“Aku mendengar bahwa kak Andreas masuk ke kamar Putri Elisabeth pada siang hari dan baru keluar ketika senja.”
Elisabeth menghentikan gerakan mengunyahnya. Bahkan ucapan Emily itu berhasil membuat semua yang sedang berada di meja makan menghentikan gerakannya, kecuali Andreas.
“Protokol istana memang tidak melarang hal itu akan tetapi itu benar-benar tidak sopan, Andreas.” Ratu Annetha bersuara.
“Tidak masalah. Hanya orang-orang istana yang mengetahui hal itu. Tentu berita ini tidak akan menyebar kemana-mana.”
“Maafkan kami, Yang Mulia.” Elisabeth memilih bersuara.
“Aku penasaran apa yang kalian lakukan selama itu.” Emily kembali bersuara.
“Aku sedang tidak enak badan dan Elisa membantuku agar merasa lebih baik.”
“Andreas, kau sakit?” tanya Ratu Annetha.
“Dengan cara?” tanya Emily serius.
“Aku memijat kepala pangeran, Putri.”
“Selama itu?” tanya Emily lagi karena merasa benar-benar penasaran.
Raja George mengalihkan topik pembicaraan agar Emily tidak terus-terusan membahas hal itu. Sementara Elisabeth menghela napas lega karena tidak perlu menyusun kebohongan laiinya. Yang dikatakan Emily benar bahwa Andreas baru keluar kamarnya ketika senja tiba. Akan tetapi Andreas sedang benar-benar sehat dan Emily tidak memijat kepala Andreas seperti pengakuannya tadi.
“Anthony sedang kewalahan mengatasi kasus korupsi di daerah Eraston” Raja George bersuara.
“Semuanya akan segera membaik dan Anthony akan kembali ke istana pekan depan.” Ratu Annetha menimpali.
Elisa diam-diam merasa penasaran dengan sosok pangeran Anthony. Ia telah mendengar cerita dari Andreas bahwa Anthony adalah pria yang menyenangkan akan tetapi ketika dalam persaingan laki-laki itu sangat menyebalkan. Setidaknya Anthony adalah adik yang benar-benar seru, begitulah pengakuan Andreas. Elisa hanya penasaran ingin bertemu langsung dengan Anthony. Sayangnya ketika pangeran itu kembali pekan depan, Elisa tidak berada di istana ini.
“Lama sekali. Aku sudah sangat merindukan adikku.” Andreas berujar.
“Kau bisa datang berkunjung ke Eraston jika kau mau, Pangeran.” ucap sang raja.
“Anthony akan menganggap aku menginterupsi usahanya. Biarkan dia fokus mengatasi masalahnya dahulu.”
“Yang Mulia..” Andreas menatap Ratu Annetha.
“Kurasa ketika pertunanganku, kita bisa mengadakan pesta dansa dan mengundang pangeran setiap daerah. Emily sudah mulai dewasa, bukan?”
Emily membulatkan matanya dan menatap Andreas dengan kesal.
“Aku baru 17 tahun!” pekiknya.
“Emily masih terlalu muda, Andreas.” Ratu Annetha berbicara.
Elisa hanya diam saja sepanjang percakapan di meja makan. Mereka terlihat seperti keluarga yang sempurna. Hanya saja, tidak bagi Elisa yang sudah mengetahui banyak hal. Tanpa mengetahuinya pun, hanya melihat interaksi ketiganya Elisa dapat memahami bahwa yang sedang berada di meja makan bukanlah ayah, ibu, dan anak melainkan seorang raja, ratu, pangeran, dan putri.
“Aku dengar Yang Mulia Ratu sangat suka berkebun.” Elisa mulai membuka topik bicara.
------
“Emily tidak suka berkebun dan dia akan lebih memilih bermain musik sepanjang hari.”
Elisa hanya tersenyum mendengar pengakuan Ratu Annetha. Emily saat ini tengah mengikuti pembelajaran protokol istana. Jika pun gadis itu senggang, Elisa yakin bahwa ia tidak akan mengacaukan harinya dengan ikut ke kebun.
“Apa yang Yang Mulia lakukan ketika semua bunga ini bermekaran?” tanya Elisa.
“Aku membiarkannya dan menikmati keharuman serta keindahannya setiap saat.”
Elisa tersenyum. Ia memiliki sebuah ide. Ide itu ia pendam saja di otaknya dan akan ia realisasikan ketika Andreas benar-benar menjadi raja.
“Yang Mulia bolehkah aku ikut berkebun jika nanti telah menikah dengan Andreas?”
“Tentu saja, sayang. Akhirnya aku punya teman berkebun. Kita bisa membicarakan banyak hal.”
Elisa melihat kilat antusias di mata Ratu Annetha.
“Akhir-akhir ini ada banyak sekali ulat yang mengganggu. Tadinya aku ingin menggunakan bahan kimia tetapi tentu akan merusak lingkungan.”
“Kurasa ulat-ulat itu sudah menjadi kupu-kupu yang indah.”
Melihat banyaknya kupu-kupu yang berterbangan membuat Elisa yakin bahwa ulat itu tidak akan menjadi hama selama ditangani dengan tepat.
“Yang Mulia juga pintar memasak. Bolehkah suatu waktu kita memasak bersama? Aku ingin menghidangkan makanan untuk pangeran Andreas.”
Ratu Annetha menatap Elisa dengan cepat. Elisa berani bertaruh bahwa ia melihat tatapan terluka dan kesedihan dari Ratu Annetha. Ada apa?
“Maaf jika saya lancang, Yang Mulia.”
Terdengar helaan napas.
“Baiklah. Kita bisa melakukannya kapan-kapan.”
------
“Aku sangat ingin mengantarmu ke Mapson hanya saja ada yang harus aku lakukan disini.”
Elisa menghentikan pergerakannya ketika mendengar kedatangan Andreas. Sama seperti kemarin, laki-laki itu masuk begitu saja tanpa repot-repot mengetuk pintu ataupun meminta izin.
“Tidak papa, Yang Mulia.”
Elisa sama sekali merasa tidak ada masalah jika Andreas tidak mengantarnya kembali ke Mapson. Ia justru bernapas lega. Entahlah, semenjak kejadian kemarin di kamar ini Elisa merasa sedikit canggung untuk berdua saja dengan Andreas.
“Apa kau tidak bisa menginap satu malam lagi?” tanya Andreas.
Elisa tahu betul bahwa Andreas saat ini sedang membutuhkannya hanya saja ia sedang malas untuk melakukan makan malam di istana atau kegiatan apapun di istana.
“Aku ingin mengajakmu menuju perpustakaan istana dan menunjukkan sesuatu.”
Gerakan Elisa terhenti ketika mendengar kata perpustakaan. Ia yakin perpustakaan istana sangat luas dan memiliki banyak literasi.
“Jangan membujukku, Yang Mulia.”
Andreas duduk di sebelah Elisa dan menatap gadis itu penuh harap.
“Kita akan bertemu lagi pekan depan.”
“Ketika Pangeran Anthony kembali?” sepertinya Elisa dapat memahami maksud Andreas.
“Ya. Apa kau benar-benar tidak bisa menginap lagi malam ini?”
Elisa menatap Andreas dan melihat tatapan memohon dari mata yang selalu menatap tajam itu.
“Apa yang ingin Yang Mulia tunjukkan?”
“Hal-hal mengenai ibuku, mendiang Ratu Valerie.” Andreas menggenggam tangan Elisa ketika mengatakannya. Elisa menghela napas. Kemarin Andreas berada cukup lama di kamarnya karena menceritakan banyak hal. Mengenai Anthony, Raja George, dan Putri Emily. Satu-satunya hal yang membuat Elisa merasa canggung adalah Andreas menceritakannya seraya kepalanya bersandar pada pangkuan Elisa. Andreas mengatakan bahwa secara tingkah laku dan fisik, Elisa mirip dengan ibu kandungnya yang telah meninggal yaitu Ratu Valerie. Untuk itu Andreas memohon untuk tertidur di pangkuan Elisa dan meminta Elisa mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang. Posisi yang sangat Andreas rindukan dari mendiang ibunya. Melihat kilah kesedihan di mata Andreas membuat Elisa tergerak untuk memeluk pangeran itu. Elisa hanya merasa kasihan dengan apa yang telah menimpa Andreas selama ini. Kendati demikian, ia ingin memastikan segala fakta yang telah diceritakan Andreas. Bisa saja kenyataan berbeda dengan versi yang diceritakan Andreas, bukan.
“Yang Mulia.. Setelah bertunangan, aku akan tinggal disini dan Anda memilki banyak waktu untuk mengajakku ke perpustakaan.”
“Akan lebih baik jika kau mengetahui segalanya tentangku sebelum kita bertunangan, Elisa.”
“Kau bisa mengunjungiku ke Mapson, atau ketika bertemu pekan depan nanti.”
“Sebelum pekan depan aku akan mengurusi banyak hal.”
“Ketika pekan depan ada Anthony dan aku ingin menghabiskan waktu dengan adikku.” sambung Andreas.
Mereka masih berpelukan. Elisa sudah ingin melepasnya sejak tadi hanya saja Andreas mempertahankan pelukan ini dan justru membuatnya semakin erat.
“Kumohon, menginaplah lagi malam ini.”
“Aku tidak ingin membuat Raja dan Ratu memiliki pemikiran buruk kepadaku, Yang Mulia. Itu akan membuat kita berada di keadaan sulit.”
“Bagaimana jika kita menginap di istanaku?”
“Itu akan semakin memperparah keadaan, Yang Mulia.”
Elisa tahu mengenai protokol istana bahwa tidak sembarang perempuan boleh menginjakkan kaki di istana pangeran. Hanya kerabat istana, pelayan, dan pasangan resmi pangeran yang diperbolehkan. Elisa belum menjadi pasangan resmi karena mereka belum bertunangan.
Andreas melepas pelukan mereka kemudian menatap Elisa dengan intens.
“Kau benar-benar perempuan yang cerdas dan memiliki etika yang baik.”
Elisa mengernyitkan keningnya.
“Kita akan bertemu pekan depan. Aku akan menjemputmu di Mapson dan kita akan membicarakan banyak hal selama perjalanan.”
Elisa menghela napas lega karena Andreas tidak memaksakan keinginannya. Andreas mengelus pipi Elisa dan menatapnya dengan serius.
“Kau benar-benar pantas menjadi Ratu Marchard. Sama seperti ibuku.”
Detik kemudian Andreas mendaratkan kecupannya di kening Elisa.
“Hati-hati, Elisa. Jagalah dirimu untukku.”