BAB 02

1132 Kata
Keesokan harinya ... Enda dan Anrio tergelak setelah mendengar cerita Sagam. Apa lagi di bagian Sagam yang ditinggal sendirian di hotel oleh Elara. Mereka begitu senang menertawakan Sagam yang kini wajahnya terlihat kesal. “Ini semua gara-gara ide gila, lo, En,” ucap Sagam. “Dan salah lo juga,” lanjut Sagam seraya menunjuk Anrio. Enda meringis. “Sori, Gam.” Anrio mengangguk setuju. “Gue minta maaf deh.” Sagam mendengkus, kalau saja cewek yang menghabiskan malam bersamanya bukan Elara, dia akan membuat Enda dan Anrio merasakan akibatnya. Elara, Sagam menyebut nama cewek itu dalam hati. Anrio menatap Sagam. “Gila sih, setiap hari sinis-sinisan sama Elara, tapi gara-gara obat sialan itu lo bisa merasakan adiknya bang Nehan.” Sagam menyeringai, dia tidak menampik jika sering bertatapan sinis dengan Elara. Semenjak dia menjadi murid baru di SMA Praha, menyaingi Elara dalam akademik dan juara kelas. Sagam mulai sering mendapat tatapan kesal dari cewek itu. Wajah kesalnya selalu membuat Sagam tersenyum. Sagam semakin menyukai Elara! Decitan sepatu dan suara pantulan bola menjadi irama yang khas saat pertandingan bola basket berlangsung. Pertandingan antara kelas XII IPS 2 dan XII IPS 4 sedang berlangsung, tribun penuh dengan para gadis yang suka dengan roti sobeknya anak-anak Basket. “Giooon.” “Semangat Gion, sayang.” “Gion, aku padamu!” Teriakan histeris para gadis untuk Gion membuat suasana semakin ramai. Cowok bernomor punggung enam itu tidak terpengaruh sama sekali. Malah membuatnya jijik. Gion lebih sering menoleh ke tribune yang ditempati cewek bersurai cokelat, matanya mengerling nakal saat melihat cewek itu pun melihatnya. Bola yang sedang ada di tangannya langsung cowok itu lemparkan ke ring dan masuk. Cowok itu kembali menatap cewek itu lalu memberi ciuman jauh. Membuat cewek itu menatap Gion dengan bergidik. “Pilih Gion apa Sagam, El?” Elara mendengkus mendengar pertanyaan Jenar. Lebih baik, Sagam lah, eh? Jujur, setelah kemarin Jenar banyak menghabiskan waktu bersamanya. Hari ini Elara memilih sekolah, dan berusaha menghindari Sagam. Entah mengapa dia sedikit takut saat melihat cowok itu dan bayangan apa yang mereka lakukan selalu berputar jika mendengar nama Sagam. Sepanjang hari ini Elara selalu berada di samping Jenar, mengikuti ke mana pun cewek itu pergi. Dia berusaha membuat celah agar Sagam tidak bisa mendekatinya. Mungkin untuk sementara waktu, karena Elara masih sedikit trauma. “Ada Sagam,” bisik Jenar. Elara mengikuti arahan Jenar dan melihat Sagam yang sedang tersenyum padanya. Senyuman yang membuat jantung Elara berdebar. Cewek itu memejamkan mata saat kilasan kejadian bersama Sagam terputar dalam otaknya. Elara menutupi wajahnya dengan tangan seraya menggelengkan kepala. Gion duduk di atas kap mobilnya seraya memainkan kunci mobil di tangan kanan. Tangan kirinya dia masukan pada saku celana, sementara kaki kanannya di tumpangkan pada kaki kiri. Saat melihat cewek yang di tunggunya berjalan ke parkiran dengan terburu-buru, Gion segera berdiri dan tersenyum manis. “Hai, El!” sapa Gion. Elara hanya tersenyum tipis lalu berjalan ke mobilnya yang bersampingan dengan mobil Gion. Baru saja membuka pintu sebuah tangan menutupnya kembali. “Main masuk aja, sini dulu sebentar.” “Ada apa, Gi?” tanya Elara. “Malam ini kita dinner, yuk! Merayakan kemenangan gue.” Elara menghela napas lalu berkata, “Sori, Gi, gue nggak bisa.” “Lo udah nolak tawaran gue banyak banget, El. Satu kali aja lo terima,” ucap Gion. Elara terdiam lalu menggeleng. “Maaf, Gi. Tapi gue emang nggak bisa. Mungkin lain kali gue terima tawaran lo.” Gion mendengkus, selalu seperti itu jawaban Elara. Tapi sampai sekarang tidak ada satu pun ajakannya yang disetujui olehnya. Jika, dia tidak bisa bersabar mungkin cewek itu sudah Gion seret untuk ikut dengannya. “Elara ada janji sama gue.” Mendengar suara itu membuat Elara menegang. Tangannya mengepal di sisi tubuh, matanya terpejam mencoba mengendalikan tubuhnya. Saat merasa Sagam berdiri di sampingnya, Elara dengan gerakkan cepat berbalik dan memasuki mobil, menjalankannya meninggalkan Praha. Sagam terdiam melihat reaksi Elara, dia menatap ke arah perginya cewek itu. Sampai sini dia mengerti jika Elara menghindarinya. Jujur saja dia masih memikirkan apa yang terjadi pada Elara setelah kejadian malam itu. Apa Elara akan trauma? “Woah, santai dong, Gi,” ucap Regas saat melihat Gion yang baru saja datang dan menendang apa pun yang dilihatnya. “Kenapa lagi, lo?” tanya Bayu. “Gue makin muak sama Sagam.” Gion duduk dengan kesal. Regas mendengkus. “Sagam lagi, itu anak kayaknya cari gara-gara terus sama lo.” “Mau disikat nggak?” tanya Bayu. Gion menggeleng, Sagam adalah urusannya. “Nggak perlu, nanti gue sendiri yang beresin.” Regas dan Bayu mengangguk. “Wow, ada anak Praha di sini?” Gion menoleh dan mendapati cowok tinggi dengan kulit cokelat, matanya terlihat tajam dengan alis tebal. Wajahnya begitu khas orang Arab. “Siapa lo?” tanya Gion. Cowok itu menatap Regas dan Bayu meminta penjelasan. “Gue Adam, anggota baru Retro.” “Sori, Gi. Gue belum sempat kasih tahu lo kalau ada anggota baru. Bang Yo udah nggak bisa megang Retro, dia pilih lo sama Adam untuk menjadi kandidatnya,” jelas Regas. “Bang Yo pilih anak baru? Kenapa nggak lo sama gue aja?” tanya Gion. “Gue masih belum siap untuk menjadi pemimpin Retro,” jawab Regas. Gion mendengkus. Seharusnya Gion sudah lepas dari Retro karena dia bukan lagi murid Graha. Sekarang Gion murid Praha, ini semua gara-gara dia ketahuan mengikuti geng sekolah. Alhasil sang mama memindahkannya ke Praha. Cowok itu menatap Adam yang kini sedang duduk seraya memainkan ponsel, lalu matanya beralih pada cewek yang duduk di sebelah Adam. Cewek itu tampil begitu sexy dengan seragam sekolahnya yang ketat. Gion mengenal cewek itu, dia Dena—mantan pacarnya. *** Elara terdiam di depan sebuah apotek. Niat hati ingin membeli alat tes kehamilan, tapi Elara terlalu takut melihat hasilnya. Sudah dua minggu setelah kejadian itu dan Elara terus menghindari Sagam, dia masih butuh waktu untuk bertatap muka dengan cowok itu. Elara berbalik, tidak jadi masuk ke dalam apotek. Saat itulah dia bertatap muka dengan Sagam yang terdiam di hadapannya. Elara berjalan mundur dengan perlahan, sementara Sagam masih terdiam menatapnya. “El,” panggil Sagam. Elara terdiam. “Go away from me!” kata Elara saat Sagam berjalan mendekat. “El, gue menunggu cukup lama untuk berbicara sama lo,” ucap Sagam. “Gue ... gue hanya pengen tahu keadaan lo setelah malam itu.” “Don’t touch me!” Elara berteriak saat Sagam mencoba menggenggam tangannya. “El.” Elara terisak, cewek itu terus menggumam agar Sagam tidak menyentuhnya. Cowok itu menghela napas lalu mengangguk. Dia meminta Elara berhenti menangis karena orang-orang mulai memperhatikan mereka. “Gue akan pergi, dan lo berhenti menangis, El.” Elara tidak merespons, Sagam berjalan mundur perlahan sampai benar-benar meninggalkan Elara sendiri di depan apotek. Dengan sisa tangisnya Elara mencoba menghubungi Jenar, dia juga hanya mengangguk saat ada orang yang menanyakan keadaannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN