Asmara Itu Ironi

1540 Kata
Pletaakk! Satu bola golf terbang. Dalam khayalan akan terbang jauh ternyata...... "Hahahaha!" "k*****t emang," keluhnya Dari sekian pukulan tak ada satu pun yang masuk. Semuanya gagal padahal itu adalah bola terakhir. "Gue tunggu satu kenalan cewek dari lo," tuturnya lantas keduanya berjabat tangan. Ardan hanya bisa mengeluh dalam hati. Perempuan mana yang akan ia kenalkan pada Andra? Kalau pun ada, mana mungkin ia mengenalkannya pada Andra? Mendingan untuk diri sendiri. Hihihi. "Kenapa?" tanya Ardan karena Andra menghentikan langkahnya. Cowok itu mengeluarkan ponselnya yang bergetar sedari tadi. Ia memberi kode pada Ardan untuk berjalan lebih dulu ke ruang ganti sementara ia mengangkat telepon. "Di mana?" tanyanya panik. Pasalnya terdengar keriuhan di seberang sana. Tak hanya itu, suara sirine menggema. Andra tak bisa membedakan mana suara sirine ambulans dan mobil kepolisian. "Di Jalan Proklamasi. Kita dikejar kepolisian padahal ini mobil ambulans." Andra melirik jam tangannya. "Posisi Abang kejauhan. Ini di Pondok Indah. Coba telpon yang lain!" "Kiya udah gak bisa mikir. Abang tolong cari temen atau siapa kek yang bisa tolongin kita!" Andra iyakan saja. Saat menutup telepon, ia menelepon beberapa teman yang mungkin mau menolong. "Ada apaan?" Ardan muncul lagi. Cowok itu melihat wajah Andra yang panik jadi balik lagi. Ia juga tak jadi mengganti bajunya. "Biasa, adik gue abis demo dikejar polisi. Tapi kayaknya kali ini keterlaluan," tuturnya sambil mempercepat langkah. "Gue mau nyoba nolong deh," tuturnya. Tapi bahunya ditepuk Ardan dan belakang. Ia menoleh dengan dramatis. "Di mana posisi adek lo?" "Jalan Proklamasi." Ardan mengangguk kemudian menelepon seseorang. Entah siapa yang jelas Andra tak tahu. Cowok itu langsung berlari menuju mobilnya dan Ardan menyusul dari belakang. Tak lama, Ardan membunyikan klakson. Cowok itu sudah keluar lebih dulu dengan motornya. Andra mengendarai mobilnya dengan cemas. Berurusan dengan pihak kepolisian sudah menjadi makanannya selama bertahun-tahun terakhir. Memiliki adik yang menjadi aktivis dan hobi sekali ikut demo membuat Andra lihai tiap menyelamatkan Zakiya dalam berbagai rentetan kejadian. Namun tahun-tahun ini yang terparah. Hal yang membuat Andra lebih sering mengamuk di kepolisian karena mereka sering menahan pendemo dengan alasan yang tidak jelas. Yang menjadi target adalah mahasiswa lugu dan tak paham hukum. Sekalipun tahu hukum, mereka dengan kuasa memainkannya. Padahal setiap orang yang ditahan polisi diperbolehkan menyewa jasa pengacara untuk membela. Tapi ditangan mereka saat ini? Jangan harap. Ia masih bersyukur karena Zakiya perempuan setidaknya para aparat kepolisian tidak memukulnya. Meski terkadang ia sering melihat wajah Zakiya bengkak karena terkena pukulan tidak sengaja. Gadis yang sangat perduli tentang hak-hak kemanusiaan itu jelas keras kepala dan akan terus berpegang teguh pada pendirian yang menurutnya benar. Benar dimata Tuhan bukan benar dimana manusia. Dan mau sedalam apapun kebenaran itu disembunyikan, Zakiya percaya kalau kebenaran akan menang dan entah berapa lama itu akan terjadi. Ia rela memperjuangkannya ditahun-tahun panjang hanya agar bisa meninggal dalam keadaan yang baik. Sesimpel itu hidupnya. "Bro, aman. Ada di markas kantor gue. Lo datang aja. Gue kirim alamatnya." Hampir dua puluh menit kemudian ia malah mendapat telepon dari Ardan. Sangat singkat penjelasannya dan tak lama, alamat pun sudah dikirim Ardan. Kaki Andra sampai lemas. Ia bahkan tak bisa mendekat ke kawasan demo karena banyak tertahan polisi. Akhirnya, ia memutar balik dan kurang dari sepuluh menit ia sudah sampai di sebuah gedung. Keningnya mengerut. Tapi saat keluar dari mobil, ia melihat mobil hitam memasukkan beberapa tandu kemudian pergi dari gedung ini. Saat berjalan mendekat, ia melihat Ardan berdiri di dekat pintu. "Adek lo di dalem," tukasnya yang dibalas anggukan oleh Andra. Ia sangat berterima kasih karena Ardan sudah mau menolong keluarganya. "Ini sih parah, Bang," tutur seseorang. Mata Andra mengernyit. Ia melihat seorang mahasiswa mengenakan almamater kuning yang sangat terkenal. Almamater itu biasa disebut jakun alias jaket kuning. Yang memakai tentu saja salah satu mahasiswa Universitas Indonesia. Andra melihat lelaki itu berbicara dengan Farrel. Sosok lelaki yang sangat ia kenal. "Tadi kita juga dikejar-kejar," tukasnya. Ia terpaksa bersembunyi di sini agar bisa membawa beberapa temannya ke rumah sakit secara diam-diam. Mereka sudah menumpangi beberapa ambulans termasuk ambulans milik organinasi Zakiya tapi kalau dikejar pihak kepolisian. Padahal mereka bukannya mau kabur melainkan ingin melarikan orang yang terluka ke rumah sakit. Bukan kah itu tugas kemanusiaan? Dan aparat kepolisian bukannya mengayomi masyarakat malah menghakimi. "Abang!" Andra menoleh dan mendapati Zakiya terduduk di atas sofa. Kepalanya diperban. Ia menggelengkan kepala. Mamanya pasti khawatir sekali jika melihat berita di televisi. "Parah gak?" "Tadi ke dorong polisi. Kena tongkatnya," keluhnya. Walau diam-diam ia meringis karena lukanya masih sangat basah. "Kia harus ngecek yang lain, Abang," tukasnya. Ia hendak mengajak Andra pergi dari sini. Andra menjitak kepalanya dan dibalas dengan desisan. "Lo baru aja mau mati terus mau ngumpan diri lagi? Solidaritas itu bukan saling mengumpan nyawa. Tapi saling menjaga diri," tuturnya. Terkadang ia emosi menghadapi Zakiya yang keras kepala disaat seperti ini. Zakiya mendengus. Wajah marah yang tak bisa disembunyikan itu membuatnya hanya bisa mengerucutkan bibir. "Kiya!" Dan lelaki yang tadi dilihat Andra muncul diambang pintu. Lelaki bertitel ayah dan baru beberapa bulan terakhir aman dari segala pemberitaan. "Lo punya rekaman?" tanyanya. Zakiya mengangguk. "Boleh salin ke sini?" tanyanya. Ia mengulurkan Ipad miliknya. Zakiya mengambil kemudian menyalin semua video rekaman yang sempat ia ambil selama berdemo hingga kejadian dikejar pihak kepolisian tadi. "Ada masalah?" tanya Andra. Farrel berdeham. "Biar kepolisian tidak bisa membangun alibi." "Sekalipun ada alibi, mereka selalu berkilah mengayomi padahal membunuh pelan-pelan." "Setidaknya mengumpulkan data," tutur Farrel. Ia melihat Andra juga emosi. Ia tidak bisa membayangkan betapa tadi Zakiya ketakutan. "Mereka akan semakin keterlaluan. Apalagi kalau isu kudeta sengaja dihembuskan untuk menjadi alasan." "Lo tahu banyak?" "Siapapun bisa menganalisanya. Ini periode kedua di mana wajah asli kepemimpinannya sudah diperlihatkan." "Tapi masih banyak yang bersimpati dengan nurani." "Nurani tapi tidak terbuka pintunya. Jadi sulit membedakan mana yang benar dan tidak," tukasnya kemudian menatap Zakiya. "Ada kemungkinan para pendemo akan dituduh membakar gedung pemerintahan dalam waktu dekat." "Itu terlalu jelas, Farrel," sahut Zakiya. "Setidaknya mereka harus memiliki alasan yang lebih masuk akal." "Mereka bisa membayar siapa saja untuk membakar disaat kondisi seperti ini. Pendemo dan bukan pendemo sulit dibedakan. Satu-satunya bukti yang bisa dikumpulkan adalah semua rekaman video. Dan untuk menghanguskan semuanya tidak perlu alasan yang masuk akal. Cukup alasan sedang diperbaiki dan masyarakat yang mendengar itu tidak akan mencari tahu." "Lo punya rekaman CCTV?" "Itu bisa diakses publik. Tapi beritahu tim lo untuk akses sekarang sebelum ditutup. Mereka pasti akan menghanguskan semua bukti yang ada." Zakiya mengangguk. "Thanks, Farrel." @@@ "Jadi, dia ngehamilin si Puteri Indonesia itu atau enggak?" tanya Andra setelah sekian lama diam di dalam mobil. Tangan Zakiya langsung terulur untuk menoyor kepalanya. Lucunya, kepala Andra sampai oleng ke kanan dan terkena pintu mobil. Gadis itu terkekeh. Ia terlalu semangat menoyor abangnya. "Farrel bukan orang seperti itu." "Terakhir lo bilang kalau Farrel banyak berubah." "Tapi tadi gue tarik semuanya," tuturnya lantas menghela nafas. Saat ia memegang Ipad Farrel, ia tak sengaja melihat layarnya di mana ada foto Farrel dan istrinya. Itu bukti kuat kalau Farrel mencintai istrinya. Makanya ia hapus semua dugaan gosip yang selama ini tersebar dari kepalanya. Dan lagi, bukti video yang viral terakhir juga sudah sangat menjelaskan bagaimana kepribadian Farrel. Zakiya tak perlu memikirkan bukti lain untuk sekedar mengenal kepribadian Farrel. Ia jauh mengenal Farrel selama SMA. Zakiya bahkan ingat betul bagaimana sikap Farrel tetap baik meski ia berkali-kali menyakitinya dengan kata-kata. Bahkan sampai tadi, ia masih ditolong lelaki itu. "Dia orang baik, Bang. Mungkin yang kemarin ujian hidup." Andra mengangguk-angguk. Ia percaya sih. Karena Dina dan Ardan juga orang baik jadi ia percaya kalau keluarga mereka yang lain juga baik. "Lo gak ada rasa kan sama dia?" Zakiya tertawa. "Kalo ada, udah dari dulu kali." Andra mengangguk-angguk lagi. "Lo, Bang? Sama saudara kembarnya.....," tuturnya lantas mengatupkan mulut saat Andra memelototinya. Tak lama, ia terbahak. Ia masih sering menangkap basah abangnya membuka akun perempuan bersuami. Kemudian ia menggelengkan kepala. "Asmara itu ironi ya, Bang. Dulu, Kiya nolak mentah-mentah si Farrel. Terus Abang yang ditolak mentah-mentah sama saudara kembarnya." Andra hanya bisa menghela nafas tanpa bisa membalas kata-kata itu. Zakiya kembali tertawa lebar. Dari dulu, abangnya ini selalu tak berdaya jika ia mulai mengungkit seorang perempuan di masa lalu Andra. Perempuan istimewa yang mungkin masih menghiasi hati Andra sampai sekarang? "Jangan terlalu mencintai nanti berakhir dengan membenci." "Siapa yang bilang?" "Kebanyakan orang bilang begitu." "Tidak semua orang akan begitu," tuturnya lantas berdeham. Ia berkaca pada pengalaman pahit ini. Biar pun perempuan itu akhirnya bersanding dengan lelaki lain, ia tak pernah mau membenci. Bahkan terakhir saat bertemu dan mendengar apa yang seharusnya tidak ia dengar, ia juga tidak membenci. Kenapa? Karena hidup harus terus melangkah ke depan. Meski hatinya masih tertinggal di belakang. "Tidak semua orang itu berarti masih ada kemungkinan nol sekian persen untuk terjadi. Yang namanya peluang mau sekecil apapun persentasenya tetap dihitung sebagai peluang yang ada." Andra berdeham. Ia tahu. Tapi kalau jodoh, barangkali akan bersatu suatu saat nanti. Kalau bukan? Nah ini! Ia masih belum menemukan jawabannya. Baginya, memindahkan rasa pada perempuan lain terasa begitu sulit. "Makanya, Bang, temui cinta yang baru. Meski bukan berarti mengganti cinta yang lama." "Kalau namanya cinta mau baru atau lama itu sama saja. Yang lama akan terganti dengan yang baru. Tapi dalam istilah hidup, tidak ada cinta lama dan baru. Yang ada hanya lah kemungkinan perasaan yang berubah." @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN