-LP03-

1008 Kata
Zara kini tengah duduk di jok belakang motor milik Arkan. Motor sport yang banyak digilai para pecinta motor seperti dirinya. Arkan yang telah siap pun mulai melajukan motornya keluar dari pekarangan mansion. Angin berhembus kencang disertai tingginya kecepatan pada laju motor yang dinaiki oleh mereka. Zara memeluk Arkan dengan erat. Bukan karena takut, tapi ia sungguh sangat mengantuk. Dan salahnya sendiri kala angin terus berhembus membuat dirinya menggigil kedinginan. "Yahhh... macet, Zar." "Hufftt... kenapa gak besok lagi sih?" Jawab Zara sedikit ketus karena waktu istirahatnya terganggu, begitupun pikirannya terasa lelah memikirkan musuh yang dengan berani menargetkan adik kesayangannya. "Kalau besok, lo pasti lupa dan bakal banyak alasan. Gue gak mau ya kalau baju gue yang lo rusak dilupain begitu aja." "Hm... Tau aja lo." "Gue udah tau tabiat buruk lo, makanya gue maksa jalan sekarang." Zara tak lagi membalas ucapan Arkan, ia malah memeluk Arkan semakin erat seolah tak ingin lepas darinya. "Dingin ya?" Tanya Arkan seraya menyentuh tangan Zara yang kini tengah melingkar di perutnya. "Hm..." Mendengar itu, Arkan meminta Zara melepaskan pelukannya. Adiknya itu dengan cepat membuka jaket hitam yang ia pakai, kemudian ia berikan pada Zara. "Pake nih, nanti lo sakit." "Lo gimana? Lo juga kan harus pake jaket, apalagi lo di depan." "Gampang... lo tenang aja, nanti tinggal minta beli yang baru aja sama lo." Plakkk, Zara memukul dengan keras punggung adiknya tanpa belas kasih. Hal itu membuat Arkan meringis merasakan panas dan perih pada punggungnya. "Gila lo?!" Teriaknya dengan refleks membuat pengendara lain melirik ke arah mereka. "Lo yang gila! gue udah terharu sama kelakuan lo, eh... ujung-ujungnya gue juga yang rugi." "Gapapa lah Zar, sama adik sendiri pelit amat lo." Zara hanya mendengus menanggapi ucapan Arkan. Namun, ia tetap memakai jaket Arkan yang pastinya kebesaran di tubuhnya. Dalam hati ia selalu bersyukur karena memiliki Arkan. Ya, adiknya itu walau menyebalkan, ia akan tetap menomer satukan keluarganya. Setelah beberapa menit terjebak dalam kemacetan, akhirnya mereka pun sampai di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Mereka tengah menjadi sorotan ditengah lautan manusia. Setiap langkah pun, tak jarang mata-mata takjub penuh puja serta pujian yang terlontar pada keduanya. Couple goals. Itulah yang mereka lihat saat melihat Arkan dan Zara. Arkan yang kini tengah merangkul pundak Zara, dan Zara yang merangkul kan tangannya pada pinggang Arkan. Sungguh, siapa pun yang melihatnya akan menyangka bahwa mereka sepasang kekasih. "Toko mana, Dek?" "Hmm... disitu aja deh, biar cepet. Kasian kakak gue udah ngantuk nih." Ucapnya di selingi ejekan halus pada Zara. Tangannya tak kalah nakal mengacak rambut yang kini masih tertutup oleh topi. "Hm... serah! Cepet ya...." "Iya..." Keduanya pun memasuki sebuah toko yang membuat semua karyawan mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk. "Selamat malam, selamat datang di toko kami." Arkan pun tersenyum membalas ucapannya. Mereka menelusuri jajaran rak yang telah tertata rapi memperlihatkan baju yang berharga puluhan juta membuat siapa saja berdecak takjub. Arkan menatap dengan jeli setiap kali menyibakkan baju yang ia lihat. Namun, seruan Zara membuat fokusnya teralihkan. "Dek, ini gimana?" Tanya Zara seraya memperlihatkan sebuah kaos yang begitu simple menurutnya namun terlihat elegant. Sangat cocok untuk Arkan. "Hmm... bagus Kak, yaudah ambil itu aja." Arkan mengambil alih baju itu dan membawanya ke kasir. Namun, saat hendak membayar, Zara menyimpan satu buah jaket di atas meja kasir untuk dibayar juga. "Ini?" Tanyanya dengan wajah shock. "Buat Daddy." "Ohh... kirain buat gue." Desahnya yang merasa pasrah karena jaket itu sungguh bagus dan sesuai dengan seleranya. "Gausah geer, gue kan ngomongnya mau beliin lo baju doang." Arkan pun akhirnya hanya menatap pasrah pada jaket itu. Setelah itu, Zara mengeluarkan black card nya untuk membayar apa yang ia beli. Perjalanan yang sangat sunyi dibarengi rintik hujan yang membasahi bumi. Untung saja masih gerimis. Hal itu membuat Arkan dengan cepat melakukan motornya. Ia tak ingin jika harus berdiam diluar karena terjebak hujan. Oh no! "Kan, lo tau—" ucapannya terpotong karena mereka telah sampai tempat tujuan. Ya, mansion. "Kenapa?" "Hah? Ohh... engga deh, ga jadi. Ayo masuk, gila! Makin dingin aja." "Heh!!! ini belanjaan lo." "Buat lo semua." Teriak Zara yang jelas-jelas membuat Arkan terkaget sampai akhirnya suara tawa bahagia terdengar ke telinga Zara. "Wohoooo.... Zara kakakku tercinta... Thank you so much!!!!" Teriaknya hingga terdengar oleh Zara dan membuat kedua sudut bibirnya terangkat. Zara pun segera memasuki kamarnya dan mengganti baju dengan piyama yang sempat ia pakai tadi. Saat hendak merebahkan badannya, seseorang pun masuk tanpa mengetuk pintu. "Kak." Saat tau siapa yang datang, Zara kembali melanjutkan niat awalnya. Rebahan. "Kenapa?" "Ini, makasih ya..." Ucapnya seraya tersenyum senang dengan tangan menggenggam erat tas belanjanya. "Iya sama-sama, jaga baik-baik ya." "Iya kakakku sayanggg...." Arkan pun mendekat ke arah Zara dan ikut merebahkan tubuhnya di kasur king size milik Zara. "Kok tidur disini?" "Boleh ya..." mohon nya yang hanya di balas anggukkan oleh Zara. Sungguh, ia sangat lelah. Hingga akhirnya, Zara pun tertidur membuat Arkan menarik selimut untuk menutupi tubuh Zara. "Good night, Kak." Arkan pun ikut tertidur dengan tangan yang memeluk erat Zara. ~~~~~ Satria kini tengah berkutat di depan laptop yang sedari tadi menemani setiap waktunya. Ia terus mencari siapa dalang yang kini tengah mengawasi keluarganya. Suara decitan pintu membuat Satria menegakkan kepalanya dan ia pun tersenyum kala melihat Athena yang masuk ke ruang kerjanya. "Masih belum selesai?" "Belum sayang, aku tak ingin lengah sedikitpun." "Tapi kak Liam juga harus istirahat. Nih, mata kakak sudah menghitam. Pasti lelah, hm?" "Lelah sekali sayang, dan aku butuh vitaminku." "Sebentar, biar Rye ambilkan." "Eiitsss... bukan vitamin itu sayang." Satria pun menarik Athena yang sedari tadi berdiri di sampingnya untuk duduk di pangkuannya. "Aku butuh ini, ini dan ini..." tunjuk nya pada bibir, dan anggota tubuh Athena. Hal itu membuat Athena merona malu. Walaupun mereka telah menjalani pernikahan yang sangat lama dan mempunyai dua orang anak. Athena tetap merasa malu kalau dirinya di goda seperti ini oleh Satria. "Disini?" "Of course baby." Satria mulai mendekatkan tubuhnya dan mengecup dengan perlahan bibir mungil milik istrinya. Tangannya pun mulai ia gerakkan menyentuh setiap inci tubuh milik istrinya. Suara desahan yang memenuhi setiap ruang sepi kini semakin panas akibat suara berisik dari keduanya. ~~~~~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN