Ryunosuke menghela napas. Ia tidak berkonsentrasi selama memberikan pelajaran berhitung kepada anak-anak di kelasnya. Taiga sampai berlali-kali Meneriakinya karena melamun. Ryunosuke kepikiran dengan Haruka. Kawan bodóhnya itu benar-benar mengkhawatirkan. Meski telah lebih dewasa dari terakhir kali yang Ryunosuke ingat, sifat kekanakan dan cerobohnya sama sekali tidak berubah. Ryunosuke tidak akan heran andai Haruka dengan gampang dicúlik sana-sini. Dia seperti mempersilahkan orang lain untuk berbuat jahat kepadanya karena kepolosannya yang menyerempet ke kebódohan.
"Sensei! Kalau kau tidak ingin mengajar pulang saja! Aku dan teman-teman akan bermain." Seru Taiga dengan kurang ajarnya.
Ryunosuke menatap bocah kecil itu dengan tajam, membuatnya langsung diam sembari meneguk ludah takut. Taiga dan Ryunosuke benar-benar seperti musuh abadi. Maiko sampai kuwalahan berusaha mendamaikan keduanya.
Sampai jam istirahat di Daycare, Ryunosuke tidak banyak bicara dengan anak-anak. Biasanya pemuda itu selalu meladeni ocehan anak-anak di Daycare terutama ocehan Taiga. Bocah kecil itu juga tampaknya sedikit kesal dengannya. Terlihat dari berkali-kali dia memalingkan wajah setiap bertemu pandang dengan Ryunosuke.
"Oi, Taiga, apa yang kau inginkan?" Tanya Ryunosuke ketika Taiga dan teman-teman gengnya makan siang.
Taiga terbatuk-batuk mendengar Ryunosuke tiba-tiba bertanya padanya. Ryunosuke segera sigap menyodorkan air putih kepada bocah kecil itu, membuat Taiga secara rakus langsung meneguknya seolah tidak akan ada hari esok. Taiga bernapas lega ketika tenggorokannya yang tersumbat segera lega usai menelan dengan benar gumpalan nasi bekalnya. Ia langsung melirik Ryunosuke dengan sengit, menganggap Sensei-nya itu yang menyebabkan dirinya tersedak.
"Sensei, aku tahu kau tidak suka denganku. Tapi jangan bunúh aku." Seru Taiga keras.
Ryunosuke sampai menepuk dahinya sendiri mendengar Taiga mengatakan hal itu. Seolah tahu saja apa itu membunuh. Ryunosuke mendekat dan mengacak surai kecoklatan Taiga dengan gemas. "Kau ini masih kecil, jangan mengatakan tentang pembúnuhan seolah kau tahu, Taiga."
Taiga mendecak dan menyingkirkan telapak tangan besar Ryunosuke dari kepalanya. "Aku sudah besar!"
"Yeah, yeah..."
"Ano Sensei, aku ingin bertanya padamu."
Ryunosuke menaikkan sebelah alisnya. "Ya?"
"Onii-chan yang kemarin, mengapa ia tidak datang lagi? Apa Sensei bertengkar dengannya ya? Aku laporkan kepada Maiko Sensei lho!"
Ryunosuke mengacak lebih keras rambut Taiga, membuat anak itu mengerang kesal dengan bibir mengerucut. "Aku tidak bertengkar."
"Jadi? Daripada dengan Ryunosuke Sensei, aku akan lebih senang jika Onii-chan itu yang mengajariku."
Ryunosuke menyeringai. "Oh ya? Dasar anak nakal." Ryunosuke mencubit kedua pipi Taiga, membuat bocah kecil itu memukul-mukul lengan Ryunosuke.
Ryunosuke tidak bertengkar dengan siapa-siapa, tidak pula dengan Haruka. Inilah yang ditakutkan Ryunosuke jika Haruka sampai menemukannya. Belum ada satu minggu dari pertemuan pertamanya dengan Haruka setelah lima tahun, pemuda itu sudah kembali berurusan dengan Bakuto. Sejujurnya, Ryunosuke malah heran siapa yang diincar oleh Bakuto. Dirinya? Atau malah Haruka? Mengapa mereka datang setiap ada Haruka? Selama lima tahun di Shibuya, Ryunosuke nyaris tidak pernah bertemu dengan orang-orang Bakuto. Ia hanya pernah bertemu sekali, itu pun sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai pertemuan karena Ryunosuke tidak sengaja melihat mereka sedang berada di area pertokoan Shibuya yang tidak jauh dari Daycare tempatnya bekerja. Mereka tampaknya tidak menyadari kehadiran Ryunosuke sehingga dirinya langsung menghindar agar tidak sampai bertemu dengan orang-orang itu.
Setelah hari itu, Ryunosuke tidak pernah lagi bertemu dengan mereka. Bertahun-tahun sampai kemudian Haruka datang ke Shibuya dan menemukannya. Temannya itu masih saja seperti dulu. Dengan sikap kekanak-kanakan dan konyolnya. Jujur saja, Ryunosuke tidak mengira bahwa dalam lima tahun Haruka sama sekali tidak berubah. Bahkan wajahnya masih tampak sama sampai-sampai Ryunosuke langsung mengenalinya ketika pertama kali bertemu. Memangnya dia tidak tumbuh dan berkembang atau apa?
Ryunosuke menghela napas. Ia tidak tahu bagaimana caranya untuk mencegah Haruka agar tidak sampai kembali bertemu dengan Bakuto. Sekarang, segalanya malah lebih parah dengan pertemuannya bersama Tekiya. Bagaimana bisa yakuza yang seharusnya berada di Kansai bisa secara kebetulan bertemu dengan Haruka di Shibuya? Dan dengan polosnya Haruka tidak berpikir mengenai itu. Haruka benar-benar mengkhawatirkan. Patutlah ia sering sekali dijadikan sasaran berkat sifat polosnya yang menyerempet bodóh itu.
**
Haruka memegang kepalanya. "Sudah tidak terlalu pusing." Gumamnya pelan.
Haruka segera bergegas membersihkan diri dan memakai pakaiannya dengan lengkap. Haruka mendapatkan telepon tentang pekerjaan sambilannya. Ada beberapa lamarannya yang diterima, dan Haruka sudah memilih mana yang akan ia ambil sebagai kerja sambilan. Dia akan mengambil kerja sambilan sebagai pelayan kafe di siang sampai sore hari, dan kasir supermarket sampai tengah malam. Untuk kasir supermarket, Shift kerjanya bisa berubah menyesuaikan keadaan. Ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai pelayan kafe di Shibuya. Haruka sudah pernah melakukannya ketika di Asakusa, tetapi kafe tempatnya bekerja sekarang berbeda. Ia dengan santai menaruh lamaran pekerjaan sambilan ke sebuah kafe elit yang terkenal di internet. Letaknya di sekitar persimpangan jalan Shibuya dan sangat ramai pengunjung setiap harinya. Tempatnya besar dan terkesan mewah. Bahkan untuk Haruka sendiri, ia kadang bingung harus mengkategorikan tempat itu sebagai kafe atau malah restoran berbintang. Jujur saja, ia senang diterima bekerja di tempat itu.
Ketika Haruka datang ke Kafe itu, manajer dan beberapa pekerja lainnya langsung memberikan seragam untuknya. Mereka ramah kepada Haruka dan itu membuatnya nyaman. Hari pertamanya benar-benar mendebarkan. Padahal Haruka juga bukan pertama kalinya bekerja di bidang seperti itu.
"Shirai-kun, seorang tamu memintamu untuk mengantarkan pesanannya."
Haruka mengerjap bingung. Ia sedang membilas alat-alat makan di dapur senior kerjanya seorang perempuan yang lebih tua darinya menghampiri Haruka di dapur.
"Aku? Sasaki-san, kau yakin dia memintaku? Atau kau salah mendengar dia menyebut nama? Mungkin maksudnya Asuka-san bukan Haruka? Aku baru bekerja hari ini, mana mungkin ada pengúnjung yang mengenaliku."
Sasaki menggeleng dan mengangkat bahunya. "Aku juga tidak mengerti, dan hei aku tidak mungkin salah mendengar namamu dan Asuka. Sudahlah Shirai-kun, antarkan saja pesanannya. Ingat motto kafe ini, jangan membuat pelanggàn menunggu lama."
Haruka menerima nampan berisi beberapa potong kue coklat dan kopi. Sasaki telah memberitahu nomor meja orang yang memintanya untuk mengantarkan pesanan itu. Haruka meneguk ludah gugup ketika melihat figur seorang pria dewasa yang memakai jas dan duduk dengan posisi tegap. Haruka sampai berpikir apakah ia pernah punya kenalan seorang pebisnis kaya atau bagaimana. Tapi seingatnya, Haruka tidak pernah memiliki kenalan orang yang jauh lebih dewasa darinya. Hanya Nakazawa Naofumi yang dikenalnya tempo hari dan itu pun karena tidak sengaja.
"Permisi Tuan, silahkan pesanan and—" Kedua bola mata Haruka melebar. Jemarinya bergetar ketika ia meletakkan pesanan di meja orang itu. Haruka merasa dadanya sesak hanya untuk bernapas.
"Yo, lama tidak berjumpa, Haruka-kun."
***