terutama anak dan cucunya. ****BERSAMBUNG****  WNG, 30 JUNI 2021  SALAM  E_PRASETYO    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN