Selepas kegiatan makanku, aku dan Pak Kastara berpisah. Dia pergi duluan menuju ke ruangannya, sedangkan aku ke pantry kantor ini. Sesampainya di sana, aku langsung terdiam saat melihat toples yang biasanya berisi bubuk cokelat kini isinya sudah benar-benar habis. Satu gelas pun sepertinya tidak cukup.
Aku ingin menghubungi Pak Kastara untuk memberitahukan hal ini, tetapi aku tidak bawa ponsel dan pastinya akan memakan waktu untuk bolak-balik.
Aku menoleh ke kiri dan ke kanan mencari Mbak Lilis yang biasanya menjaga pantry ini, dia juga tidak ada. Aku mendesah pasrah, mau tidak mau aku harus ke supermarket terdekat.
Dengan langkah yang cepat aku bergegas untuk ke supermarket yang letaknya tidak begitu jauh dari kantor, membeli sebungkus bubuk cokelat setelah itu langsung membuatkannya cokelat panas. Sesuai dengan keinginan Pak Kastara.
Beberapa saat kemudian, dengan kedua tangan yang menegang tiga gelas cokelat panas aku langsung masuk ke dalam ruangan Pak Kastara. Sebelum itu tidak lupa untuk mengetuknya, walaupun susah sekali karena kedua tanganku terpakai untuk memegang gelas.
Aku meletakkan gelas itu di meja lalu menoleh menatap Pak Kastara. Pria itu juga sedang menatapku dari atas hingga bawah. "Rambut kamu berantakan, makeup kamu juga sepertinya luntur. Kamu dari mana?" pertanyaan yang baru saja dia keluarkan.
Aku menunjuk ke arah depan. "Supermarket, Pak. Bubuk cokelat di pantry habis, jadinya saya beli di supermarket. Saya buru-buru sampai begini. Maaf ya, Pak."
Pak Kastara mengangguk lalu dia menujuk ke arah kamar mandi di sebelahnya. "Cuci muka dulu. Kamu kan dari luar, pastinya banyak debu yang menempel," ucapnya.
Aku mengerutkan kening. Harus banget cuci muka apa ya, kan dielap pakai tissue juga bisa. "Biar bersih, sekalian pakai sabun cuci muka. Bawa nggak?"
Ya, enggaklah. Ponselku aja enggak aku bawa ke mana-mana, apalagi sabun cuci muka.
"Enggak, Pak."
"Yaudah, basuh pakai air aja."
Tanpa menjawab, aku langsung bergegas ke kamar mandi. Aku mencuci muka lantas menatap pantulan diriku di cermin. Gara-gara dibasuhnya pakai air, seluruh makeup-ku jadi luntur. Hanya menyisahkan maskara karena aku memakai yang waterproof.
Aku jadi enggak percaya diri. Dasar direktur yang luar biasa. Bisa-bisanya aku menuruti perintahnya yang jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan kantor. Sebenarnya dia perhatian sih, tapi, ah aku enggak tahu deh.
Setelah beberapa saat berada di kamar mandi, aku berjalan menuju meja Pak Kastara lalu duduk di hadapannya. Aku menunduk karena malu, wajahku enggak benar-benar mulus. Ada dua bekas jerawat yang belum hilang.
"Ini, keringkan pakai tissue," ucapnya sambil menyodorkan aku sekotak tissue. Aku mengambil beberapa helai lantas mengelap wajahku.
"Gia," panggilnya.
"Iya."
"Kalau ngomong tatap lawan bicaranya."
Ish. Dia sengaja ya bikin aku mendongakkan kepalaku. "Kenapa, Pak?" tanyaku saat kedua mata kami saling bertemu.
"Saya mau tanya," aku mengangguk lantas mengepalkan tissue yang akan aku buang, aku menyapu pandanganku mencari tempat sampah di ruangan ini. Sepertinya Pak Kastara paham dengan gerak-gerikku sehingga dia mengulurkan tangan lalu membuka telapak tangannya, "sini saya buangin."
"Eh, jangan. Tissuenya kotor. Bekas saya."
"Tempat sampahnya ada di sebelah sana. Sini, enggak apa-apa."
Dengan terpaksa aku memberikan tissue itu kepadanya. Kayanya enggak sopan sih, aku juga ngerasa begitu.
Pak Kastara mengambil alih tissue itu tanpa geli lalu membuangnya ke tempat sampah yang ternyata benar ada di sebelahnya.
"Mau tanya apa, Pak?" tanyaku teringat ucapannya barusan.
"Emang di kantor ini ada peraturan harus menggunakan makeup bagi perempuan?" tanyanya yang cukup membuatku heran. Random banget sih pertanyaannya. Kirain mau bahas tentang strategi marketing. Kenapa jadi bahas makeup.
"Kayanya enggak, Pak. Saya pakai makeup biar lebih percaya diri aja. Demi penampilan, Pak."
Pak Kastara berdeham singkat lantas dia kembali menatapku dengan lekat. "Menurut saya, kamu lebih cantik enggak pakai makeup."
Tiba-tiba tubuhku menegang.
Pertama kalinya, ada pria yang bilang aku cantik dan pria itu adalah direktur utamaku sendiri.
Mimpi bukan sih.
Cerita ini sudah tersedia versi lengkap di k********a!
Bagi yang ingin baca cepat, bisa diakses di sana ya, Luv!
Terdiri dari:
- Full e-book Mr. Controller and Me (54 Part ; 181 Halaman)
- Bagian Tambahan versi podcast/audio [Eksklusif di k********a]
Hanya dengan Rp29.000 kalian bisa akses semuanya tanpa menunggu
Cara belinya:
1. Masuk ke aplikasi k********a bisa melalui web.
2. Cari nama kreator (TheDarkNight_) dan cari judul karya (Full _ E-book _ Mr. Controller and Me _ TheDarkNight_)
3. Ubah harga jika kamu ingin memberi apresiasi lebih.
4. Pilih metode pembayaran: GoPay, OVO, s****e Pay, Indomart, Alfamart, atau transfer bank.
5. Ikuti petunjuk pembayaran (lihat bagian-bagian yang menerangkan pembayaran dengan Gopay, OVO, Virtual Account BNI, dan Pembayaran QR).
6. Kembali ke laman k********a dan ke karya tadi. Pastikan kamu sudah login, ya. Kalau transaksi sudah berhasil, Karya yang sebelumnya bertuliskan "terkunci" akan ganti jadi "terbuka".